Doc Opa Jappy
Â
Hari ini, 16 Juni, 84 tahun yang lalu, Gerson Poyk, GP lahir sebagai sulung dalam keluarga Yohannes Laurens Poyk dan Yuliana Manu di Pulau Rote, nusak terselatan di Nusantara. Â Terlahir dalam/di keluarga sederhana, tidak kaya, dan juga tidak kekurangan. Sebagaimana keluarga masa lalu, pasangan Yohannes dan Yuliana juga mempunyai banyak anak. GP sebagai anak tertua, setelah sekolah di SR, pada masa Belanda masih menjajah Nusantara, mau tak mau berupaya untuk membantu keluarga besar, dan sekligus berjuang dengan caranya sendiri. Â
Sisulung tersebut lah, yang kini dikenal sebagai Maestro. Setelah tamat dari Sekolah Guru Atas, Surabaya, 1956; bertugas sebagai guru SMP dan SGA di Ternate (1956-1958) dan Bima, Sumbawa (1958). Kemudian menjadi Wartawan Sinar Harapan (1962-1970). Gerson Poyk kemudian mejadi penulis lepas untuk berbagai Majalah, Koran di Nusantara, serta menulis cerpen dan novel. Karya-karyanya antara lain, Mutiara di Tengah Sawah, Oleng-Kemoleng; Hari-Hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Cumbuan Sabana (1979), Giring-Giring (1982);  Matias Akankari (1975), Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Rajagukguk (1975), Nostalgia Nusa Tenggara (1976), Jerat (1978), Di Bawah Matahari Bali (1982), Requim untuk seorang perempuan (1981), Mutiara di Tengah Sawah (1984), Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988), Poli Woli (1988). Penerima International Writing Program di University of Iowa, Adinegoro (1985 dan 1986),  Sastra ASEAN (1989)
Namun, untuk mencapai dan mendapat hal-hal di atas, GP harus mengalami jalan derita nan panjang, jerih dan juang, serta cerita dan tragedi yang mengundang tawa, serta air mata.  Cerita hidup dan kehidupan GP, yang banyak orang belum pernah tahu, kini ia goreskan dalam bentuk "Novel Biografi;" Novel sekaligus kisah diri yang nyata. dengan judul Nostalgia Flobomora.Â
Nostalgia Flobomora juga merupakan rekaman masa kecil GP di Rote dan Kupang; dan bertugas sebagai guru di Bajawa, Alor, Ende, Larantuka, NTT; serta kisah-kisah remaja/anak yang bertumbuh di antara sepak terjang Kolonial Belanda dan dentuman dan senjata pada masa Jepang.
Selain itu, dalam Nostalgia Flobomora, juga berisi rekaman mata Sang Maestro tentang exoticnya alam pedesaan Nusa Tenggara Timur, pada masa lalu, dan masih terjaga hingga kini; alam liar namun ramah untuk semua orang, dan belum tersentuh oleh tapak-tapak kaki wisatwan asing.
Dalam Nostalgia Flobomora, GP menyusun kata, kalimat, dan alinea yang memadukan nilai-nilai serta kisa historis, keindahan alam, budaya, adat, bahkan kemiskinan serta liarnya alam dengan kata-kata yang bemakna sehingga mudah dicerna oleh siapa pun.
Dengan demikian, Nostalgia Flobomora menjadi satu buku dengan aneka makna; yang bisa menjadi sumber imu yang berharga bagi generasi kekinian di NTT.
Sayangnya Nostalgia Flobamora belum bisa diterbikan secara masal, menurut putri GP, Fanny J Poyk, karena kekurangan dana; Fanny pun tak mau "memberi" ke penerbit besar, karena nantinya royalti yang diberikan ke GP tak seberapa. Oleh sebab itu, Nosatalgia Flobomora diterbikan secara Indie oleh Fanny. Ketika dihubungi oleh Opa Jappy, menurut Fanny, Nostalgia Flobamora sebisa mungkin menjadi "dana pensiun" bagi Sang Ayah. Oleh sebab itu, ia mengharapkan para pecinta sastera, pengagum GP, dan Pemda NTT bisa menjadi sponsor penerbitan Nostalgia Folobora. Jika ada yang berminat maka menghubungi Fanny J Poyk poykfanny10@gmail.com / +6281380118617; yah sebagai sponsor.