Sehari setelah Natal 2015, keluarga besar KH Abdurrahman Wahid mengadakan peringatan enam tahun wafatnya. Kali ini, haul tersebut diadakan pada area Kediaman Gus Dus, Al Munawaroh, Warung Sila, Jagakarsa, Jakarta Selatan, yang lebih dikenal dengan nama Ciganjur.
Pada haul tersebut, nanpak hadir sejumlah tokoh Nasional, pejabat, mantan pejabat, termasuk Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan Mensos Khofifah Indar Parawansa. Dan pastinya sejumlah Kyai NU, serta santri-wati dari Pesantren NU. Bisa juga dikatakan bahwa Haul Gus Dur 2015, memang acaranya para kyai dengan murid-muridnya; para kyai yang datang dengan baju koko, kopiah serta sarung. Mereka tanpil, sebagaimana dalam kehariannya.
Para kyai yang hadiri menampilkan kekhasan Indonesia, dan sebagai “Islam Nusantara.” Jadinya, tak nampak Kyai-kyai berjubah putih, janggut panjang dan bersorban. Benar. Haul Gus Dur 2015, tak Nampak Kyai berjubah dan bersorban, seperti sering nampak di media tv; kyai bersorban dan jubah putih itu paling sering memimpin laskarnya untuk demo, protes, dan mengkafirkan semua yang beda dengan kelompok mereka. Bahkan, pada setiap demo intoleran, ia tampil terdepan; terakhir ia malah "menghina" budaya Sunda, akibatnya mereka mengalami penolakan serta kurungan massa di Purwakarta.
Mereka yang hadir pada haul, bukan saja orang-orang NU, melainkan dari berbagai latar belakang agama. Misalnya, ada Romo Magnis Suseno, yang duduk di barisan VIP, didepan tempat duduk saya; ada juga Basuki Tj Purnama, sebelum naik ke podium, duduk di belakang saya; serta cukup banyak tamu yang saya kenal sebagai teolog atau pun pendeta. Juga nampak hadir rekan-rekan dari Gerakan Anti Korupsi Alumni Lintas Perguruan Tinggi; yang duduk di jejaran VIP.
Ya. Haul Gus Dur 2015, kali ketiga yang saya ikuti atau datangi, bisa diadakan sebagai ajang pertemuan NU dengan orang-orang dari berbagai latar belakang agama serta kepercayaan. Mereka menyatu untuk mengenang tokoh besar yang telah memghadap-Nya dalam keabadian. Walau sempat diguyur hujan dan ditemani Guntur, tak mengurangi animo masyarakat yang mengikuti acara melalui sejumlah layar. Luar biasa, begitu hujan selesai, mereka pun kembali duduk atau berdiri di sekitar layar.
Pada Haul Gus Dur 2015, di antara para tokoh NU yang menyampaikan pesan-pesan dan kenangan bersama Gus Dur; termasuk Gubernur DKI, Basuki Tj Purnama. Acara yang diawali dengan doa serta seluruh tamu menyanyikan Indonesia Raya, diteruskan pembacaan ayat Quran, dilakukan oleh trio tilafah, dan bacaan tahlil serta dzikir. Kemudian sejumlah tokoh menyampaikan pesan, pengalaman, kisah nyata bersama Gus Dur, setelah. Dari para pembicara tersebut ada beberapa catatan menarik, antara lain
Menteri Agama Lukmam Hakim Saifuddin,
“Ajaran-ajaran Gus Dur terus dikenang meski sosoknya telah lama tiada. Pemikiran-pemikiran Gus Dur yang melampaui zamannya sering tak dapat dipahami oleh orang awam. Penjunjung tinggi pluralisme. Ia juga tidak pernah mendikotomikan ilmu, sehingga ia mampu menyatukan konflik antara Islam dan Pancasila yang bertahun-tahun tidak terselesaikan.
Itu sangat luar biasa. Karena betapa sulitnya dahulu orang Islam menerima Pancasila sebagai dasar negara. Sementara pemerintah terus memaksakan dasar negara Pamcasila.