Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keresahan Dibalik Kenapa 'Percaya" Saya Buat Ahok?

27 November 2016   12:25 Diperbarui: 27 November 2016   13:28 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buat saya, Opa Jappy, hal yang paling menarik dalam ‘Kenapa Percaya’ adalah rangkaian jawaban dan pernyataan sederhana kepada mereka yang menolak Ahok berdasar teks-teks Quran; Nini Hamid menjawabnya dengan luga serta mudah dipahami oleh siapa pun. Di sini, semua pembaca, sekalipun tak mengenal teks Quran, bisa pahami dengan baik.  

Selanjutnya, menurut Nini Hamid, banyak sekali berita serta pendapat tentang haramnya seorang muslim memilih pemimpin nonmuslim.Mereka yang berpendapat demikian berdalih, menyebut larangan itu bukan pendapat pribadi, tetapi perintah Allah yang tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an. Sebenarnya pendapat mereka kurang tepat, lebih tegasnya lagi, sesungguhnya pendapat mereka salah. Tidak ada satu pun ayat yang melarang orang muslim memilih pemimpin non muslim.

Yang tercantum dalam kitab suci adalah orang-orang beriman dilarang menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya (pemimpin). Ada pula ayat yang mengingatkan agar orang-oorang beriman dilarang menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai auliya/pemimpin, terkadang diartikan sebagai teman setia. Yahudi dan Nasrani yang mana dan dalam konteks bagaimana, itu pun tidak bisa disamaratakan. Perlu pemahaman bijak untuk memahami maksud larangan ini, tidak serampangan mengartikan.

Auliya, akar katanya ialah wa-li-ya, arti secara harfiah, dekat/terjangkau.Dari akar kata tersebut, terbentuk banyak kata lain, namun di sini saya membatasi pada kata waliyyu/kawan pelindung dan auliyaa’u yang bermakna kelompok yang melindungi, penyokong, sponsor atau aliansi. Tidak ada ulama tafsir yang menerjemahkan sebagai pemimpin. Anehnya, terjemah pemimpin hanya ada di Indonesia.

Kalau umat Islam terus saja menganggap bahwa auliya itu pemimpin dan terbatas pada penguasa Negara, malah menimbulkan ketidakadilan. Bagaimana bila ada orang cerdas, jujur, adil, dan punya kemampuan mengelola negara, terhalang tidak bisa menjadi pemimpin, hanya karena identitas agama pada KTP-nya tertulis selain Islam? Yakin sejuta persen, bahwa Allah tidak mungkin membuat peraturan yang bertentangan dengan sifatnya yang Mahaadil.

Semua manusia dengan segala perbedaannya adalah ciptaan Allah juga, dan berhakl menikmati sikap adil dari penciptanya. Kekuasaan diberikan secara bergiliran, kepada orang yang Allah kehendaki. Tak pernah kita diajarkan untuk menolak kepemimpinan, kecuali pemimpin tersebut melakukan kezaliman yang nyata.

Di sini, Nini Hamid tidak menolak ayat tersebut, namun hanya mengoreksi penafsiran yang kadang dipahami oleh hampir semua umat Islam. Arti kata auliya itu sendiri yang tak boleh kita persempit artinya. Ada dua kata dari bahasa Arab yaitu ulil amri dan auliya yang diartikan menjadi satu kata yang sama, yaitu pemimpin. Ulil amri yang tercantum dalam Qs. An-Nisa ayat 59 dan Qs. An-Nisa ayat 48, juga diartikan sebagai pemimpin.

Uraian berikutnya, ulil amri lebih tepat diartikan sebagai pemimpin politik atau pengelola negara. Karena secara bahasa, ulil amri artinya orang-orang yang memegang urusan, pihak yang berwenang. Qs. An-Nisa ayat 59: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan), di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Hukum haram dan halal menyangkut memilih ulil amri (pemegang urusan) tidak ada. Yang ada justru perintah untuk mematuhi ulil amri, yang mendapat wewenang mengatur umat. Tentunya melihat kepada benar/salahkah perintah ulil amri tersebut dipandang dari kacamata kebenaran universal.

Dari susunan kata terlihat jelas bahwa taat kepada Allah dan Rasul itu mutlak, tak bisa ditawar lagi. Sedangkan kepada pemegang urusan/kekuasaan, tidak ada kata ‘taatilah’. Maksudnya, kepada pemegang kekuasaan, taat itu mengandung syarat, kita boleh taat sepanjang aturannya tiudak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul. Kita boleh mengkritisi bahkan menolak taat, bila aturannya bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.

Inilah ayat yang tegas mengarah kepada pemimpin sebagai pemegang kekuasaan/urusan politik. Sedangkan ayat-ayat lain yang sering dijadikan acuan sebagai larangan orang beriman mengangkat orang kafir jadi pemimpin, bahasa Arab yang digunakannya adalah auliya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun