nttonlinenow.com
Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) mengamankan 11 warga Jawa Tengah dan Malaysia di Pulau Rote, Kupang, NTT. Mereka diduga terkait jaringan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Kepala Bidang Humas Polda NTT AKBP Agus Santosa di Kupang, menyatakan bahwa
"Ada 11 warga asal Klaten dan Malaysia yang diamankan di Polres Rote Ndao, untuk dimintai keterangan lebih lanjut, untuk membuktikan dugaan tersebut.
Warga tersebut termasuk dalam Jamaah Tablig yang memiliki surat resmi untuk beroperasi di NTT dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setelah dilakukan pemeriksaan, Polda NTT akan mengembalikan kesebelas warga tersebut ke daerah asalnya hari ini."
Media lokal di/dari Kupang memuat news di atas dan para Nitizen dari Flobamora tak ketinggalan menyebarkan kebenaran berita tersebut di atas, suatu sikon yang cenderung membuat sikon sosial, politi, dan keamanan di Rote menjadi tak nyaman serta ganggu hubungan antar umat beragama di Rote maupun NTT secara keseluruhan.
Kesebelas orang tersebut adalah Mohammad Jemmi Bin Arlis (Malaysia), sedangkan 10 pendakwah lainnya yang berasal dari Magetan, yakni Sulaeman, Rahmad Arif, M. As'ad, M Qosim, Abdullah, Abdul Kholiq, M. Asyrof Ali, M. Yusuf, Abdul Aziz, M. Awaluddin.
Keberadaan "orang-orang yang dicurigai" tersebut, menurut beberapa warga Ba'a, Tony Johanes, Hans Malelak, Ma'u Saduk, dan juga Nancy Melkianus, pada intinya menyatakan bahwa, "Warga curiga setelah melihat dua dari 11 orang tersebut melintas di kawasan pertokoan di Ba'a, Ibu Kota Kabupaten Rote Ndao. Gerik mereka mencurigakan, warga kemudian melapor polisi; dua orang dari antara mereka seperti anggota ISIS, sebagaimana di media massa." Hal yang sama juga disampaikan oleh salah satu Tolasik di Pelabuhan Rote, bahwa ada sejumlah orang yang berpakaian seperti ISIS di Ba'a, dan mereka hampir diserang massa.
Penjelasan dari Tolasik tersebut, juga dibenarkan oleh beberapa teman di Rote, yang dihubungi melalui telepon dan akun Fb mereka. Hal senada juga disampaikan oleh aparat Polri di Pulau Rote.
Polisi segera membawa keduanya ke kantor Polsek Ba'a yang berjarak sekitar 300 meter dari lokasi kejadian. Ketika itu warga kemudian berbondong- bondong datang ke kantor Polsek. Suasana memanas karena ada warga berteriak agar mereka dibakar. Warga yang datang ke kantor polisi mencapai sekitar 200 orang. Karena suasana semakin tidak terkendali, sembilan rekan mereka lainnya kemudian di evakuasi dari sebuah lokasi untuk dipindahkan ke kantor Polres Rote Ndao yang berjarak sekitar lima kilometer. Warga terus menerus mengikuti dari belakang mengendari sepeda motor sambil teriak."
Gejolak warga Ba'a tak berlangsung lama, setelah ada pernyataan resmi dari Polda NTT, bahwa 11 orang yang diamankan tersebut bukan anggota jaringan ISIS seperti yang diduga warga. Dari jumlah tersebut, 10 orang berasal dari Klaten, Jawa Tengah dan satu orang asal Malaysia. Mereka adalah anggota Jamaah Tabliq yang melakukan aksi sosial. Mereka bukan ISIS melainkan Jamaah Tabligh yang memiliki surat izin resmi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk beroperasi di NTT. Ke-11 orang tersebut sudah 20 hari beroperasi di Kecamatan Rote Timur, di Ba’a, Ibu Kota Kabupaten Rote Ndao baru dua hari. Untuk mengantisipasi kemarahan warga, polisi kemudian mengevakuasi mereka ke Kupang dengan pengawalan ketat aparat kepolisian."
Kejadian di Kabupaten Terselatan di Nusantara tersebut, bukan untuk pertama kalinya; seringkali para pendatang dari luar Pulau Rote dan pulau-pulau lainnya di NTT, dengan alasan melakukan "kegiatan sosial dan keagamaan" melakukan hal-hal-hal yang tak sepatutnya, sehingga menimbulkan keresahan pada masyarakat.
Misalnya,
Pada Desember 2013, sekelompok orang tanpa identitas jelas atau KTP, berasal dari Bima/NTB, yang hanya mengaku bernama Azhor, Rirdid, Sarrudin, Sakri, Nurhan, Kamatudu dan Abdul Mutalib. Mereka mengaku bahwa telah melakukan dakwah di Kupang selama 12 hari, dan kemudian Rote selama 20 hari. Sayangnya, kegiatan mereka lebih banyak dari rumah ke rumah, serta dilakukan secara tertutup; serta tidak menunjukan wajah-wajah persahabatan dengan masyarakat setempat.
Di samping itu, menurut info dari beberapa rekan, termasuk Ketua Laskar Meo Timor, Ady Ndiy,
“Para pemuda merasa curiga dengan ketujuh orang ini, karena berprilaku mencurigakan. Mereka jalan mondar-mandir tidak jelas, jadi para pemuda bertanya pada pengurus umat di Ba’a tempat mereka menginap.
Ternyata mereka juga tidak mengenal dengan baik mereka ini. Ketika para pemuda ini bertanya pada ke tujuh oknum tentang identitas, mereka tak dapat menunjukannya. Mereka ini katanya mau datang bersilaturahim sekaligus berdakwa. Tetapi seharusnya kan diketahui pimpinan umat. Ditanya surat-surat terkait kegiatan mereka di Kupang dan Rote, mereka tidak memilikinya, …”
Kecurigaan tersebut, membuat warga melaporkan ke aparat Kepolisian; kemudian dengan didampingi aparta, ketujuh orang pendakwa tanpa identitas tersebut digiring ke pelabuhan Feri Rote, dan dusir ke Kupang. Setiba di Kupang, telah menunggu sekitar 100 pemuda, mengawal ketujuh oknum tersebut ke Mapolda NTT, dan hari ini 21 Des, mereka dikirim kembali ke NTB, [Kompasiana.com/opajappy].
24 Maret 2015, 10 warga Negara Bangladesh yang ditangkap oleh Warga Desa Lite, Kecamatan Adonara Tengah, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, karena dianggap sebagai anggota jaringan ISIS dan dilepas oleh polisi setempat.
Menurut Kepala Sub Bagian Humas Polres Flores Timur Iptu Erna Romakia di Kupang, "Setelah dimintai keterangan oleh pihak kepolisian setempat dan diketahui orang-orang asing itu ternyata anggota Jamaah Tablig yang menyebarkan agama Islam di Pulau Flores dan Pulau Adonara, mereka akhirnya dilepas kembali. Kecurigaan itu muncul ketika dua orang di antaranya bertemu dengan anak-anak dan memberikan permen dengan cara melempar. Sedangkan dalam adat dan budaya orang Andora, memberi dengan cara seperti itu dinilai tidak etis dan mengarah pada bentuk penghinaan. Berdasarkan adat dan budaya orang Adonara, memberi dengan cara seperti itu sangat tidak etis dan lebih mengarah pada bentuk penghinaan, sehingga ditangkap dan diamankan."
Awal tahun 2015, ada juga kelompok dari orang yang bernama Gafatar; kelompok yang menyurakan radikalisme dan dukungan terhadap ISIS, namun warga berhasil mengusir dari NTT.
Nah ... mereka yang "bermasalah dan dimasalahkan" di Rote tersebut, mungkin saja tak ada hubungannya dengan ISIS, namun warga sudah curiga terhadap sikap dan gaya mereka. Atau, bahkan warga ketakutukan terhadap ISIS dan sejenisnya, sehingga mereka curiga terhadap para pendatang. Dan, jika tidak cepat ditangani, maka akan berdampak negatif bahkan kekacauan.
Lepas dari semuanya itu, menurut banyak rekandari Kampung Halaman, mereka kini lebih peka terhadap para pendatang, terutama dengan ikon-ikon agama yang justru membawa perpecahan pada masyarakat, apalagi seperti ISIS.
Dengan demikian, sepak terjang ISIS bukan sekedar "masalah di Timur Tengah" namun sudah merambah ke berbagai pelosok Nusantara. ISIS bukan lagi masalah sekelompok orang, namun telah menjadi kewaspadaan Nasional, masalah kita semua, masalah bangsa. Oleh sebab itu, segenap lapisan masyarakat tetap waspada dan "curiga" serta laporkan ke aparat jika menemukan hal-hal seperti di Pulau Rote.
soc timorexpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H