Dampaknya, memunculkan dukungan amarah dari mereka atau berbagai pihak yang terprovokasi. Selanjutnya, adalah tindakan anarkhis ataupun main hakim sendiri.
Tindakan persekusi sudah menyebar merata di seluruh Indonesia. Misalnya, penolakan terhadap orang tertentu di Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan NTT, juga ancaman dan intimidasi terhadap Dokter Fiera Lovita di Sumatera Barat.
Di samping itu, harus diakui juga bahwa, saat ini, publik sudah muak dengan segala bentuk orasi dan narasi yang bernuansa sentimen SARA; publik juga marah terhadap orang-orang serta ormas yang selalu kedepankan sentimen SARA, namun tetap eksis.
Publik yang muak dan marah tersebut apatis dan enggan melapor ke aparat, karena seakan berhadapan dengan lembaga bisu, tuli, lumpuh, dan tak berdaya. Laporan publik seakan terbawa angin atau pun tenggelam di laut.
Oleh sebab itu, publik menggunakan medsos sebai saluran aspirasi; dan diharapkan aspirasi tersebut, bisa sampai ke pengambil keputusan dan pusat kekuasaan.
Aspirasi yang terpublish itulah, menjadikan sejumlah orang tersinggung, marah sehingga memunculkan persekusi.
Kini, dalam rangka Indonesia Tampa Kekerasan dan Radikalisme, anda dan saya mau di sisi mana; sebagai pemarah atau peramah.
Opa Jappy | Seputaran Universitas Indonesia, Depok