Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BJ Habibie, Bernard, dan Iriana Bicara tentang Presiden Jokowi

20 Oktober 2014   23:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:20 1956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi Sudah Siap Lahir dan Batin untuk Menjalankan Tugasnya

Pagi tadi, ketika pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla, Bacharuddin Jusuf Habibie yang juga Presiden ketiga Republik Indonesia hadir. Ia berada di Balkon VVIP, yang cukup jauh dari "balkon relawan dan undangan tidak VVIP." BJ Habibie, seperti biasa, tampil dengan tatapan mata yang tajam dan terlihat semakin menua, namun wajah senyum dan semangat masih memancar. Seakan ada aura magnit diri, sehingga banyak orang memperhatikan dirinya.

Pada suatu kesempatan, ketika BJ Habibie diwawancarai oleh media nasional, cetak, pemberitaan, dan online, tentang Jokowi, Habibie pun dengan penuh antusias menjawab wancara. Menurut BJ Habibie,

"Bagi saya mengharukan karena orangnya sederhana. Dia tidak neko-neko. Kalau dia bilang A, ya A. Titik. Saya percaya.  Jokowi adalah sosok yang tidak dipersiapkan untuk menjadi presiden; Jokowi sudah siap secara lahir dan batin untuk menjalankan tugasnya.

Yang baru masuk dalam sejarah Indonesia hanya Gus Dur dan Jokowi. Bu Megawati sudah dipersiapkan, beliau ketua partainya, pengalamannya segudang. Yang lain juga. Saya juga.

Meski tanpa persiapan, Jokowi tetap memiliki segudang pengalaman. Jokowi pernah menjadi Wali Kota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, dan pengusaha mebel.  Dia beli kayu dan dibuat jadi mebel, memberi gaji ke orang. Dia ekspor lagi. Itu tidak ada bedanya dengan orang yang membuat mobil, kapal terbang.

Jokowi bukanlah sosok yang sempurna dan tidak mungkin bisa melakukan sesuatu yang sempurna untuk seluruh rakyat Indonesia. Terlebih lagi pada awal kepemimpinannya, akan ada saja tantangan yang dihadapi pemerintah. Namun, Jokowi adalah sosok pejuang yang tidak mudah putus asa.

Semoga bangsa ini terus maju. Tidak hanya ada pertumbuhan, tetapi juga pemerataan. Jangan hanya pemerataan, tapi tidak ada pertumbuhan. Siapa pun yang jadi presiden, have to do that."

Itulah Habibie, yang memberi penilaian seimbang kepada orang lain; BJ Habibie melihat kelebihan kekurangan Jokowi, yang tak dipersiapkan sebagai Presiden. Habibie menyamakan Jokowi dengan Gus Dur.  Tentu (kita) ingat, ketika itu, Gus Dur harus "dipresidenkan" sebagai jalan tengah terhadap "pecahnya bangsa" karena berbagai sebab, termasuk "setuju, tidak setujunya" perempuan menjadi Kepala Negara.

Sedangkan Jokowi, sesuai dengan pendapat BJ Hbaibie, yang tidak dipersiapkan jadi Presiden, bersama Jusuf Kalla, terpilih karena peran rakyat; parpol pengusung mereka hanya "media atau kendaraan politik". Orang yang tak dipersiapkan jadi Presiden tersebut, bahkan istrinya pun tak bermimpi bahwa suaminya akan menjadi presiden, ternyata berhasil mengambil hati rakyat atau pemilih, termasuk meluluhkan hati rivalnya, yaitu Prabowo. Pada pidato pertama sebagai Presiden, Jokowi menyebut, Prabowo sebagai sahabat baik saya; dan dari atas balkon, Prabowo pun berdiri, tegap, dan menghormati presidennya.

kompas.com Sebutan dan nama "Jokowi" mendunia, gara-gara Si Perancis  susah nyebut

Hanya gara-gara nama dan ucapan Joko Widodo sulit terucap oleh Bernard, pembeli meubel dari Perancis, sehingga ia "nekad" mengganti nama orang. Bayangkan saja, jika Joko Widodo, dalam aksen Perancis, akan terdengar, "Jokouw Wiw-dow-dou"  Atau, coba bandingkan J ( ji ) O ( o )   K ( ka ) O ( o )  W ( duble ve )  I ( i )  D ( de ) O ( o )  D ( de ) O ( o )  dan jika dieja maka kira-kira seperti ini 'JeOuh 'KaOuh - Wiydouwdouw; mudah-mudahan tak salah, monggo yang jago bahasa Perancis perbaiki.

Yah, daripada susah nyebut, maka Bernard pun ganti nama Joko Widodo, Si Pemilik Toko Meubel dengan "Jokou-wiyi," walau masih terdengar lucu jika diucap oleh Perancis tulen, tak apalah; Jokouwyi kemudian dijawani menjadi Jokowi.

