28 Juli 2016 yang lalu, sekelompok “Pejuang Moral” yang tergabung di Grup WA PN1 melakukan pertemuan di Hotel Alia Jakarta. Selain sebagai ajang kopdar, mereka juga melakukan diskusi yang berhubungan dengan Pilkada DKI Jakarta 2016. Menurut sebaran hasil diskusi yang saya dapat melalui WA INDONESIA HARI INI, hadir pada kopdar dan dan diskusi tersebut antara lain,
- Irjen Pol Purn Taufik Ruki
- Dr. Ichsanuddin Noersy
- Joko Edhy
- Ferdinand H, Burhan R
- H.Ismai Yusanto
- Drs. Muchtar E Harahap MSc
- Habil Marati SE MM
- Anhar Nasution
- Ratna Sarumpaet
- Benny Pramula
- Sofyano Zakaria
- Dr MD La Ode
- Bambang Wiwoho
- Lily Wahid
- Mayjen Purn Prijanto Soemantri
- Samuel Lengkey SH MH
- Dr Emir Sundoro
- Bursah Zarnubi
- Prof Ryas Rasyid
- Mayjen Purn.Adityawarman
- Prof. Dr. Sri Bintang Pamungkas
Pada diskusi yang dipimpin M.Hatta Taliwang (Admin WAG PN1) dan notulis Racmad Sofian, para Pendekara Moral tersebut mendapat kesimpulan besar dan saran untuk dilaksanakan oleh PNI1 (Sorry, saya tak tahu kepanjangan dari PN1, dan juga tak mau bertanya, sehingga menulis apa adanya).
Kesimpulan Diskusi:
Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang tidak layak kembali untuk memimpin Jakarta 5 tahun ke depan. Hal ini dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dirasakan oleh masyarakat Jakarta sangat merugikan. Secara data, angka dan fakta kinerja Ahok tidak selaras dengan visi dan misi Jakarta sebagai Ibukota RI.
Kehadiran Ahok sebagai pemimpin Jakarta mendatang, akan membuka kotak Pandora penguasaan asing yang dimulai dari Ibukota. Kondisi ini akan menghempaskan bangsa Indonesia dari hilangnya kemartabatan, kemandirian dan kedaulatan bangsa secara komprehensif dan sistematis.
Ahok adalah musuh bersama dan harus dihentikan. Gerakan secara intelektual menghentikan Ahok harus sesegera mungkin dilakukan dengan strategi yang cerdas dan terstruktur secara rapi untuk menimbulkan kesadaran masyarakat Jakarta bahwa Ahok bukanlah pemimpin yang tepat untuk Ibukota lima tahun mendatang.
Ahok menjadi ikon pemimpin yang dholim dan harus dihentikan, bukan didasari oleh karena Ahok adalah seorang keturunan etnis Cina dan non muslim. Persepsi yang dibangun karena Ahok telah melukai hati dan dirasakan secara fisik oleh rakyat Jakarta dengan berdalih pada kebijakan-kebijakan yang dianggapnya sebagai kebijakan dalam mensejahterakan rakyat Jakarta. Namun sesungguhnya semuanya adalah kebohongan besar yang dieksploitir dan dirancang secara sistematis melalui gerakan-gerakan politik melalui penetrasi media-media formal.
Tanggapan Saya.
Berdasar kesimpulan tersebut, saya membangun tanggapan; tanggapan ini, bukan karena saya sebagai Jubir Relawan Cinta Ahok, namun sebagai rakyat biasa yang suka menulis sekaligus melurkan yang tak lurus.
“Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang tidak layak kembali untuk memimpin Jakarta 5 tahun ke depan. Hal ini dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dirasakan oleh masyarakat Jakarta sangat merugikan. Secara data, angka dan fakta kinerja Ahok tidak selaras dengan visi dan misi Jakarta sebagai Ibukota RI.”
Pertanyaan mengelitik adalah, “Apa visi dan misi Jakarta sebagai Ibukkota RI!?” Mungkin saya yang terlalu “tidak tahu” sehingga tidak mengetahui dengan jelas tentang visi dan misi Jakarta sebagai Ibukota RI; mungkin ada, namun saya tak tahu. Pada hemat saya, Jakarta, sebagai kota; dan “kota” bukan badan atau organisasi yang mempunyai visi dan misi. Jadi, yang memiliki visi dan misi tentang Jakarta, mungkin saja Pemerintah atau pun Pemda DKI. Berdasar banyak pernyataan dari aparat Pemda DKI, termasuk Basuki Tj Purnama, mereka ingin Jakarta menjadi “Jakarta Baru” dengan penataan lingkungan yang ramah, indah, metropolis, sekaligus memberikan layanan terbaik kepada publik, bebas sampah, polusi, kumuh, macet, banjir; serta warag Jakarta bisa mengekspresikan diri dengan tanpa hambatan.
Dengan simpulan visi misi aparat Pemda DKI seperti di atas, tentu saja ada hal-hal tertentu yang harus dikerjakan dan dibuat dalam rangka mencapai visi dan misi. Dengan demikian, tudingan bahwa kebijakan Ahok merugikan warga Jakarta, adalah suatu hal yang sangat tak tepat. Jadi, para “Pendekar Moral” perlu melihata Perda-perda yang lahir jauh sebelum Ahok menjadi Gubernur DKI, yang semuanya bertujuan agar Jakarta menjadi lebih baik, namun tak pernah dilaksanakan oleh gubernur-gubernur sebelumnya.
“Kehadiran Ahok sebagai pemimpin Jakarta mendatang, akan membuka kotak Pandora penguasaan asing yang dimulai dari Ibukota. Kondisi ini akan menghempaskan bangsa Indonesia dari hilangnya kemartabatan, kemandirian dan kedaulatan bangsa secara komprehensif dan sistematis.”
Luar Biasa. Ahok memimpin Jakarta, dan ia karena mejadikan Indonesia terhempas .... bla bla bla. Sebegitu berkuasanya Si Ahok sehingga ketika ia menjadi Gubernur, maka membuka rombongan pengusaha asing untuk merusak RI!? Bukankah yang mengeluarkan izin agar orang asing berusaha di Indonesia adalah wewenang pemerintah pusat!? Hmmmmm .... sesuatu yang sangat hiperbola, jika disebut bahwa Ahok akan “membuka” peluang sehingga terjadi sikon yang bisa “menghempaskan bangsa Indonesia dari hilangnya kemartabatan, kemandirian dan kedaulatan bangsa secara komprehensif dan sistematis.”
“Ahok seadalah musuh bersama dan harus dihentikan. Gerakan secara intelektual menghentikan Ahok harus sesegera mungkin dilakukan dengan strategi yang cerdas dan terstruktur secara rapi untuk menimbulkan kesadaran masyarakat Jakarta bahwa Ahok bukanlah pemimpin yang tepat untuk Ibukota lima tahun mendatang. Ahok menjadi ikon pemimpin yang dholim dan harus dihentikan, bukan didasari oleh karena Ahok adalah seorang keturunan etnis Cina dan non muslim.”
Sangat luar biasa. Para "Pendekar Moral" yang berkumpul di Hotel Alia, walau sekitar 50 orang, dan dengan latar pendidikan yang relatif tinggi serta mantan pejabat, ternyata bisa memberikan "stempel" pada Ahok sebagai "musuh bersama." Tentu saja, mereka telah memusuhi Ahok, atau bahkan membencinya; dan kini, bisa saja, membentuk suatu gerakan TSM untuk menebarkan kebencian serta permusuhan sehingga publik juga memusuhi dan membenci Ahok. Dengan demikian, walaupun mereka menyebut penghentian gerak maju Ahok bukan berdasar sentimen SARA, namun tudingan keras dan pedas pada didi Ahok, bisa menunjukkan bahwa dasarnya adalah ketidaksukaan pada Ahok karena dwi-minoritas pada dirinya.
"Persepsi yang dibangun karena Ahok telah melukai hati dan dirasakan secara fisik oleh rakyat Jakarta dengan berdalih pada kebijakan-kebijakan yang dianggapnya sebagai kebijakan dalam mensejahterakan rakyat Jakarta. Namun sesungguhnya semuanya adalah kebohongan besar yang dieksploitir dan dirancang secara sistematis melalui gerakan-gerakan politik melalui penetrasi media-media formal."
Di sini, sangat jelas terlihat bahwa para "pendekar moral" telah mengkesampingan semua hasil kerja dan kinerja Ahok, dan menuding sebagai suatu kebohongan besar. Agaknya, para "pendekar moral" tersebut perlu melihat secara detail apa yang terjadi dan telah berubah di Jakarta; mereka harus melihat jauh ke bawah, dari para "pasukan oranye" hingga tanda-tanda fisik layanan publik Pemda DKI, termasuk lingkungan Jakarta.
Hmmmmm ...............
Lucu Memang dan Memang Lucu. Peserta diskusi tersebut ada sejumlah Doktor dan profesosr, bukankah para doktor dan profesor tersebut mengenal dan sangat paham tentang "apa yang disebut Survey Kualitatif dan Kuantatip, serta Penelitian Ilmiah" yantg dilakukan bukan karena "apa kata orang" melainkan berdasarkan data serta fakta!?
Timbul Tanya, apakah para Doktor dan Profesor PN1 menyimpulkan "segalanya tentang Ahok" berdasar Data dan Fakta!?
Jika sudah, maka apa yang memang seperti yang mereka ungkapkan!?
Jika belum, maka dengan rasa sesal dan malu, saya harus katakan bahwa, "Mereka Asdon atau Asal Bunyai;" yang ada pada mereka adalah fitnah, benci, kebencian, dan sekaligus membangun kebencian publik terhadapa Ahok.
Kesimpulan diskusi di Hotel Alia tersebut, dilanjutkan dengan beberapa saran, sebagaimana ditulis oleh Racmad Sofian, sebagai berikut:
Gagasan dari skema pertarungan menuju DKI 1 perlu dirumuskan secara bersama-sama dengan membentuk tim kecil WA PN 1 yang akan mendorong KITA, memilih pemimpin yang jujur, bersih, tegas, cerdas, bermartabat, dan merebut hati rakyat Jakarta sesegera mungkin diseluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka merebut kursi DKI 1 dan merebut kedaulatan dalam ke-Indonesia-an. Bentuk kongkrit yang diusulkan yaitu RUMAH RAKYATyang berfungsi sebagai tempat menampung inspirasi, aspirasi, gagasan dan aksi yang lebih strategis dengan melibatkan seluruh peran elemen masyarakat Jakarta untuk menghentikan Ahok sebagai pemimpin Jakarta mendatang.
Gerakan intelektual secara masif seperti adanya kelompok-kelompok penekan (Presure Group) yang bergerak secara cerdas untuk melakukan penetrasi dan komunikasi politik kepada Partai-Partai Politik pengusung calon Gubernur baik yang sudah nyata dan tegas mendukung Ahok atau pun Partai Politik yang belum menentukan sikap dan belum mendeklarasikan calon Gubernur. Sisi lain, sejalan dengan gerakan intelektual, gerakan-gerakan memanfaatkan jaringan komunitas masyarakat baik yang ada di Masjid, Organisasi Massa maupun lintas generasi harus dilakukan secara cepat, cermat dan akurat dalam membangun opini di masyarakat Jakarta. Mengingat secara data, terdapat hampir 60% masyarakat muslim non politik di Jakarta yang bisa menjadi basis yang dapat didekati dengan pendekatan persuasif dan keterikatan emosional atas visi dan misi yang sama.
Media-media publik yang berorientasi secara independen diyakini menjadi media yang cukup signifikan dan efektif untuk melakukan gerakan-gerakan intelektual dalam menghentikan Ahok baik dalam bentuk penggalangan multimedia dan ruang publik sosial lainnya, perlu dibuat secara komprehensif untuk menyuarakan dan menyadarkan masyarakat Jakarta atas kinerja Ahok yang gagal serta kasus-kasus hukum yang menjeratnya, yang selama ini dirasakan tertutup oleh pemberitaan media atas kebohongan kinerja Ahok. Mengingat media-media formal saat ini sudah tidak bisa diharapkan independensinya atas penilaian terhadap kebijakan Ahok yang sudah menyimpang. Memperbanyak isu-isu media seperti pemberitaan di media cetak, seri-seri buku tentang data, fakta dan lainnya, flyer, stiker dan lain sebagainya yang intinya adalah gerakan sederhana namun spektrumnya luas dan dapat menyentuh serta merebut hati rakyat untuk tidak memilih Ahok.
Mengamanatkan kepada tim kecil WAG Peduli Negara 1 untuk melakukan kajian dan analisis yang komprehensif terhadap strategi menghentikan Ahok, sekaligus mencari siapa KITA yang dianggap layak untuk menjadi calon yang dihadapkan dengan Ahok. Hasil kajian dan analisis yang telah disepakati oleh tim kecil WAG PN 1 akan diserahkan kepada partai-partai politik pengusung calon untuk menjadi pertimbangan dalam menentukan calon Gubernur DKI Jakarta mendatang. Seluruh jaringan warga WAG PN 1 yang memiliki jaringan kuat kepada partai politik dan elit politik, guna melakukan komunikasi politik secara intensif guna memuluskan strategi menghentikan Ahok.
Catatan Saya
Jika membaca saran pada diskusi para "pendekar moral" di Hotel Alia tersebut, maka hanya ada hal yang didapat yaitu "Menghentikan Ahok." Upaya menghentikan tersebut, walau mereka menyebut bukan berdasar latar SARA, dilakukan juga dengan cara, "gerakan-gerakan memanfaatkan jaringan komunitas masyarakat baik yang ada di Masjid, Organisasi Massa maupun lintas generasi harus dilakukan secara cepat, cermat dan akurat dalam membangun opini di masyarakat Jakarta. Mengingat secara data, terdapat hampir 60% masyarakat muslim non politik di Jakarta yang bisa menjadi basis yang dapat didekati dengan pendekatan persuasif dan keterikatan emosional atas visi dan misi yang sama."
Hal tersebut, juga bisa bermakna bahwa tujuan utama para "pendekar moral" tersebut adalah menghentikan Ahok; dan jalan mudah melakukan tersebut adalah menggunakan sentimen agama.
Dengan demikian, jika saran para "pendekar moral" tersebut dilakukan, maka ke depan atau pada hari-hari akan datang, jelang tahapan Pilkada DKI, akan ada berbagai publikasi di media pemberitaan, cetak, online, dan lain-lain, dengan usungan agama, dalam rangka membangun opini publik agar memusuhi Ahok, karena ia musuh bersama, serta tak layak sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.
Sayang teramat disayang; nama-nama besar dengan latar yang sangat menawan serta terhormat pada GWA PN1, hanya mampu mempunyai kesimpulan tentang Ahok seperti di atas; tak lebih dari itu, dan sangat terbatas. Simpulan yang sangat terbatas itulah yang menjadikan mereka mempunyai saran agar melakukan "Gerakan Menghentikan Ahok."
Wahai para Jenderal Pensiun, Doktor, dan Profesor, sudahlah; janganlah membagi ketidaksukaan dan kebencian yang ada pada dirimu kepada orang lain;
Rakyat Jakarta sudah cerdas.
Rakyat Jakarta sudah tahu persis mana Bunga Mawar dan Mana Duri Mawar
Rakyat Jakarta, dengan hanya menatap sesaat, sudah tahu mana padi dan mana ilalang.
Opa Jappy | Rakyat Biasa di Cipanas Jawa Barat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H