Mohon tunggu...
Rahman
Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Menulis apa yang saya suka, siapa tahu kamu juga suka. Twitter: @oomrahman.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mendukung Leicester City, Upaya Penyelamatan Sepak Bola

10 Februari 2016   20:17 Diperbarui: 11 Februari 2016   04:10 1984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Saat ini, mendukung Leicester adalah misi penyelamatan sepak bola | Ilustrasi : footballrants.com"][/caption]Sepak bola menjadi membosankan karena tim besar selalu memenangkan kompetisi. Baru ada lima tim yang menjuarai Premier League sejak liga ini eksis musim 1992-93. Kalau tidak punya tradisi juara yang mengakar, paling-paling tim yang pernah juara tersebut memiliki dana kelewat besar. Gampang tertebak.

Di liga-liga top Eropa lainnya pun hampir sama saja. Dalam lima musim terakhir Serie-A dan Bundesliga, hanya ada dua klub yang merengkuh titel juara. Pada kurun waktu bersamaan, dominasi Barcelona yang diselingi kejayaan singkat Real Madrid dan Atletico Madrid menjadi kisah di La Liga. Ligue 1 agak mendingan, karena Lille (2010-11) dan Montpellier (2011-12) sempat membuat kejutan sebelum PSG melaju kencang sendirian sejak 2012 sampai sekarang. Namun, siapa sih yang merasa kaget betul saat Lille dan Montpellier juara selain pemerhati Ligue 1? Selain mereka, rasanya sedikit sekali yang menaruh peduli.

Dalam era milenium, praktis hanya capaian Yunani pada Piala Eropa 2004 yang membuat publik sepak bola di seantero jagat terkejut bukan main. Mungkin, sepak terjang anak asuh arahan Otto Rehhagel tersebutlah yang terakhir kali mampu membuat kita tersedak. Sebab, terjadinya kejutan luar biasa dalam sepak bola syaratnya mesti begini: tim dihuni para pemain kacangan, pelatihnya juga (kalau bisa) tidak kalah kacangan, belum pernah juara (kalau tidak, ya terakhir kali juara lima puluh tahun yang lalu), bermusim-musim menjadi pesakitan, dan kemampuan finansial tim tersebut mesti kere dibanding tim lainnya. Syarat pamungkas yang mutlak harus ada, yaitu tim itulah yang pada akhirnya keluar menjadi juara.

Narasi soal David yang menjungkalkan Goliath memang lazim ditulis dalam kisah panjang sepak bola. Juga lewat pengandaian berbenang merah sama. Soal semut yang menggelitik dan menjatuhkan gajah, soal roda pedati kehidupan yang berputar, dan lain-lain. Namun sesungguhnya jarang sekali yang dituturkan secara sempurna.

Satu kemenangan tim divisi bawah atas tim pemuncak klasemen divisi tertinggi, hanya jadi angin lalu kalau tidak berakhir dengan trofi juara. Kemenangan pertama tim medioker di kandang lawan yang selalu mendominasi mereka puluhan tahun, tidak ada apa-apanya kalau hanya berupa tiga poin pendongkrak posisi di papan tengah klasemen. Kebanyakan yang kita anggap kejutan nyatanya hanya kesemuan, karena sekadar lewat dan gampang berulang. Padahal, hanya juara saja yang pada akhirnya bakal diingat.

Lalu, Premier League musim 2015-16 datang. Prediksi awal menyebut Chelsea juara lagi. Ada juga yang bilang kalau peluang demikian dimiliki Manchester United, Arsenal, atau Manchester City. Menyebut Liverpool dan Tottenham Hostpurs meraih juara mungkin bisa sedikit dimaklumi, meski tetap memancing orang mengernyitkan dahi. Prediksi di awal musim soal bursa juara buyar dan berantakan sampai sejauh ini.

Anda tentu tahu siapa pelakunya. Ya, Leicester City yang menghabiskan sebagian besar waktu di dasar klasemen pada musim lalu, memang kelewat tidak sopan tahun ini. Bagaimana mungkin The Foxes yang rutin mejeng di divisi bawah kini begitu songong bisa nongkrong di puncak klasemen? Selisih lima poin dari peringkat kedua dengan catatan-catatan yang kelewat di luar nalar pendukung mereka sendiri!

Awal musim Claudio Ranieri menyerecos kalau dia ingin berkarier panjang di Leicester, saat para penjudi mempertaruhkan duit untuk pemecatan si pelatih Italia. Saat dia datang, bahkan masih banyak penggemar yang menatap nanar kepergian Nigel Pearson, juru selamat mereka menghindari kubangan degradasi. Terlebih, Pearson juga yang membuat mereka menjuarai Divisi Championship dan meraih tiket promosi. “Duh, bisa apa sih pelatih yang sering dipecat di banyak klub dan getol mengemas uang segepok kompensasi pemecatannya itu? Paling-paling ucapannya barusan tidak lebih dari basa-basi busuk pelatih yang baru direkrut. Wajahnya pucat tak meyakinkan.”

Tidak perlu rasanya menjelaskan lagi secara lengkap bagaimana musim 2015-16 berjalan bagi Leicester City. Para jurnalis dan pakar sudah bercerita, menganalisis, dan terkagum-kagum, jadi amat menyebalkan seandainya diulang-ulang. Segala sudut pandang dikorek, mulai dari sekadar puja-puji atas sosok Ranieri yang terbukti salah satu pelatih Italia jempolan, kehidupan masa lampau kelewat getir “The Dynamic Duo”, Jamie Vardy dan Riyad Mahrez, kontribusi maksimal pemain-pemain sampah yang kariernya sukses didaur ulang di Leicester, perjalanan berat Leicester dahulu kala, sampai faktor dan para sosok penting di balik sensasi yang mereka buat.

Bahasan Leicester mendadak tidak habis-habis. Semua tentang mereka pokoknya ditulis. Padahal musim lalupun, menyebut nama mereka saja ogah. Jika sampai sekarang ada jurnalis sepak bola belum menulis kegemilangan Leicester City, maka sepatutnya dia malu dan segera mencari pekerjaan lain. Nilai beritanya kelewat tinggi dan seorang jurnalis luput menyajikannya? Ah yang benar saja.

Kemenangan Leicester atas pesaing terkuat dan terdekatnya, Manchester City di Etihad Stadium, seolah menyampaikan sebuah pesan. Bukan soal kelayakan mereka menjadi juara di akhir musim yang tak usah lagi diganggu gugat. Bukan juga tentang kualitas mumpuni pemain dan kematangan taktik, indikasi mereka tim yang layak bersaing di papan atas. Kemenangan tandang itu hanya bentuk penegasan, karena dalam beberapa kesempatan sebelumnya telah mereka tunjukan. Hanya saja, publik belum benar-benar berlapang dada mengakui, masih kadung sinis, dan menyimpan keki. “Ah, nanti juga keok dan terperosok. Sesuai khittahnya.”

Hei, Leicester baru kalah dua kali, paling sedikit di liga! Mereka juga tim paling subur soal urusan cetak gol. Mereka tidak kalah dari Manchester City dalam dua kali perjumpaan, serta menekuk Chelsea, Spurs, Liverpool, si boros Newcastle United, dan rekan-rekan semenjana mereka di masa lalu. Fase berat pada Natal dan Tahun Baru sudah mereka lewati dengan kondisi baik-baik saja.

Jamie Vardy menjadi top skor sementara, mencetak rekor lewat kesuksesan menceploskan bola dalam 11 laga beruntun, dan dia idaman para manajer Fantasy Premier League. Sementara koleksi 14 gol dan 10 assist Mahrez, hampir melewati apa yang ditorehkan pemain terbaik musim lalu, Eden Hazard (14 gol dan 10 assist), tapi dengan catatan musim belum tuntas. Robert Huth, Danny Drinkwater, Shinji Okazaki, Kasper Schmeichel, N’Golo Kante, Wes Morgan, atau siapa saja, sebetulnya bukan lagi “The Unsung Hero” yang sumbangsihnya hanya diketahui orang-orang yang melihat secara jeli. Mereka kini berada dalam tingkatan mampu menggetarkan kaki pemain lawan bahkan sebelum bertanding! Lalu, anda masih ragu dan dengki? Ah, yang benar saja.

