Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Rakyat Tidak Butuh [Rancangan] UU Kerukunan Umat Beragama

28 Januari 2014   18:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:22 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

klik image untuk baca naskah akademis secara lengkap

Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan.  Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram.

Tidak tidak bisa dibantah bahwa, pada akhir-akhir ini, ketidakerukunan antar dan antara umat beragama [yang terpicu karena bangkitnya fanatisme keagamaan] menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai manusia beriman [dan beragama] dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama. Di sinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan.

Di balik aspek perkembangan agama-agama, ada hal yang penting pada agama yang tak berubah, yaitu credo atau pengakuan iman. Credo merupakan sesuatu khas, dan mungkin tidak bisa dijelaskan secara logika, karena menyangkut iman atau percaya kepada sesuatu di luar jangkauan kemampuan nalar manusia. Dan seringkali credo tersebut menjadikan umat agama-agama melakukan pembedaan satu sama lain. Dari pembedaan, karena berbagai sebab, bisa berkembang menjadi pemisahan, salah pengertian, beda persepsi, dan lain sebagainya, kemudian berujung pada konflik. Jika semua bentuk pembedaan serta ketidaknyamanan itu dipelihara dan dibiarkan oleh masing-masing tokoh dan umat beragama, maka akan merusak hubungan antar manusia, kemudian merasuk ke berbagai aspek hidup dan kehidupan.

Untuk mencegah semuanya itu, salah satu langkah yang penting dan harus terjadi adalah kerukunan umat beragama. Suatu bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemimpin dan umat beragama.

Hubungan tak harmonis intern umat beragama pun bisa merusak atau berdampak masyarakat luas yang berbeda agama. Biasanya perbedaan tafsiran terhadap teks kitab suci dan pemahaman teologis dalam agama-agama memunculkan konflik serta perpecahan pada umat seagama. Konflik dan perpecahan yang melebar, bisa mengakibatkan rusaknya tatanan hubungan baik antar manusia, bahkan mengganggu hidup dan kehidupan masyarakat luas.

Kerukunan antara umat beragama dan kerukunan intern umat seagama harus juga seiring dengan kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Pemerintah adalah lembaga yang berfungsi memberlakukan kebaikan TUHAN Allah kepada manusia; pemelihara ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.

Agaknya, upaya untuk memelihara dan membangun (kembal) kerukunan umat beragama di Negeri ini, semakin ke sini, menjadi luntur. Atau bahkan, menjadi barang langka, yang terdengar dan semakin terdengar adalah adanya ketidakharmonisan hubungan antra dan antara umat beragama, yang dipicu oleh faktor intern dan ekstern agama (dan organisasi keagmaan) bersangkuta, dan dampaknya juga terasa pada mereka yang ada di luarnya.

Sementara itu, dalam kenyataan kesehariannya, seringkali terlihat bahwa, pemerintah dengan politik akomodasinya, bukan bertindak sebagai fasilitator kerukunan umat beragama, tetapi membela salah satu agama. Dengan demikian, ada warga atau umat beragama yang mengalami ketersisihan dan termarginalkan, karena pemerintah tak memperkenankan mereka ada di tengah hidup dan kehidnupan berbangsa serta benegara.

13908921251043898664
13908921251043898664
Ketidakmampuan aparat pemerintah menjadi penengah dialog, mediasi akibat gesekan-gesekan yang muncul dalam hubungan antar antara umat beragama, yang seharusnya bisa diselesaikan dengan saling menerima dalam frame NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan Pancasila, serta lambang-lambang kesatuan lainya,  agaknya menjadikan mereka melakukan terobosan melalui perundang-undang. [Dan ini, menunjukan ketidakberdayaan pemerintah, dhi, Menteri Agama, menanta, mengatur, membina, hubungan umat beragama di negeri ini].

Upaya tersebut dilakukan dengan cara (mau) membuta Undang-Undang Karukunan Umat Beragama; draft rancangan tersebut telah ada sejak tahun 2011; serta Naskah Akademis RUU KUB, sudah beredar di berbagai kalangan, untuk mendapat uji publik.

Apa yang ada di dalam Naskah Akademis tersebut, [silhkan klik dan baca]. Sayangnya,apa yang di/dan dalam Naskah Akademis RUU KUB ternyata jauh dari harapan. Atau, malah hanyalah  copas dari berbagai Undang-undang sebelumnya, sehingga menjadi Rancangan Undang-undang Asal Jadi, dan yang penting ada.

Coba simak beberapa hal berikut.

Pasal 1, Kerukunan Umat Beragama adalah kondisi hubungan antar umat beragama yang ditandai dengan adanya suasana harmonis, serasi, damai,  akrab, saling menghormati, toleran, dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik intern maupun antar umat beragama di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (hal 2)

Dalam penjelasannya (hal 21),  tidak terdapat makna dari rukun, kerukunan, dan kerukuan umat beragama, (lihat alinea-alinea awal tulisan ini).

Selnjutnya, menurut RUU KUB, (halaman 18-19, penjelasan), diseutkan bahwa

Untuk menjamin tiap-tiap penduduk dalam memeluk agama dan menjalankan ibadat menurut agama dan kepercayaannya itu, umat beragamamemiliki tanggung jawab dalam mewujudkan kehidupan agama yang rukun, selaras, serasi, dan harmonis. Untuk itu, perlu dilakukan penyelenggaraan kerukunan umat beragamayang dilandasi sikap toleran dan tanpa diskriminasi.

Tujuan penyelenggaraan kerukunan umat beragamauntuk menjamin terpenuhinya hak-hak Umat beragama agar dapat berkembang, berinteraksi, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya kerukunan umat beragamayang berkualitas dan berakhlak mulia.

Untuk menggapai tujuan penyelenggaraan kerukunan umat beragama itu perlu diatur hak dan kewajiban setiap umat beragama, sementara untuk menjaga keharmonisan kehidupan umat beragama, maka perlu ada aturan yang mengatur kegiatan-kegiatan yang mendukung kerukunan umat beragama. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah, peringatan hari besar; penyebarluasan agama;  3.pemakaman jenazah; dan pendirian rumah ibadat.

Agaknya, ada empat hal utama pada RUU KUB, yaitu pada BAB III,Penyelenggeraan Kerukunan Umat Beragama, pasal 8

(1)Untuk menjaga keharmonisan kehidupan umat beragama diselenggarakan kegiatan yang mendukung kerukunan umat beragama.

(2)Penyelenggaraan Kegiatan yang mendukung kerukunan umat beragama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a)perayaan dan peringatan hari besar keagamaan;

b)penyebarluasan agama;

c)pemakaman jenazah; dan

d)pendirian tempat ibadat

Ada apa dengan Perayaan dan Peringatan Hari Besar Keagamaan, sehingga harus diatur dalam UUU KUB!? Adakah perayaan dan peringatan tersebut, menjadikan umat beragama tidak rukun dengan sesamanya atau terhadap umat beragama lainya!? Dengan demikian, kegiatan dan kreativitas umat beragama, dalam rangka meryakana hari rayanya, akan mengalami pengekangan, dan harus sesuai dengan undang. Dan ini pun, membuka peluang aparat negara, sesuai dengan tafsir pribadinya, melakukan pelarangan kegiatan dalam rangka perayaan hari besar kegamaan.

Penyebaraluasan Agama. Dalam penjelasan pasal ini, dengan jelas disebutkan hampir tidak ada saran dan tempat yang bisa difungsikan sebagai upaya penyebaran agama. Media cekatk, tulis, tv, radio, dan selebaran, atau sejenis ini, yang benafaskan agama, bisa merupakan sesuatu yang melanggar (R)UU KUB. Atau, semua agama, pada intinya dilarang untuk menyiarkan hal-hal yang bersifat agama, sehingga terbaca atau pun terdengar oleh publik atau mereka yang sudah beragama.

Pendirian Rumah Ibadah. Untuk yang ini, sudah ada SKB 2 Menteri, yang justru menjadi alat pembatas untuk membangun tempat ibadah. Dan juga seringkali, digunakan oleh Pemda dan ormas kegamaan untuk melakukan serangan-serangan ke tempat ibadah

Pemakaman Jenazah. Point ini, bagiku, merupakan sesuatu yang baru; baru karena pemakaman orang mati atau jenazah harus diatur oleh undang-undang karena berpotensi atau bisa menimbulkan ketidakrukunan  dan kerukunan antar sera antara umat beragama. Pasal 19 -22 RUU KUB, agaknya dihantui oleh orang yang meninggal dan tak diketahui agamanya, komplek/tempat pemakaman yang harus berpisah menurut agama, dan setiap orang yang mengantarkan jenazah ketempat pemakaman harus dilakukan dengan tertib. Cuma itu atau tak lebih dari itu.  Sampai saat ini, sepanjangn pengetahuan saya, masyarakat, dengan asas kekekuargaan, adat istiadat, dan kearifan lokal, mereka sudah tahu bagaiamna memakamkan orang. Juga, diriku belum pernah menemukan barisan pelayat yang penuh dengan heboh, chaos, rusuh, dan lain sebagainya; yang ada dalah tanda-tanda duka dan kesedihan. Kini, pemerintah mau mengatur sampai ke sana!? Wah.

Semua yang di atas, hanya catatan kecil.

Apakah memang masyarakat membutuhk Undang-undang seperti itu, yang lebih bersifat mengatur apa yang sudah di atur dan tak perlu diatur.

Pemrintah boleh berkoar bahwa masyarakat diminta menjaga kerukunan dan ketenteraman, serta dilarang melakukan tindakan melawan hukum terhadap seama umat beragama, namun apa yang terhjadi!? Tindak dan tindakan kekerasan terhadap mereka yang beda agam serta kepercayaan terus menerus terulan, terulang dan terulang.

Unsur pembinaan yang harus dilakukan oleh pemerintah, sama sekali mereka tidak lakukan. Dn kini, rakyat dibebani dengan (Rencana) Undang-undang KUB, yang bisa saja sebagai alat untuk membangun keterpisahan berdasar perbedaan SARA; dan akan menciptakan bronx, getho, kantong, wilayah-wilayah khusus untuk minoritas, dan sejenis dengan itu.

Sebtulnya, bagiku, rakyat tak membutuhkan Undang-undang Kerukunan Umat beragama, upaya dan undang-undang Penghapusan Diskriminasi Agama/Keyakinan

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun