Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi-JK, Ingat, Lupakan Kebiasaan Mereka

17 Oktober 2014   07:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:42 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13967089781235169812

Pergantian pimpinan nasional pada suatu negara, sudah lazim dan biasa; dan memang itu harus terjadi di mana pun. Entah dia itu raja, ratu, presiden, atau diktator sekalipun, ada masa baginya untuk digantikan oleh sosok yang baru. Pergantian tersebut, bisa melalui kudeta, perebutan kekusaan, pemilihan umum, atau mewariskan takta karena regenerasi kekuasaan.

Pergantian kepemimpinan nasional, pada negara-negara di dunia, adalah sesuatu yang alami, dan merupakan tuntutan konstitusi. Hampir semua negara di dunia, proses tersebut memang biasa dan hal yang lazim. Kecuali, misalnya pada beberapa negara, pergantian kepada pemerintahan selalu diwarnai dengan kudeta berdarah atau pun tidak.  Pada kasus seperti itu, kadang yang digantikan harus mengalami tinggal di penjara atau bahkan dihukum mati.

Dalam kerangka pergantian kepemimpinan nasional itu juga, yang sebentar lagi terjadi di Indonesia. Jokowi-JK akan menggantikan SBY-Budiyono. Di sini, sekali lagi bangsa Indonesia akan mendapat "tontonan menarik" yaitu pergantian Presiden dan Wakil Presiden melalui tayang media pemberitaan, penyiaran, dan cetak.

Jika semuanya berjalan lancar, dan setelah Jokowi-JK menjadi RI 1 dan RI 2, maka ada yang tak perlu mereka lakukan atau tiru dari pendahulu-pendahulunya. Dan menurutku, hal yang tak perlu diikuti tersebut, adalah suatu keharusan mutlak, yaitu "memusuhi, mendiamkan, menghukum Presiden - Wakil Presiden sebelumnya."

Mari sejenak, ingat ke waktu-waktu sebelum hari ini.

Soekarno diganti Soeharto atau Soeharto menggantikan Soekarno. Sejarah mencatat bahwa (Mantan) Presiden Soekarno, menjadi "terhukum" tanpa diadili hingga saat akhir hidup dan kehidupannya. Jika tak salah, Presiden pengganti Soekarno, tak pernah melihat wajah Bung Karno hingga akhir hayatnya, apalagi bercakap-cakap dan tukar pikiran.

Soeharto ke BJ Hbibie. BJ Habibie yang menjadi anak emas Soeharto,  juga hampir-hampir tak lakukan interaksi dengan Soeharto; atau ada, namun tak terekpos media. BJ Habibie pun beraksi sendiri hingga ia digantikan.

BJ Habibie diganti Gus Dur.  Juga idem. Terjadi kesunyian interaksi antara Preiden dan Wakil Presiden.

Gus Dur digantikan Megawati. Nyaris sama dengan yang di atas.

SBY mengganti Megawaiti. Ini yang paling kentara atau terlihat jelas. Entah siapa yang salah dan benar. Namun, dua-dunya, sejak 10 tahun terakhir hanya saling melihat dari media. Mereka tak saling menyapa, apalagi tukar pengalaman.

Besok, atau besoknya dari sekarang, Jokowi-JK akan menggantikan SBY-Budiyono. Apakah yang terulang adalah seperti Sokarno ke Soeharto, atau Soeharto ke BJ Habibie, atau Jokowi-JK ikuti jejak Megawati yang mendiamkan SBY-Budiyono!?

Saya kira, Jokowi-JK, tak khan lakukan dan ikuti "kesalahan para pendahulu mereka;"  dalam arti "mendiamkan dan memusuhi" Presiden dan wakil Presiden sebelum mereka. Tapi, untuk perkara "menghukum," itu belum tentu tidak dilakukan.  Sebab, bisa saja, pada saat itu ada perubahan besara pada pola pemerintahan Jokoi-JK, sehingga berani mengangkat kembali kasus-kasus besar; dan ada kemungkinan bisa menyeret para mantan di atas; misalnya soal Century dan Hambalang.

Dengan demikian, jika Time menyebut bahwa Jokowi sebagai harapan baru, maka ia pun harus bisa menciptakan suatu sikon rekonsiliasi nasional yang menyatukan kembali serpihan-serpihan akibat Pemilu dan Pilpres 2014. Dengan itu  dendam politik yang sempat muncul ketika ada kandidat kalah pada pilpres lalu segera dihilangkan. Dendam tidak akan menyelesaikan masalah dan jika dibiarkan akan terus terjadi. Dendam di kalangan elite politik dan diikuti oleh para pendukungnya hanya akan menghancurkan bangsa. Tujuan dan cita-cita untuk memajukan Indonesia akan semakin sulit dicapai.

Pada hari-hari mendatang, rakyat Indonesia harus diperlihatkan betapa jiwa besar dan sikap kenegarawanan para pemimpin bangsa, yang saling menerima satu sama lain. Dan, nantinya, akan muncul seperti di negara-negara lain, ketika Presiden dan para Mantan Presiden tampil bersama di hadapan publik dengan wajah cerah ceria.

Opa Jappy - dari Bandung, Jawa Barat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun