Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pencerahan dari Dubes RI untuk Myanmar, Ito Sumardi

8 September 2017   20:42 Diperbarui: 8 September 2017   21:07 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Isu Rohingnya memang memang persoalan yang menahun di Myanmar yang belum terselesaikan hingga saat ini karena masalahnya sangat komplek dan tidak sesederhana yang dibayangkan masyarakat ditanah air.

Sejak persoalan kewarganegaraan dari etnis ini tidak dapat terakomodasi dengan baik dalam UU Kewarganegaraan Myanmar (Burma), Etnis Rohingnya juga terjerembab pada konflik horizontal dengan etnis Arakan yang menjadi suku mayoritas di Rakhine State, yang kemudian memuncak pada saat terjadinya kasus pemerkosaan dan pembunuhan antar dua kelompok etnis tersebut pada tahun 2012.

Bahkan dalam konflik itu melibatkan tokoh agama, namun konflik itu sebenarnya juga berakar pada soal social economy, poverty dan etnisitas." [Sumber: Jakarta News].

Hari ini, 8 September 2017, Dubes RI untuk Myanmar Ito Sumardi memberikan penjelasan utuh mengenai latar belakang krisis Rohingya.

Penjelasan dari Dubes Ito Sumardi tersebut,  sekaligus merupakan pencerahan kepada semua pihak yang selama ini beropini salah tentang Rohingya dan Myanmar.

Dengan demikian, kita, anda dan saya, hendaknya melihat persoalan Rohingya secara proporsional dan holistik, namun bagaikan benang kusut, bahkan sebagai bagian dari gerakan separatis di Myanmar.

Dan jika dunia mengecam Aung San Suu Kyi dan mengandalkan perannya untuk meredakan konflik Rohingya itu pun tidak fair. Sebab, Suu Kyi dan parpolnya hanya pemimpin de facto di Myanmar. Penguasa dan pemimpin de jure di Myanmar masih ada pada pihak militer. Jadi, di Myamar kepemimpinan politik belum berada di tangan pihak sipil.

Walau seperti itu, apakah Aung San Suu Kyi diam saja? Tentu tidak!

Di kasus Rohingya inilah Aung San Suu Kyi akan diuji dan dinilai oleh dunia bagaimana dia bisa bermain cerdik di bawah -notabene Myanmar sesungguhnya masih berada di bawah otoritas rezim militer- kekuasaan pihak konservatif militer. Jadi sangat wajar Aung San Suu Kyi melontarkan pernyataan keras kepada pihak di luar negaranya yang seenaknya mengkritik dan menyalahkan dirinya; "Urus negara kalian sendiri!" Sungguh benar, jangan jadi penjahat teriak penjahat.

Ya. "Urus negara kalian sendiri," kata-kata yang nyakitin dan telak. Namun, menurut saya, kata-kata tersebut lebih tertuju kepada mereka yang gunakan isue Rohingya untuk menyerang Pemerintah dan suarakan sentimen SARA.

Jadi, hendaknya, anda dan saya, tak ikut serta ikutan latah menyuarakan ini itu yang tak benar tentang Rohingya; apalagi menebarkan foto-foto hoax untuk menarik perhatian publik.

Selain itu, ada baiknya, jika anda dan saya mau 'membela' Rohingya, maka bukan dengan cara mencaci maki umat beragama, melainkan salurkan dana dan daya melalui lembaga sosial yang ada.  Atau, yang paling mantab, datang dan bertemu, serta beri mereka bantuan di tempat-tempat penampungan pengungsi. Lebih indah lagi, tampung mereka di rumah anda.

Cukup lah

Opa Jappy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun