Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teror di MH Thamrin, Suatu Titik Balik

16 Januari 2016   09:36 Diperbarui: 17 Januari 2016   08:56 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Aksi teror di seputaran Sarinah, Jakarta, 14 Januari 2016, merupakan perbuatan Kelompok terorisme yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang dikontrol langsung oleh eks narapidana terorisme Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo alias Naim. Naim pernah ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror pada November 2010 dan divonis 2 tahun 6 bulan penjara karena menyimpan 533 butir peluru laras panjang dan 32 butir peluru kaliber 99 milimeter. Setelah bebas pada 2014, ia mengikrarkan diri sebagai pengikut NIIS dan menuju Suriah.  Tidak ada info kapan ia kembali ke Indonesia. Kemungkinan besar ia rencanakan teror Thamrin dari Suriah, dalam rangka tunjukan ke pemimpin ISIS bawa "kaki tangan"nya di Indonesia telah siap sebagai  bagian dari NIIS, dan dirinya menjadi pemimpin utama. Namun, di balik itu, sebetulnya Naim telah menunjukkan sikap pengecutnya; ia tidak langsung terjuin di lapangan tapi "ongkang kaki" di tempat lain, sementara "kaki tangan"nya mati terbunuh.

Wakil Kepala Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Budi Gunawan  menyatakan, kelompok Naim beraksi di Jakarta telah berkomunikasi dengan kelompok di Suriah dan kelompok Abu Jundi.  Sementara itu, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengatakan, "Naim menjalankan perintah pemimpin NIIS, Abubakar Al Baghdadi, untuk melebarkan perjuangan di luar Irak dan Suriah. Naim dianggap berambisi ingin mendirikan wilayah kekuasaan bernama Katibah Nusantara. Teror bom di Thamrin, Jakarta, diduga kuat karena adanya rivalitas antar kelompok yang menginduk pada NIIS. Kelompok NIIS di Indonesia ingin menunjukkan dominasi di Asia Tenggara dibandingkan dengan kelompok serupa di Filipina."

Aksi Teror di Thamrin, agaknya merupakan kelanjutan dari gagalnya mereka pada Desember 2015; Naim merencanakan aksi teror pada Malam Natal 2015 dan  Tahun Baru 2016. Rencana dan aksi kejahatan Naim cs gagal karena Satuan Tugas Khusus Antiteror Polri menggagalkannya dengan menangkap 14  teroris di sejumlah lokasi, di  Cilacap (Jawa Tengah), Sukoharjo (Jawa Tengah), Bandung (Jawa Barat), Bekasi (Jawa Barat), dan Koja (Jakarta Utara); 

 

Bagaimana dengan kita!?

Peristiwa terbaru kemarin, sekaligus membuktikan bawa simpati untuk ideologi-ideologi teror atau jihadisme masih ada di Indonesia; suatu anomali yang tak boleh ditanggapi dengan main-main.  Simpati di sebagian kalangan publik Islam terhadap aksi-aksi semacam ini mudah terlacak; lihatlah  media sosial, maka akan berjumpa dengan simpati yang lumayan besar pada ideologi teror dan kelompok jihadis.

Dengan demikian, agaknya “perang”terhadap terorisme di negeri ini karen belum adanya sistem yang terlembaga yang memungkinkan masyarakat melaporkan setiap tanda-tanda adanya simpati pada terorisme di tengah-tengah mereka. Misalnya, ketika  publik  menjumpai akun Twitter, Facebook, Instagram, Path, atau platform yang lain yang menampakkan simpati yang besar pada ISIS, misalnya? Ke mana mereka melapor?

 

Edukasi TSM kepada Publik agar "Sadar Teroris"

Melihat kenyataan di atas, maka perlu adanya edukasi terhadap publik terhadap bahaya teror dan terorisme; edukasi yang menjadikan publik menjadi "sadar teroris." Edukasi yang dimaksud, bukan melalui ruang kelas dan seminar, namun suatu kegiatan yang bersifat TSM, dilakukan oleh segenap elemen bangsa, dengan tujuan masyarakat mempunyai kepekaan terhadap tanda-tanda atau gejala teror dan terorisme, kemudian melakukan aksi bersama berupa pelaporan ke pihak keamanan; dan sebisa mungkin melakukan penutupan akses serta mempersempit ruang gerak mereka.

Kesadaran bersama dan sama-sama menyadari bahaya teror serta terorisme itulah yang perlu dibangun pada diri setiap orang Indonesia; orang Indonesia yang beragama serta cinta damai dan perdamaian.

 

Momen Titik Balik

Tidak bisa dibantah bahwa tak sedikit orang Indonesia yang memilih diam, tak bersuara, tidak mau berkomentar jika ada aksi-aksi intoleran, kekerasan atas nama agama, ataupun tindakan teror dan terorisme. Bagi mereka, "Lebih baik diam, daripada melawan mereka; toh bukan saya ataupun kelompokku yang menjadi korban."  "Diam" seperti itulah secara langsung ataupun tidak, menjadi "suport" pada diri kaum teroris; mereka jadi "yakinkan diri" bahwa memeliki sejumlah besar pendukung.

Peristiwa Thamrin kemarin, agaknya telah menjadi titik balik; titik balik yang menunjukkan bahwa Orang-orang Indonesia sudah tidak lagi menjadi "Mayoritas Diam;" mereka sudah bersuara, serempak berseru nyaring dengan cara dan model masing-masing. Saya, justru sangat senang dengan "tidak diamnya" warga Indonesia termasuk Jakarta, karena sejak 2010, ketika ada teriakan-teriakan di Media tentang aksi teroris, cuma sedikit orang yang nyaring bersuara, sebagian besar memilih "tak peduli" dan bereaksi sesaat.

Kini, sementara dan setelah Teror di Thamrin, terjadi hal yang luar biasa, warga Jakarta seakan menonton atau ada di tengah-tengah hiburan ekstrim, mereka berani, melihat, berteriak, foto, merekam aksi teroro secara detail dan mengunggah ke Media Sosial. Selanjuytnya, dengan cara sendiri-sendiri dan unik melakukan "perlawanan" dan ejekan dengan penuh sinisme kepada para teroris. 

Sungguh, suatu titik balik; suatu bentuk perlawanan terhadap teror dan terorisme, yang muncul mendadak dan tak terencana, namun hasilnya sungguh membuat siapa pun ikut melawan kejahatan para penjahat kemanusiaan tersebut.

---

Mari kita lawan teror dan terorisme.

 

OPA JAPPY | FOTO KOMPAS.COM, JAPPY.8M.COM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun