Jawabannya, 'nunggu nasib;' jika nasib baik dan lolos ujian maka menjadi CaPNS dan kemudian PNS.Â
Kemudian, instansi mana yang melakukan tes atau seleksi terhadap guru honor untuk menjadi Guru CPNS dan selanjutnya Guru PNS!?
Itu bukan urusan Kepala Sekolah, Kepala Dinas Pendidikan; dulunya ada di Kementerian/Departemen Pendidikan, kini ada di Kementerian PAN dan BAKN, bukan Walikota, Bupati, dan Gubernur.
[Notes: Jadi, jika ada calon PNS atau guru honor yang mengadu ke Ahok, dengan bla, bla, bla, maka itu salah alamat.]Â
Memang, setelah ada otonomi daerah, maka pendidikan rendah hingga menengah adalah urusan Pemda; namun dalam hal mindah-mindah atau mutasi dan pengangkatan Kepala Sekolah.Â
Pemda hanya terima jadi SDM (misalnya guru dan calon Kepala Sekolah) yang disiapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional atau Dinas Pendidikan.
Masalah (dan aneka penyimpangan yang terjadi) guru honor (untuk menjadi guru PNS) tersebut, bukan baru terjadi sekarang, namun sejak lama. Kita tidak menolak bahwa tak ada penyimpangan dalam meluluskan guru honor menjadi guru PNS.Â
Sepuluh tahun lalu, dua orang teman yang sudah lolos tes menjadi guru PNS, diminta untuk setor Rp30-40 juta/orang agar NIP-nya keluar; karuan saja, mereka tak mau, dan tetap memilih sebagai guru swasta.
###
Berdasarkan semuanya itu, saran saya, sebagai 'mantan Guru Honor,' jangan mau (lagi) menjadi guru honorer, karena akan menyusahkan diri sendiri.Â
Pengabdianmu selama menjadi guru honor, sekalipun bertahun-tahun, bukan jaminan agar bisa lolos dan diangkat sebagai Guru PNS.Â