Penggalangan Dukungan

Kemenangan Leicester di kandang The Citizens adalah upaya mentransformasikan pesan kalau mereka kini pantas diberi dukungan! Sungguh, pesan itu tidak mengada-ada. Setidaknya, mendukung Leicester bentuk penyelamatan sepak bola agar tidak mati dalam kebosanan.

Ayolah, sesungguhnya sesuatu yang baru, kontras, dan bergerak cepat sangat menarik perhatian. Maka, dukungan kepada Leicester City adalah keputusan paling logis dari itu semua. Ini bukan usaha penggadaian iman sepak bola. Sekali lagi perlu ditegaskan, ini upaya penyelamatan sepak bola! Kita mutlak perlu melakukannya, tak usah ditawar-tawar.

Ajakan ini tidak hanya menyasar orang-orang awam yang baru mengenal sepak bola. Sebab, akun pendukung Leicester dengan embel-embel “Indonesia” di Twitter saja sudah ada setidaknya tiga. Seruan ini berlaku untuk siapa saja, tidak peduli sudah menasbihkan diri sebagai penggemar klub tertentu atau belum.

Untuk jangka pendek, jelas ajakan ini bertujuan mendukung Leicester City sekuat tenaga supaya bisa juara Premier League 2015-16. Nonton bareng atau jual-beli merchandise kelewat biasa, karena membantu mereka bikin kejutan perlu usaha lebih daripada itu saja. Mendukung Leicester perlu ada acara doa bersama yang digelar rutin. Jika Anda seorang muslim, mulailah doakan Leicester bisa jadi juara saat sujud terakhir setiap salat dan doa di antara dua khutbah Jumat. Ditambah amal, salat tahajud, puasa sunah, dll. kalau dirasa sanggup. Jangan merasa aneh, karena yakinlah hal ini sudah dilakukan beberapa penggemar klub lain.

Ayolah, kita dukung Leicester City. Penggemar klub-klub papan bawah memang sebaiknya kini turut mendukung mereka. Kapan lagi, nasib luar biasa baik bisa kawan lama anda rasakan? Syukur-syukur klub anda bisa bernasib serupa di kesempatan berikutnya. Kita pasti balas mendukung jika benar-benar itu kejadian.

Untuk penggemar fanatik Manchester United, ayolah dukung Leicester dahulu sembari menunggu pemain-pemain kalian bisa luwes melakukan pergerakan tanpa bola dan mengerti apa yang mesti dilakukan di depan gawang. Untuk penggemar Chelsea, apa lagi yang perlu klub idola kalian lakukan di sisa musim ini? Juara mustahil, finis di zona Eropa susah, sementara degradasi tampaknya muskil. Untuk penggemar Spurs, anda sudah girang kan kalau Bamidelle Alli, dkk. finis di atas Arsenal? Itu saja sudah prestasi dan menjadi kejutan sampingan musim ini, kalau tercapai.

Penggemar Liverpool? Tim kalian sedang masa transisi, jadi katakan lagi “This season will be ours” musim depan ya? Penggemar Newcastle, Everton, Aston Villa, West Ham, dll.? Alasannya sudah gamblang disebut di atas.

Mungkin agak berat mengajak penggemar Arsenal dan Manchester City, karena keduanya masih sok merasa punya peluang juara. Namun begini, apakah kalian tidak malu jika pada akhirnya juara dan memiliki pesaing bernama “Leicester City”. Ya juara sih, tapi bagaimana ya? Hmm, balapan di trek juara kok sama tim ecek-ecek? Pasrah dan relakan sajalah. Tidak ada pilihan lain, selain mendukung Leicester City. Kapan lagi coba kejutan semacam itu datang dalam hidup anda?

Itu untuk jangka pendeknya. Sangat bersyukur andai kemudian memang mereka menggandrungi Leicester sungguh-sungguh. Maka perlu ada proyek jangka menengah yang disusun secara terstruktur lewat program-program dan aksi nyata. Dalam proyek jangka menengah ini, edukasi terkait Leicester City perlu mulai diterapkan secara komprehensif. Misalnya, pertemuan rutin seminggu sekali sebanyak 3 SKS.

