Pondok Cina, Depok--Segala sesuatu dan semua makhluk memiliki sejarah; memiliki kisah yang disebut my story, our storyatau pun his story. Storyitulah yang disebut sejarah. Sejarah (Yunani: , historia, harfiah, "penyelidikan, pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian") adalah studi tentang masa lalu; tentang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan kegiaatan hidup dan kehidupan manusia. Sejarah, juga bisa bermakna diskripsi atau pun ingatan (dalam pikiran) tentang semua kegiatan manusia (secara menyeluruh) pada masa lalu atau sebelumnya.
Jarak atau durasi waktu antara 'masa lalu' dan 'masa kini' dalam (Ilmu) Sejarah, adalah relatip dan tergantung 'Sejarah' itu dipercakapkan. Artinya, suatu peristiwa yang terjadi, bisa disebut sejarah pada hari ini; bisa juga peristiwa yang sudah lama terjadi, dan ada dalam ingatan, pada masa kini, ditulis ulang sebagai sejarah.
Sejarah, umumnya, ditulis berdasarkan tujuan yang hendak diraih, dan alasan politik/is, agama, superioritas etnisitas, kuasa dan kekuasaan. Dengan itu, sejarah menjadi atau berisi kisah 'para pemenang.'
Sedangkan kisah-kisah mereka yang kalah, tertindas, tersingkir, termarginal, menjadi tragedi hidup dan kehidupan; dan seringkali penuh ratapan pilu, kesedihan, dan air mata. Tragedi, menjadi sisi lain dari sejarah; keduanya bagaikan sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Suatu contoh yang paling mengemuka dan hangat yaitu Sejarah G30S PKI. Puluhan tahun rakyat RI harus menerima 'Sejarah yang ditulis berdasar tujuan yang hendak diraih.' Akibatnya, tak ada tempat untuk mereka yang menjadi korban atau dikorbankan, dituding, dituduh PKI. Mereka tak ada disebut di/dan dalam Sejarah.
Kisah serta derita hidup dan kehidupan mereka jadi tragedi dan stigma bahkan aib yang tetap membekas, bahkan sebagai luka-luka batin yang tak tersembuhkan. Karena itu, agar lepas dari beban berat tersebut, mereka mencoba untuk 'Mengungkapkan Kebenaran Sejarah 1965/66.' Di sini, mereka, saya, kami, kita, sebagai anak-cucu dari yang dituduh-dituding PKI, ingin adanya kejelasan dan kepastian. Jika ya, maka dengan lapang dada, harus menerimanya; namun, jika tidak, maka harus ada pemulihan diri secara menyeluruh
Apa yang salah dengan kegiatan tersebut?
Berulangkali, para 'Korban Sejarah' tersebut berupaya, namun selalu digagalkan, sehingga luka-luka batin mereka semakin parah. Mereka tak punya daya untuk menghapus stigma komunis serta tak berdaya jadikan tragedi menjadi sejarah.
Rusuh yang kemarin di sekitar Gedung LBH, adalah contoh terbaru tentang penindasan terhadap mereka yang telah sekian lama  tertindas. Upaya untuk pemulihan hidup dan kehidupan, dituduh serta dituding dan dituduh 'ingin menumbuhkan kembali PKI.'
Sungguh menyangkal akal sehat dan tak terjawab melalui logika normal.
Bangsa yang Besar dengan Kebencian Politik
Bangsa yang besar ini, sementara sakit; 'sakit dendam dan tiada maaf.' Â Sehingga yang terjadi adalah kebencian politik yang menjadikan seseorang atau komunitas tidak dapat mengekspresikan dan menyalurkan aspirasi politiknya, serta hak-hak politiknya dirampas dan diabaikan, termasuk pengekangan terhadap individu dan kelompok sehingga mereka tak mempunyai hak politik. Karena kebencian politik merupakan sifat, sikap, kata, tindakan yang menunjukkan ketidaksukaan, benci, serta kebencian politisi terhadap yang lainnya; atau politisi membenci politisi lainnya, lawan politik, bahkan, siapa pun yang dituding sebagai pesaing politis dan politik.
Jadi, jelas khan, siapa yang ada di balik penyerangan terhadap 'Mengungkapkan Kebenaran Sejarah 1965/66.'
So. Kapan kita sembuh dari sakit?
Opa Jappy
Gerakan Damai Nusantara
Relawan Cinta Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H