Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia
Kini, Sekian Puluh Tahun Kemudian
Mungkin, dirimu termasuk pemuda/i kekinian, yang  pernah atau ikut 'melakukan gerakan' pada tahun 1974, 1977, 1980an, 1998, dan 13 tahun terakhir.
Era 74, 77, 80an mahasiswa bergerak, namun cepat reda karena di hadang 'sepatu lars' hingga tak berdaya. Hmmm ... jadi ingat, tanda di jidatku; bekas robek terkena pentungan.
Era 98, bisa disebur akumulasi dari Gerakan 74, 77, 80an. Saat itu, sangat banyak para mantan 74, 77, dan 80an mendorong dan supurt para yunior untuk bergerak. Dan, berhasil.
Era 13 tahun terakhir; bisa saya sebut, maaf saja, jika saya sebut sebagai gerakan serba-serbi. Serba-serbi karena sangat banyak yang mereka teriak atau pun tuntut melalui orasi. Misalnya, aksi-aksi mahasiswa atau pun oknum-oknum yang 'atas nama mahasiswa' menolak UU Sistem Pendidikan, Turunkan Harga BBM, Anti Reklamasi, Save Palestina; juga ada aksi berlabel mahasiswa yang menolak Kandidat Kepala Daerah yang beda iman serta mengusung sentimen SARA dan menolak 4 pilar berbangsa dan bernegara.
Agaknya, pada era 13 tahun terakhir, hampir merata di seluruh Indonesia, muncul gerakan kaum muda (yang disokong para tua-tua oposan) dengan kecenderungan terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa serta terjadi skisma sosial.
Melihat kecenderungan tersebut, jika tak dihadang, maka dengan cepat dan pasti, Indonesia (akan) kehilangan jiwa, roh, dan semangat Sumpah Pemuda 1928. Oleh sebab itu, saya setuju, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah nyata untuk menghangatkan kembali Indonesia dengan 'Semangat Sumpah Pemuda' melalui Deklarasi Kebangsaan 2017.