Margond Raya, Depok--Anda ingat atau pernah dengar nama Rudi Soik? Atau, mungkin saja, anda baru mendengar; tak apa-apa. Rudi Soik adalah anggota Polri dari Polda Nusa Tenggara Timur, yang sekarang bertugas di Polres Timur Tengah Selatan, NTT.
"Rudi Soik mulai menjadi perhatian publik dan Polda NTT, setelah Kapolada NTT, Endan Sunjana, menetapkan Rudi Soik sebagai bagian dari Tim Pemberantasan Trafficking bentukan Kapolda NTT. Keberhasilan pertama dari tim tersebut adalah Rudi Soik menahan salah satu tersangka yaitu Tedy, yang diduga kuat merupakan 'orangnya' Brigjen Alex Mandalika (Mabes Polri) dan Kombes Pol Sam Kawengian (Dirumum Polda NTT).
Setelah kasus tersebut terungkap, dan kemudian berkembang menjadi "skandal regional" dan menjadi perhatian secara nasionl dan dunia, terjadi hal-hal yang diluar dugaan banyak orang yaitu, ada sejumlah ancaman dan rekayasa jahat terhadap Rudi Soik yang dilakukan oknum tertentu, info menyebutkan bahwa mereka berpangkat Kombes." [Sumber: Opa Jappy - Kompasiana].
Kemarin, 21 Oktober 2017, di Area Kompasianival 2017, Rudi Soik hadir bersama aktivis Anti Human Trafficking lainnya yatu Todora Radisic. Mereka, sejak beberapa tahun lalu, bersama saya dalam kegiatan Anti Human Trafficking atau Tindak Pidana Penjualan Orang. Giat yang bersifat 'relawan' dan fokus pada kumpulkan data, fakta, info tentang Human Trafficking; kemudian diteruskan ke aparat terkait.
Kemarin, ketika ada dan melihat potensi 'Jurnalisme Warga' para penulis di Kompasiana, aktivis Anti Human Trafficking, utamanya Rudi Soik dan Todora Radisic menyampaikan beberapa harapan kepada Opa Jappy agar diteruskan ke Kompasiana. Hal-hal tersebut lain:
Human Trafficking adalah Masalah Bangsa
Menurut Rudi Soik, Human Trafficking bukan melulu urasan NTT atau daerah lainnya, melainkan masalah Bangsa, jadi perlu dibereskan dari Pusat hingga Daerah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Todora Radisic, menururtnya, "Pada kasus-kasus Human Trafficking, kehormatan bangsa dan martabat kemanusiaan rakyat RI dikoyak dan diinjak-injak oleh Mafia Human Trafficking." Oleh sebab itu, menurut Rudi dan Todora, Human Trafficking harus masuk pada tindak kejahatan yang luar biasa, sehingga para pelakunya dihukum berat, bahkan hukuman mati.
Sadar Administrasi Publik
Rudi Soik dan Todora Radisic  mengakui bahwa, niat orang bekerja di Luar Negeri tak bisa dilarang, namun harus sesuai aturan atau undang-undang. Menurut mereka, hampir semua korban Human Trafficking, bermasalah di data-data  administrasi publik; dan itu berlanjut pada KTP dan Paspor aspal atau pun palsu. Kunci penanganannya ada di aparat yang mengeluarkan KTP dan Paspor. Oleh sebab itu, Penda perlu melakukan edukasi publik agar warga sadar administrasi publik.
Peran Jurnalis Warga pada Pemberantasan Human Trafficking
Secara khusus, menurut Rudi Soik dan Todora Radisic, para penulis di Kompasiana, yang juga ada dalam grup Kompas Gramedia, bisa berperan pada giat Anti Human Trafficking di RI. Hal tersebut, dapat dilakukan dengan menulis yang bersifat edukasi publik dan juga publikasi hasil atau temuan-temuan korban Human Trafficking yang tidak dipulikasi oleh media mainnya.
Selanjutnya, menurut Todora, dengan kekuatan ribuan penulis di Kompasiana; misalnya 10 % sering menulis tentang Human Trafficking, maka bisa terbangun 'tag line' di masyarakat agar secara bersama melawan Human Trafficking.
Nah. Mudah khan.
Berdasar semuanya itu, saya, Opa Jappy, harus akui bahwa hanya sedikit artikel atau penulis di Kompasiana tentang Human Trafficking. Oleh sebab, 'permintaan' para Aktivis Anti Human Trafficking tersebut, perlu mendapat perhatian kita, sehingga mau menulis tentang Human Trafficking.
Semoga.
Opa Jappy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H