Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Papua Setelah Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

19 Desember 2017   01:15 Diperbarui: 20 Desember 2017   11:40 3137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tim investigasi HAM sudah dibentuk tapi kemajuan belum bisa dirasakan, penanganan cenderung lambat karena pemahaman kurang soal HAM. Ada kesan menghindar soal HAM karena terkesan hanya masalah sipil politik. Kasus pelanggaran HAM di Papua tidak hanya terkait dengan para korban. Namun juga, kasus yang terjadi karena ada perlawanan orang Papua terhadap pihak asing atas tanah adat mereka yang dirampas. Ketika masyarakat adat mempertahankan hak adat, tanah adat, dianggap kelompok antipembangunan.

Di sisi lain, salah satu cara untuk menyelesaikan masalah di Papua adalah dengan melakukan dialog dengan masyarakat di Papua. Yang terpenting dialog jadi bagian proses demokratisasi harus jadi satu pemikiran dan direalisasikan. Pasalnya, jika pendekatan kekerasan yang masih digunakan untuk menyelesaikan masalah, nantinya justru Indonesia akan mengalami kemunduran demokrasi dan melunturkan nasionalisme. Penghentian kekerasan, penataan aparat keamanan dan intelijen juga harus dilakukan.

Juga, menurut Adriana Elisabeth, tidak cukup pembangunan infrastruktur fisik, tapi juga membangun infrastruktur sosial serta perhatian pada martabat dan hak-hak adat masyarakat (asli) Papua. Dalam kerangka membangun infrastruktur sosial dan penanganan masalah HAM tersebut, hanya bisa dilakukan melalui dialog dengan Orang Papua. Oleh sebab itu, LIPI telah menyusun 'rancang bangun dialog,' dan menawarka ke Kementerian terkait. Sayangya, menurut Adriana, belum mendapat tanggapan serius oleh Kementerian yang dihubungi.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Koordinasi Bidang Dalam Negeri, Kemenko Polhukam RI Mayjen TNI AD Andrie T.U Soetarno,  menyatakan bahwa pemerintahan Jokowi-JK telah meugaskan kepada Menkopolhukam Wiranto sebagai Kepada Deks Papua, untuk menyelesaikan  semua hal yang menyangkut Papua. Sedangkan, Asisten Deputi I bidang Koordinasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Kemenko Polhukam Syafii, menyataka bahwa,  "Tim terpadu di bawah Kemenko Polhukam masih terus bekerja hingga saat ini. Tak hanya itu, tim tersebut juga berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk segera bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua."

Pada Seminar Nasional "Tiga Tahun Pemeritahan Jokowi JK Untuk Papua" tersebut, hadir juga salah satu Tokoh Agama di Papua yaitu Pastor Jhon Djonga, dan menyampaikan berbagai temuan yang ia dapatkan di Papua. Menurut Jhon Djonga telah ada komitme pemerintah untuk membangun dan memajukan Papua secara berkelanjutan, namun miskin dialog antara pemerintah dan masyarakat. 

Selain itu, menurut Jhon Djonga, pembangunan Papua harus memperhatikan pemenuhan dasar masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan, kemiskinan, penegakkan hokum da HAM. Di samping itu, lambatnya perubahan dan ketidakmajuan Papua akibat dari tata kelola pemerintah (lokal) yang rendah dan tak beres, tidak berjalannya, serta tak fungsi pegawasan.  Pastor Jhon Djonga juga menyoroti adanya Bupati atau pun Camat serta aparat pemerintah lainnya yang sering tak ada di wilayah kerjanya, bahkan lebih banyak ada di Jakarta daripada di daerah; termasuk Sekolah tanpa guru dan Puskesmas tanpa tenaga medis sehingga menjadi 'rumah hantu.' Selajutnya  Pastor John Djonga menyataka bahwa 

"Pemerintahan lambat menangani persoalan HAM di Papua. Pemerintah yang terkesan cepat dalam merespons pernyataan sepihak Presiden Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel serta memberikan dukungan untuk kemerdekaan Palestina.

Hal berbeda dengan penanganan persoalan di negaranya sendiri. Pemerintah dianggap mengesampingkan kasus HAM di Papua. Papua tidak lebih penting daripada Palestina.

Tim penanganan kasus HAM Papua yang dibentuk pemerintah, sampai saat ini belum ada aksi dan gerakan nyata dari tim tersebut untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua. Aksi dan gerakannya khayal, tidak ada apa-apa, apa yang mau diharapakan untuk penegakkan hukum.

Kinerja Kejaksaan Agung dan Komnas HAM yang diberi amanat untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua namun terkesan lambat. Pasalnya, di masa pemerintahan Jokowi tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM di Papua yang bisa diselesaikan."

Seirama dengan Pastor Jhon Djonga, Max Binur, Pekerja Sosial dan aktivis Budaya Papua, menyatakan bahwa, permasalahan Papua adalah'warisan' dari para pedahulu; dan hanya bisa diselesaikan melalui dialog. Sedangkan Direktur Eksekutif  Pusaka, Y.L Franky menyoroti tentang perampasan tanah rakyat oleh investor  yang 'dibantu' aparat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun