Di Suatu Tempat, Nan Jauh dari Nusantara--Hari ini, tak seperti 15 Oktober 2012, hari ini, sebagian besar warga DKI Jakarta, justru terkejut dan prihatin. Itulah sepotong pesan yang datang padaku melalui WhatsApp.
Setelah memburu info dari Tanah Air, terkejut dan keprihatinan warga tersebut, datang dari, "Setelah mereka melihat dan mendengar Pidato Selebrasi Anies Sandi sebagai Gubernur DKI Jakarta."
Ternyata, itu to
Beberapa jam yang lalu, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik sebagai Gub dan Wagub Jakarta, yang disambut hujan badai. Dilanjutkan acara Selamatan Jakarta di Balai Kota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Pada momen itulah Anies Baswedan menyampaikan pidato politik sebagai Gubernur DKI. Di hadapan para pendukungnya, menyatakan bahwa
"Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan polarisme dari dekat. Di Jakarta, bagi orang Jakarta, yang namanya kolonialisme itu di depan mata.
Kita semua pribumi ditindak, dikalahkan, kini saatnya kita menjadi tuan rumah di negeri Indonesia.
Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. 'etk s atellor ajm s ngremm', itik yang bertelur ayam yang mengerami.
Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan, kita yang bekerja keras untuk menghapuskan kolonialisme [dari berbagai sumber]."
Dari pidato di atas, saya bisa menerima dan maklumi jika ada warga DKI yang terkejut dan prihatin. Paling tidak ada beberapa hal, menurut saya, yang tak elok dari pidato politik tersebut.
Pertama. "Kita semua pribumi ditindak, dikalahkan, kini saatnya kita menjadi tuan rumah di negeri Indonesia."
Pribumi ditindak dikalahkan, Nies, maksudnya apa nich? Agaknya, ia kedepankan sentimen pribumi-non pribumi, dan generalkan  Jakarta sebagai Indonesia. Padahal, kalau mau jujur, leluhur Anies Baswedan pun bukan asli Nusantara; juga, Jakarta hanya 'sepotong' Indonesia.
Pada konteks sebagai Gubernur DKI Jakarta yang warganya datang dari aneka ragam bangsa, suku, sub-suku, sangat tak pada tempatnya seorang Gubernur memilah warganya sebagai pribumi-non pribumi.
Kedua. "Di Jakarta, bagi orang Jakarta, kolonialisme itu di depan mata. Kita yang bekerja keras  untuk menghapuskan kolonialisme"
Sebagai warga Jakarta, yang selalu ada area akar rumput, belum pernah melihat bahwa saat ini rakyat DKI Jakarta sementara dijajah. Agaknya, melalui 'pijakan awal' sentimen pribumi-non pribumi itulah, Anies melihat non pribumi sementara menjajah 'Pribumi Jakarta.'
Jadi, kolonial/isme yang Anies maksud adalah Non Pribumi. Lalu, siapa mereka?
Jika mengikuti 'pembagian kelas sosial' pada Era Koloni Belanda, maka Non Pribumi adalah penduduk Hindia Belanda keturunan Arab (Timur Tengah) Anak Benua Asia (kini India, Pakistan, Bangladesh), China, dan Eropa. Lalu, mana yang dimaksud Anies Baswedan (yang keturunan Arab)? Hanya Tuhan yang tahu.
Nah.
Berdasar semuanya itu, Â saya malah jadi ragu dengan pencapaian "Program 100 Hari Anies Sandi." Bagaimana mungkin program di bawah ini berhasil, jika 'pijakan awalnya' dimulai dengan 'pengkotakan dan pemilan' terhadap rakyat?
AB-SU PROGRAMS
[Program 100 hari Anies Baswesdan - Sandi Uno]
Kelompok Kegiatan Pertama: Melakukan rekonsiliasi berbagai golongan warga Jakarta Pasca Pilkada 2017 untuk memastikan lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang kondusif.
- Silaturahmi dengan seluruh mantan gubernur dan wakil gubernur, tokoh-tokoh yang mewakili semua golongan dan pimpinan partai politik.
- Membentuk forum gubernur dan wakil gubernur DKI sebagai wadah komunikasi yang berkelanjutan.
- Mengefektifkan forum kerukunan umat beragama di Jakarta.
- Menjadikan Balai Kota sebagai rumah rembug warga dengan mengadakan kegiatan 'Gubernur/Wakil Gubernur Mendengar.
- Memulai pertemuan kota (townhall meeting) per kecamatan sejak minggu pertama menjabat.
Kelompok Kegiatan Kedua. Fokus pada langkah-langkah awal dalam memenuhi program kerja prioritas.
- Lapangan kerja. Untuk menciptakan wirausaha dan menciptakan lapangan kerja.
- Pendidikan. Untuk mewujudkan pendidikan yang tuntas dan berkualitas untuk semua.
- Biaya hidup yang lebih berkualitas, meliputi program mengenai bahan pangan pokok, hunian dan transportasi.
Kelompok Kegiatan Keiga. Mengkonsolidasi birokrasi pemerintah DKI.
- Komunikasi dengan semua tingkatan birokrasi Pemda DKI agar tercipta semangat kerja yang positif dan saling menghargai.
- Menciptakan iklim kerja birokrasi yang lebih sehat, manusiawi dan produktif.
- Pembahasan RAPBD 2018 dan rancangan RPJMD 2018-2022.
- Sinergitas birokrasi dan pemerintahan provinsi dengan berbagai elemen civil society untuk membangun paradigma 'pembangunan berbasis gerakan'.
- Implementasikan open government dengan pengelolaan sumber pembiayaan anggaran secara transparan dan akuntabel, dimulai dengan menghindari manajemen keuangan non-bujeter.
- Menerbitkan peraturan gubernur sebagai landasan implementasi program prioritas.
Agaknya, program prioritas pada 100 hari sebagai Gub dan Wagub DKI Jakarta, hasil olahan Sudirmam Said ini, masih sebagai wacana dan janji.
Semoga
Opa Jappy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H