[caption id="attachment_326194" align="aligncenter" width="367" caption="doc suara-islam.com/"][/caption]Niat Ibu Nur Jannah, sederhana, yaitu demi Sang Cucu. Mungkin saja Si Cucu sementara menderita sakit dan kurang berkah, sehingga sebagai nenek yang sayang cucu, berupaya apa pun untuknya. Juga entah siapa yang menjadi penasehat spiritual Nur Jannah. Paling tidak atau bisa jadi, si penasehat spritual itu, telah memberi nasehat bahwa (kebetulan mau Umroh), Jika ingin cucu mendapat berkah dan sembuh, maka ambil sedikit kiswah, dan bawa pulang.
Oleh sebab itu, setelah salat sunnat di Hijr Ismail, Nur Jannah secara sembunyi-sembunyi menggunting ujung terbawah kiswah (yang bisa ia jangkau) selebar 2 Cm alias dua centimeter, plesss, berhasil mendapat guntingan kiswah, walau cuma 2 cm, dan tak lebih dari itu. Ternyata aksi mengambil oleh-oleh tersebut, terlihat aparat keamanan dan terekam cctv. Malamnya, Kamis 27 Februari waktu setempat, Nur Jannah pun ditangkap.
Selanjutnya, Nur Jannah menjadi berita di Nusantara, kita sudah tahu akhir dari kisah kegagalan membawa pulang sesuatu yang sangat bermakna untuk cucu tercinta, (lihat kolom komentar).
*Notes: Ini cuma kira-kira atau kemungkinan. Jika potongan kiswah tersebut berhasil sampai di kampung halaman Nur Jannah, Kelurahan Djagong, Pangkajene, Pangkep, Sulawesi Selatan, apa yang akan terjadi atau dilakukan!? Ingat pengalaman dan cerita Ayahku, (ketika menjadi tentara dan tugas di Makassar tahun 50an-awal 60an), dan sama dengan apa yang bisa terjadi pada umumnya masyarakat Indonesia, bahwa pada umumnya orang-orang di Sulawesi (sama dengan di Timor, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan lain-lain) ada benda-benda tertentu dipercayai mempunyai kekuatan magis. Dan, kekuatan tersebut, bisa membawa untung atau pun kerugian pada pemiliknya.
Agaknya, hal tersebut masih melekat pada sebagian besar orang Indonesia, termasuk Ibu Nur Jannah (dan juga penasehat spritualnya), sehingga berusaha mendapat potongan kecil kiswah. Dengan demikinan, walau cuma selebar dua sentimeter, itu sudah cukup baginya.
Walau cuma 2 cm, namun itu adalah potongan kain dari pembungkus Ka'abah, jadi bisa dimaknasi ada tuah, kuasa, kekuatan di dalamnya. Sehingga demi berkah dan kembuhan Si Cucu, maka bisa saja potongan kain itu dimasukan ke dalam bungkusan kulit, emas, dan lainnya, kemudian dikalungkan; atau bahkan dimasukan ke dalam segelas air, dan diminum. Juga, jika potongan kiswah tesebut berhasil di bawa pulang, maka ada bermacam-macam cara penggunaannya, termasuk menjadikannya sebagai benda keramat.
Sayangnya, guntingan kiswah selebar dua sentimter itu, tak menjadi atau gagal sebagai oleh-oleh, malah Nur Jannah ditahan polisi Saudi; dan akhirnya dilepaskan.
Mari, kita kembali pada tujuan Nur Jannah mengambil potongan kiswah; saya pastikan hal tersebut bukan karena adanya naluri kejahatan dalam dirinya; yang ada padanya adalah tersisanya spiritualitas asli, yang masih melihat benda-benda tertentu mengandung atau berkhasiat untuk manusia. Dengan pengakuannya agar cucunya mendapat berkah serta sembuh, cukup menjelaskan bahwa dalam dirinya ada apa yang disebut spiritualitas dinamis/m; ia masih mempunyai keyakinan bahwa benda terterntu, dhi.kiswah, bisa memberi keberuntungan pada manusia (dan ia adalah cucu tercinta).
Nah ....
Mungkin saja, Ibu Nur Jannah adah cerminan umum orang Indonesia; orang Indonesia dari berbagai latar susku sub-suku, dan agama serta kepercayaan. Orang Indonesia, walau menyebut diri beragama, masih saja yakin pada hal-hal dynamic (dari Yunani: dunamos, artinya kekuatan, Â kekuasaan atau khasiat) pada benda-benda tertentu. Kekuatan tersebut berbeda atau lebih tinggi dari sekedar tampilan fisiknya, serta keampuhan yang luar biasa dan adikodrati. Misalnya, tadi, walau kiswah cuma dua cm, namun diyakini mempunyai dunamos yang adikodrati, bisa membawa berkah dan menyembuhkan. Mungkin saja, sama halnya dengan batu, jimat, perhiasan, keris, dan lain sebagainya; benda-benda itu, ada yang yakin, mempunyai isi atau pun kekuatan tertentu.
Jadi, apa yang dilakukan ibu Nur Jannah, hanyalah kasus kecil, bukan kesalahan atau kriminal, namun karena panggilan naluri spiritualitas yang masih ada dalam dirinya.
Bukankah, banyak di antara kita, masih nyaris seperti itu!?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H