Cipanas, Jawa Barat | Filsafat, Yunani: philosophia, Â philien/phileo - cinta; Â sophia - kebijaksanaan. Jadi, sederhananya, filsafat bermakna cinta kebijaksanaan. Sedangkan filosofi adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang; serta konsep dasar mengenai hidup dan kehidupan yang dicita-citakan.
Sejak masa lalu, jauh sebelum Era Bersama dan serta sistimisasi pengetahuan sebagai ilmu, telah ada yang disebut filsafat. Pada masa itu, filsafat dikenal sebagai  kegiatan, orasi, dan narasi para Filsuf.
Belakangan, kegiatan, orasi, narasi tersebutlah ditulis, disistimatikan, diklasifikan menjadi ilmu yang diajarkan (dan sebagai pelajaran wajib untuk semua warga Polis atau Negara Kota).
Itulah yang dikenal sebagai Ilmu Filsafat; yaitu ilmu tentang bagaimana (cara) seseorang melakukan transfer pemikiran (kepada orang atau pihak lain) secara bijak, Â bijaksana, dan berhikmat. Selanjutnya, pada konteks itu, maka muncul pelbagai cabang Filsafat dan Ahli (Tentang) Filsafat.
Tentang Filsuf/Filosof
Sederhananya, (seorang) filsuf adalah orang yang berhomolia agar orang lain cinta kebijaksaan; atau orang melakukan kegiatan, orasi, dan narasi, agar audiensnya pahami, ikuti, serta bertindak  bijak dan penuh kebijaksanaan. Seorang filsuf ada karena ia belajar (dari filsuf sebelumnya) atau pun 'jadi' karena ia local genius yang bertalenta filsafat.
Para filsuf, pada masanya, mengajari murid-murid atau pendengar tentang Negara dan Cinta Negara, Hormati Kaisar atau pemerintah, alalm semesta, etika, serta hal-hal mengenai ketertiban hidup dan kehidupan.Â
Tujuannya adalah terciptanya demos atau rakyat yang tertip, disiplin sehat, berkualitas, dan berpengetahuan; sehingga mampu survive dan membela Negara. Seringkali, Filsuf pun menjadi orang penting di Istana, karena sebagai mentor para pangeran.
Ok. Kita lanjukan.
Pada masa lalu, para filsuf Yunani mengungkapkan pada dasarnya manusia adalah makhluk yang paling cerdas. Namun kecerdasan itu harus dilatih agar bisa tampil keluar, serta dilihat oleh orang lain. Seseorang yang cerdas, maka ia bisa menjadi manusia seutuhnya, jika menguasai filsafat, seni, dan olahraga; ketiga hal itu sudah ada dalam diri manusia. Bahkan menurut Aristoteles, manusia (yang sehat menguasai ilmu, seni, olahraga) seharusnya juga mempunyai ethos, logos, dan pathos.
ETHOS, merupakan karakter moral yang baik dan diterima oleh siapapun, ia mampu melakukan pendekatan dengan/melalui cara-cara atau perilaku hidupnya yang baik dan bermartabat. PATHOS, kemampuan membuka jalan untuk orang lain; mampu menyentuh perasaan dan emosi seseorang melalui teladan hidup dan kehidupan. LOGOS, kemampuan mengukapkan kata-kata yang dapat atau mampu meyakinkan orang lain, sehingga mereka mendapat pengetahuan baru ataupun berkembang secara intelektual dan kecerdasannya, [Opa Jappy | Kompasiana].
Berdasar semuanya itu, sangat jelas bahwa ada perbedaan antara Ahli (tentang) Filsafat dan Filsuf atau Filosof. Ahli (tentang Ilmu) Filsafat, bisa mencapai gelar Profesor, tapi belum tentu ia adalah seorang Filsof atau jadi Maha Guru bijak yang penuh Kebijaksaan.
Dengan demikian, pada masa kini, jika menemukan Profesor yang orasi dan narasinya tak sesuai dengan 'pakem seorang filsuf,' maka bisa dipastikan bahwa ia buka filsuf; ia hanya sekedar ahli pada bidang Ilmu (tentang) Filsafat.
Oleh sebab itu, saya berharap, publik tak menerima apa-apa yang datang dari bukan filsuf sebagai kebenaran filosofis serta ilmiah. Sebab, seorang filsuf bertujuan mencerdaskan rakyat bukan meracuni bangsa dengan kecerdasan semu. Terimalah sebagai 'hoax ilmiah.'
2 September 2017
Opa Jappy, WA +6281286032012 | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H