Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis perkaranya ke Mahkamah Agung (MA), ada yang salah? Entalah, namun seorang petinggi DPR RI mengatakan, "Jangan buat kegaduhan baru." Lalu, memangnya jika ada orang yang telah dihukum, kemudian ia mau melakukan 'upaya hukum' ke pengadilan yang lebih tinggi, itu adalah suatu 'pelanggaran hukum' atau pun melanggar norma dan etika?
Agaknya, sosok Ahok, tetap dan terus menerus menjadi pusat perhatian atau bahkan sebagai 'sosok yang menakutkan.' Sehingga ketika berupaya meperjuangkan keadilan, jutru membuat orang-orang tidak menyukainya menjadi 'panas-dingin.' Entah apa yang membuat para musuh politik tersebut seperti itu. Mungkin saja, mereka berharap bahwa Ahok benar-benar lenyap dari dunia perpolitikan Indonesia.
Apa pun bentuk ketidaksukaan terhadap Ahok dan penolakan dari segelintir orang, upaya Ahok untuk melakukan PK ke MA sudah berposes. Bahkan hari ini, 26 Februari 2018, Sidang perdana Peninjauan Kembali atau PK Ahok telah dilakukan, dan dipimpin oleh tiga hakim yaitu Mulyadi, Salman Alfaris dan Sugiyanto.
Di dalam ruang Sidang PN Jakarta Utara, walaupun terjadi dialog yang nyaris panas antara Penasehat Hukum Ahok dan  Jaksa, hanya berlangsung tak lebih dari 30 menit. Tim jaksa penuntut umum menolak seluruh alasan peninjauan kembali Ahok. Mereka juga mempersoalkan ketidakhadiran Ahok dalam sidang tersebut. Namun, Ketua Majelis Hakim, Mulyadi, menyebut Ahok tidak wajib menghadiri sidang dan dapat diwakili kuasa hokum, karena merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016: Tidak ada kewajiban bagi pemohon hadir di persidangan. Sidang berikutnya pada tanggal 5 Maret 2018, dengan agenda pemeriksaan administratif dan berkas.
Saya yang datang belakangan di PN Jakarta Utara, tadinya membayangkan bahwa Jl Gajah Mada akan macet total, karena menurut info, ada 5.000 orang penentan PK Ahok muncul di area tersebut serta mau melakukan tekanan terhadap PN Jakarta Utara, agar menolak PK Ahok. Ternyata, perkiraan saya meleset jauh. Para penolak PK Ahok, hanya sekitar 50 orang (mungkin kurang) dengan satu mobil komando (panggung dan pengeras suara).Â
Sementara di area lain, para pendukung Ahok, justru ratusan, dan terus berdatangan. Bahkan, bisa disebut, para relawan dan pendukung Ahok bagaikan reuni. Mereka yang sejak Mei tahun lalu, berdiam diri, kini atau tadi muncul dengan semangat, sambil bersalaman penuh tawa ria. Ada yang membawa makanan dan minuman dan membagi ke sesamanya. Mereka, para pendukung tersebut, seakan banngkit karena mendapat momen baru yaitu mendukung PK Ahok. Â
Para pendukung Ahok, mengisi kegiatan dengan oras, yel, nyanyi, dan 'goyang Maumere.' Sementara di sisi lain, para penolak, tetap dengan 'lagu lamanya.' Saya, Opa Jappy, yang juga tampil berorasi menyatakan kepada massa agar tetap mendukung Ahok, memperjuangkan keadilan, dan tidak perlu takut terhadap ancaman apa pun, serta tak terprovokasi dengan suara serta teriakan pihak sebelah.
Saya pun berpesan kepada semua, "Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. Sebab, di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya."
Opa Jappy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H