Materi perdananya yang ringan-ringan saja, seperti cara mengucap “Leicester City” yang benar dan hafalan nama-nama pemain di skuat, lengkap dengan biodata singkat plus statistik sederhana terkait penampilan mereka di lapangan. Juga profil pelatih, staf, manajemen, dan pemilik klub asal Thailand yang namanya susah tapi harus diingat di luar kepala. Untuk hafalan chants­ bisa sembari jalan saat nobar berlangsung. Setelah itu, saatnya pemberian modul berisi sejarah Leicester, profil pemain legenda, data stadion, daftar momen-momen penting, kumpulan nama artis dan musisi penggemar Leicester, dsb.

Modul ini semoga mampu memberi panduan kepada pendukung Leicester di Indonesia saat diejek, “Dasar fans karbitan!”. Dengan modul, diharapkan muncul balasan jawaban elegan jika kita tahu secara detail segala hal berbau Leicester. Sekalipun demikian, modul tersebut justru jangan sampai menghalangi kreativitas penggemar saat diajukan pertanyaan bermuatan kedengkian.

Silakan anda jawab saja sesuka hati dan  balas selantang-lantangnya, “Anda mulai dukung MU juga karena garansi kejayaan yang pernah diberikan Sir Alex Ferguson!”, “Anda mendukung Chelsea/Manchester City karena keroyalan pemilik menggelontarkan uang. Sebelum itu kalian bukan apa-apa!”, “Anda mulai menyukai Arsenal saat zaman unbeaten, apakah anda mau mulai menjadi fan saat puasa gelar delapan tahun?”, “Anda mendukung Liverpool karena kesuksesan di Istanbul 2005, kan?”

Eh untuk pertanyaan terakhir, mungkin ada penggemar Liverpool yang mengelak lalu menjawab bukan, karena mungkin dia suka The Reds berkat sosok Stevan Gerrard. Faktor pemain idola tentu bisa menentukan pilihan klub favorit. Hal inipun lazim terjadi pada penggemar klub lain. Misalnya sosok Gary Lineker untuk fan Spurs dan sosok Alan Shearer untuk penggemar Newcastle. Jika itu terjadi, maka sebaiknya anda membalas, “Iya, tapi apakah pemain pujaan anda itu bisa membawa tim jadi juara?” sembari berputar badan, menunjukkan nama Vardy atau Mahrez di belakang jersey. Dijamin, mereka bungkam sebungkam-bungkamnya.

Setelah itu, masuklah penggemar Leicester dalam periode mapan pada proyek jangka panjang. Di sinilah, basis penggemar Leicester meningkat drastis dengan kualitas sumber daya manusia yang punya intelektualitas dan mental ultra mantap, karena telah melewati banyaknya pelatihan di proyek jangka menengah. Dukungan pastinya semakin masif dan militan.

Muncul gerakan untuk memboyong Leicester melakukan tur di Indonesia lewat petisi di situs change.org. Tagar semacam #LeicesterforIndonesia di media sosial jangan ditanya, hampir setiap hari jadi trending topic! Bahkan, kalau tidak ada promotor yang sanggup membayar fee The Foxes, kita tentu siap menggalang dana secara swadaya dari pintu ke pintu.

Sampai akhirnya, kebahagiaan hakiki hadir mengisi relung-relung sanubari penggemar Leicester City. Tidak disangka, klub papan bawah seperti ini bisa juara Premier League dan besar karena prestasi yang mereka torehkan. Sangat mengagumkan. Jika ini bisa kejadian, penggemar Leicester bisa mesem-mesem di hari tua saat mengingat salah satu momen terbaik dalam hidup. Anda bisa bergumam bangga kepada anak dan cucu, “Kakek/nenek pernah melihat Leicester City juara dan selamanya bangga mendukung mereka.”

Semua tidak bisa kejadiaan tanpa dukungan dan doa kita semua. Lakukanlah, demi kemaslahatan sepak bola dan hadirnya kejutan yang nyata. Bersiap-siap menyesal andai anda memilih bersikap untuk tidak sepakat.

Jadi, apa lagi yang anda tunggu? Ayo, kita dukung Leicester City! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun