Siapa sich yang keberatan atau menolak, jika dirinya mempunyai potensi dan kualitas, kemudian didorong oleh "kekuatan politik" tertenu untuk menjadi salah seorang Menteri!? Hanya orang dengan idealisme sangat tinggi dan tidak tertarik sebagai menteri, yang menolak hal tersebut.
Banyak orang ingin jadi menteri, dan itu bukan rahasia; sehingga dengan berbagai cara, termasuk pendekatan politik dan hubungan pribadi, berusaha tampil di lingkaran Presiden dan Wakil Presiden, agar mereka dipilih dan terpilih sebagai menteri. Sah-sah saja. Sehingga, misalnya pada masa lalu, ada tokoh tertentu yang sudah diketahui rekam jejaknya yang "hitam maupun abu-abu," justru diangkat menjadi Menteri.
Agaknya, Jokowi-JK tak mau melakukan "kekeliruan" yang sama seperti masa lalu, ada menteri aktif yang dipecat karena berurusan dengn KPK. Tentu, Jokowi-JK memiliki alasan yang pasti dan kuat, sehingga sejumlah nama di kirim ke KPK dan PPAK dalam rangka mendapat "stempel dibolehkan menjadi menteri." Tujuannya jelas; Jokowi-JK akan mendapat anggota kabinet yang bersih; tidak terjadi pergantian menteri karena kemampuan melakukan korupsi di Kementerian yang ia pimpin.
Alasan yang masuk akal dan sesuai logika. Oleh sebab itu Wapres Jusuf Kalla, kepada media, menyatakan bahwa, "Jokowi dan saya tak bisa didesak soal menteri."
[caption id="attachment_368535" align="aligncenter" width="471" caption="liputan6/ouropinion.info"][/caption]
Selanjutnya menurut Wakil Presiden Jusuf, "Direkomendasikan pasti, tapi tidak mendesak-desak. Tidak mudah mencari menteri. Butuh kehati-hatian agar kelak tidak menyesal. Kita juga pertimbangkan rekomendasi KPK. Demi kebaikan semuanya, kebaikan pemerintah, rakyat. Kan menteri kita sudah janji harus kredibel."
Hal tersebut diungkapkan JK sebagai reaksi beberapa kalangan, akibat tidak cepat menunjuk menteri; dan ada dengan nada sinis menyatakan "Karena Jokowi-JK sementara melakukan tawar menawar politik, sambil menunggu parpol tertentu bergabung dengan KIH."
Apa pun pendapat mereka, terutama dari para pengamat politik dan oposisi, Jokowi-JK tetap pada pendirian mereka, (calon) Menteri harus orang tanpa warna merah dan kuning dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Karena, sebelumnya ada 8 nama calon Menteri yang gugur.
Perhatikan, ada 8 (delapan) nama besar, berpotensi, berkualitas menjadi menteri, namun diberi wana merah dan kuning oleh KPK. Artinya, potensi, kualitas, dan nama besar mereka tidak menjamin bahwa dirinya bebas dari korupsi. Atau, di balik nama besarnya, ia adalah seorang "koruptor;" yang data-data kejahatannya sudah ada di KPK. Itulah hebatnya negeri ini, seorang "koruptor" masih bisa bebas merdeka, sebelum ia ada dalam kerangkeng KPK, bahkan menjadi pejabat publik.
Di samping itu, dengan adanya 8 nama tak boleh menjadi menteri, yang terjadi adalah Jokowi-JK mencari menteri, dan menemukan koruptor. Mencari menteri, menemukan dan mendapat koruptor.
Dengan demikian, jika KPK dan Jokowi-JK memang mempunyai komitmen tegas memberantas korupis, maka pada hari-hari akan datang, kita, publik, mendapat suguhan baru bahwa ke 8 orang yaitu Si A B C D E F G berurusan di/dan dengan KPK. Sebab, KPK sudah memiliki nama mereka dan Jokowi-JK pun sudah tahu siapa orang-orang tersebut.