Mungkin hal-hal di atas yang terjadi pada 21 tahun yang lalu, ketika, menurut istri Presiden RI, Iriana, "... buyer pertama mebel kami, namanya Bernard. Dia yang kasih nama Jokowi."  Bernard, entah nama panjangnya siapa, mitra usaha Jokowi sejak 1998; ia mengimpor mebel dari Solo. Menurut Bernard,

"Memberi nama Jokowi untuk Joko Widodo: nama Joko terlalu banyak di Indonesia. Diberi nama Jokowi agar tidak tertukar dengan Joko-Joko lainnya. Jokowi untuk Joko Widodo. Jokowi, bagi orang seperti saya terlalu sulit mengucapkannya. Jadi saya singkat saja, Jokowi, itu bagus, sederhana."

Bernard mengakui bahwa, ia  telah mengenal Jokowi selama 21 tahun. Perkenalan itu berawal dari bisnis meubel Jokowi; salah satu pembeli setia produk kayu Jokowi dan menjualnya kembali ke negara asalnya, Perancis. Menurut Bernard, setelah menjadi presiden, Jokowi tidak ada yang berubah dari sosok Jokowi. Dia mengatakan, Jokowi yang sekarang tetap sama dengan Jokowi yang sudah dia kenal sejak dua dekade lalu. Bernard pun mengakui bahwa,

"Jokowi tetap sederhana dan melakukan sesuatu sesuai perasaannya. Bagi saya dia bukan politisi, dia pemimpin yang terbentuk secara alamiah. Sederhana, cerdas, dan pemikiran dia jauh ke depan. Jokowi very simple. He is doing everything with his heart. For me his not a politician. He is a natural leader. He is very simple, smart, and he see things advance."

Bernard dan Jokowi sudah seperti saudara, berkunjung ke Jakarta sehari menjelang Jokowi dilantik menjadi Presiden. Tentang sahabatnya yang kini menjadi Presiden, Bernard yakin bahwa Jokowi akan mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Dalam pergaulan sosial, dan akademis, dengan orang-orang (asal) Perancis, berdasarkan pengalaman, kadang cukup "membuat kesal;" penyebabnya, orang-orang sono itu, cuma mau berbahasa Perancis, dan enggan berbahasa Inggris, kecuali jika "tak terpaksa." Di samping itu, mereka dengan mudah akan menyebut, "Saya tak percaya pada anda," tak peduli dengan siapa yang mereka ajak bicara. Ngobrol dengan orang lain pun, jika ia tak bisa bahasa Perancis atau sama sekali tak tahu apa serta di mana Perancis, maka dianggap belum berbahasa yang baik dan smart, bagi mereka bahasa Perancis adalah yang terbaik, jet set, dan sejenis dengan itu.

Nah, jika Si Perancis temannya Jokowi-Iriana, ketika masih menjadi penguasa meubel, membangun persahabatan dengan mereka sejak 20-an tahun yang lalu, tentu ada yang lebih pada diri Jokowi-Iriana. Kelebihan itulah, yang ia ungkap di atas.

kompas.com

Tak Pernah Bermimpi, Suamiku Menjadi Presiden

Iriana Widodo, yang profile bentuk wajahnya mirip-mirip dengan Ibu Tien dan Ibu Ani, kini menjadi First Lady Indonesia, Ibu Negara; tentu akan menjadi pusat perhatian publik. Mungkin saja, ia tak setenar Lady Di ataupun Mother Teresa, namun dalam tugas dan fungsi sebagai istri presiden, akan menjadikan ia mengubah dan berubah tampilan diri. Karena sebagai "pendamping presiden,"  Iriana akan tetap disorot oleh media.

Ketika media pemberitaan diberi kesempatan untuk mewancarainya, Iriani "mengakui"

"Saya tidak pernah membayangkan jadi ibu negara, mengalir saja, dulu tukang kayu sampai jadi presiden mengalir saja, cita-cita sih pasti iya, tapi enggak pernah ngebayangin. Saya, mau jadi diri saya sendiri. Saya tidak pernah mengidolakan orang. Jadi diri sendiri saja.

Terpilihnya Jokowi sebagai presiden merupakan sebuah amanah yang harus diemban. Untuk itu, saya telah memberi pengertian kepada anak-anaknya akan posisi Jokowi sebagai orang nomor satu Indonesia. Itu amanah, harus dijalani. Tidak semua orang diberi amanah itu. Bapakmu jadi presiden.

Saya yakin suamiku dapat menjadi pemimpin yang baik dan menjadi teladan bagi rakyat Indonesia. Ibu yakin, percaya sama Pak Jokowi."

Tidak pernah bermimpi dan bercita-cita suami menjadi presiden, bukan bermakna hidup dan kehidupan Iriana tanpa mimpi dan cita-cita, bahkan obsesi. Dari pengakuan Iriana di atas, ada suatu obsesi dalam rangka menunjang keyakinannya bahwa "suaminya dapat menjadi pemimpin yang baik dan menjadi teladan bagi rakyat Indonesia."

Ya, menjadi pemimpin dan teladan bagi yang dipimpin, dua hal yang menyatu dan harus terjadi. Bukankan banyak orang menjadi pemimpin, namun tak bisa menjadi teladan!? Juga, tak sedikit orang jadi teladan, namun tidak diberi dan mempunyai kesempatan memimpin bangsa dan rakyat!? Jokowi, dalam keyakinan, dan obsesi, Iriana bisa kedua-duanya, ia mampu sebagai pemimpin dan sekaligus teladan.

Opa Jappy - Jakarta Selatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun