Tangga 7 September 2017 Â 19:29 WIB yang lalu, saya menulis, Praperadilan Setya Novanto, Suatu Upaya Agar Lolos dari Jeratan Hukum.Â
Pada artikel tersebut, saya nyatakan bahwa, "Setya Novanto, bukan sekedar rakyat biasa, tetapi juga Ketua Umum Golkar, dan juga Ketua DPR RI, jadi, jika ia duduk sebagai terdakwa (dan selanjutnya dihukum atau tidak), maka harus melepaskan diri dari jabatannya. Dan bisa jadi, karier politiknya pun tamat. Itulah yang dihindari oleh Setya Novanto."
Ternyata benar. Walau ada sekitar 200 bukti dokumen yang bisa membuktikan keterlibatan Novanto pada kasus e-KTP, termasuk indikasi keterlibatan tersangka; toh Setya Novanto lolos atau menang di Pra-peradilan.
Hal berikutnya, kok ia bisa menang? Itu yang menjadi pertanyaan publik. Publik, terutama pegiat anti korupsi, yang sudah 'menghukum' Novanton sebagai koruptor, tak bisa menerima keputusan Cepi Iskandar, Hakim tunggal pada persidangan Pra-peradilan Novanto.
Keputusan Cepi Iskandar tersebut, langsung mendapat tanggapan negatif dari berbagai pihak. Bahkan pihak Bidang Pengawasan Mahkamah Agung langsung  memeriksa kemungkinan ada sesuatu di balik putusan hakim Cepi Iskandar terkait dengan pra-peradilan itu pada Jumat, 28 September 2017.
Karier Hakim Cepi
Cepi Iskandar, lahir Jakarta, 15 Desember 1959, tahun 1992, diangkat sebagai
Hakim. Ia pernah bertugas di beberapa Pengadilan Negeri, antara lain
- Pengadilan Negeri Depok, juga sebagai Wakil Kepala Bagian Hakim
- Pengadilan Negeri Bandung. Di Bandung menangani kasus korupsi proyek pengadaan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dengan terdakwa Joko Sulistyo. Cepi, yang menjadi Ketua Majelis, menyatakan Djoko sebagai proyek pengadaan buku petunjuk, telah melakukan tidak ada penggalangan dana dalam proyek tersebut.
- Pengadilan Negeri Tanjung Karang pada tahun 2011-2013.
- Ketua Pengadilan Negeri Purwakarta. 2013-2015, Cepi Iskandar menangani kasus korupsi pengadaan alat sistem informasi pelanggan (CIS) dengan terdakwa Hariadi Sadono. Hariadi mantan Direktur PT PLN (Persero) di Lampung. Â Cepi adalah Ketua Majelis Yudisial saat memutuskan Hariadi pada tahun 2011, bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun dan biaya penggantian sebesar Rp 137.380.120.
- Sejak 2015 bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menangani 5-10 kasus per hari; terutama masalah pidana yang tidak melibatkan tokoh besar, seperti pencurian, penipuan, pembunuhan, dan perceraian.
Nah ...
Jadinya, Hakim Cepi menangkan Setya Novanto karena tak ada bukti hukum yang kuat; atau karena ada faktor lain, sebagaimana dugaan Mahkamah Agung?
Mungkin juga, Setya Novanto menang karena memang tak ada bukti keterlibatan dia, Â atau karena ia mempunyai banyak uang untuk 'mengatur' keputusan pra-peradilan.
Mudah-mudahan salah.
Opa Jappy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H