Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak

4 November 2017   11:59 Diperbarui: 4 November 2017   13:10 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: WA Indonesia Hari Ini

Catatan I

Jumat, 3 Nopember 2017, bertempat di Kantor Kementerian PPPA Jakarta, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama sejumlah wakil dari Kementerian, Lembaga, Organisasi non-pemerintah yang peduli anak dan perempuan, meluncurkan Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak.

Pada kesempatan itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise menyatakan bahwa, "Gerakan stop Perkawinan Anak dan pencegahan perkawinan anak tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh semua kementerian dan lembaga terkait dan pemerintah daerah. Semua pihak, yakni masyarakat, dunia usaha, termasuk media, juga harus berperan serta agar bisa menekan angka perkawinan anak."

Selain itu, Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin, juga menyampaikan bahwa Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak, setelah Jakarta, akan dilanjukan di daerah-daerah dengan jumlah perkawinan anak tinggi, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi  Selatan.

Catatan II

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (suami-isteri) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU RI No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, pasal 1). Keluarga adalah persekutuan antara suami dan isteri (dan anak atau anak-anak) yang terbentuk karena ikatan tertentu (misalnya Agama, Adat, Hukum Sipil), serta membangun hidup dan kehidupan bersama pada suatu tempat (tertentu).

Pasal 7, ay. 1  Perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki sduah mencapai umur 19 (sembilan belas) dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun, ay 2. Dalam hal penyimpangan terhadap ay.1, pasal ini, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak laki-laki maupun wanita.

Sumber: WA Indonesia Hari Ini
Sumber: WA Indonesia Hari Ini
Dari Catatan I dan catatan II, jelas bahwa, kasus seperti di atas, bukan hal yang baru di Nusantara; seiring dengan perkembangan zaman serta sentuhan peradaban modern seharusnya hal tersebut sudah tak ada.

Tapi, nyatanya, masih terjadi perkawinan - pernikahan pada usia dini di pedesaan negeri (hampir merata di Nusantara).

Mereka yang menikah pada usia dini tersebut, (khususnya perempuan) masih berumur sekitar 11/12 tahun; dan biasanya laki-laki atau suaminya berusia jauh di atas mereka; walau ada juga (namun jarang terjadi) yang suaminya berusia sebaya.

Sementara itu, menurut Undang-Undang Perkawinan, tidak terjadi (sedapat mungkin) perkawinan pada usia di bawah 16 dan19 tahun. Dan ini bukan saja mengantisipasi bubarnya pernikahan, namun sekaligus ada faktor-faktor kesiapan serta kedewasaan fisik - medis - psikhologis - dan sosiologis.

Agaknya, hal-hal tersebut di atas, belum sampai pada tataran masyarakat desa - pedesaan - tradisional, yang kental hal-hal praktis; dan yang paling banyak menjadi korban (terbanyak) adalah anak-anak perempuan.

Pada banyak kasus; mereka (anak-anak perempuan tersebut), tidak sedikit, dengan alasan asal sudah bisa baca bahasa Indonesia, maka tak perlu ikuti pendidikan yang lanjut, sehingga harus menikah.

Dan sebagian besar dijodohkan orang tua, serta tak sedikit yang dinikahkan sebagai bukan isteri pertama, dengan laki-laki yang layak sebagai ayahnya.

Model seperti itulah yang banyak terjadi di berbagai pelosok negeri, dan belum berubah atau sulit dirubah!?

Pada masa kini, bukan zamannya lagi perkawinan usia remaja, melainkan ada mode pengantin pra-remaja; mereka menikah sebelum berusia remaja atau terpaksa kawin pada usia belasan tahun atau anak-anak.

Perkawinan (pada usia) Anak, umumnya berdampak pada hal-hal yang lainnya, seperti laju pertumbuhan penduduk (angka kelahiran yang tinggi), kematian ibu pasca melahirkan (karena dukungan fisik yang belum mampu untuk melahirkan); tingginya kelahiran (bayi) prematur (belum saatnya) dan kematian balita; dan juga banyak perceraian.

Solusi Segera.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise, di Hotel Horison, Bandung, sejak Juli 2017 yang lalu, sudah berencana mengajukan revisi terkait batas usia pernikahan di dalam undang-undang, menyusul maraknya pernikahan usia dini, namun hingga kini, belum ada tanda-tanda kemajuannya. Oleh sebab itu, perlu dukungan semua pihak, terutama para politisi, bisa merevisi Undang-undang Perkawinan, khususnya pengubahan batas usia pernikahan; perempuan dari minimal 16 tahun menjadi 18 tahun; laki-laki menjadi 21 tahun.

Semoga.

Opa Jappy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun