Sayangnya, bukan saja saya, namun juga banyak orang, Si Jaksa yang bersih dan smart dalam menangani kasus korupsi, harus dipaksa dan terpaksa meninggalkan KPK. Apalagi, "penarikan kembali" tersebut, ketika ia sementara menangani kasus yang besar.
Kejaksaan Agung mengirimkan surat kepada pimpinan KPK agar Yudi kembali bertugas di Kejagung. Info yang didapat, ia akan masuk atau staf di Litbang Kejaksaan Agung; akan ditempatkan di Pusdiklat dengan pangkat eselon tiga. Yudi akan ditempatkan di Pusdiklat dengan pangkat eselon tiga. Tepatnya, sebagai Kepala bidang Penyelenggara pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung RI.
Penarikan tak terencana dan terkesan mendadak tersebut, tentu saja mendapat perhatian publik, termasuk para pegiat anti korupsi. Sebab, jaksa dengan rekam jejak yang baik dan "berani mengkritisi Korps Jaksa" tersebut, justru "dilitbangkan atau pusdiklatkanm;" suatu posisi yang tak lagi bersentuhan langsung dengan ruang peradilan, terdakwa, tersangka, pengacara, dan sejenis dengan itu.
Dengan demikian, publik akan cepat berpikir dan menilai bahwa ada "sesuatu" dibalik penarikan Yudi. Misalnya, gebrakan Yudi di pada kasus Rio dan Kaligis, menjadikan Aparat Yudikatif, Legislatif, dan Eksekutif di/dari Sumatera Utara menjadi tersangka, bahkan ada yang sudah di tahan KPK. Suatu prestasi cukup langka.
"Prestasi langka" itu, dan juga, mungkin, ada "sesuatu" yang lain lagi, maka Yudi pun dianggap berbahaya sebagai Jaksa di KPK, jadi harus "dipanggil pulang" dan masuk kandang emas.
Jika itu benar, maka apa yang ditulis Yudi pada disertasinya, bukan sesuatu yang asal nulis dan tak bermakna.
Mari kita renungkan, kata-kata Yudi Kristiana, "Reformasi birokrasi di Kejaksaan memang masih terkendala sejumlah faktor. Salah satu faktor itu, Kejaksaan kini masih didominasi orang-orang yang terlena dengan kultur Kejaksaan yang birokratik, sentralistik, hirarkis dan sistem komando. Kultur ini, kata dia, adalah implikasi dari doktrin “Kejaksaan itu Satu”
Opa Jappy
Dari Berbagai Sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H