Terlepas dari hal tersebut, Indra Frimawan memberikan pelajaran yang penting bagi kita. Soal bagaimana kita menghargai diri sendiri untuk tidak berpura-pura hanya untuk mencapai tujuan tertentu. Dia tunjukkan lewat pilihan ‘berlari mundur’. Soal mengkhayati esensi dari apa yang kita jalani. Komedi soal membuat orang lain tertawa, merasa bahagia, menghapus kesedihan, dan bukan yang lain, kan?
Dia pun mengingatkan kita untuk sadar dengan batas kemampuan yang kita punya. Bahwa melewatinya memang bukan kemustahilan, tapi menjadi bersyukur sama sekali bukan kesalahan. Dia membuka mata kita untuk melakukan sesuatu dengan penuh kesenangan dan jangan pernah berbohong kepada diri sendiri. Dia pun mengingatkan kita tetap saja bisa gagal dalam momen penting, meski sudah menyiapkan segalanya.
Dia juga seolah memberi tahu bahwa kalah menang bukan yang utama, melainkan karya. Kita mesti menyikapi kepayahan dan kekalahan dengan cara yang paling elegan. Hidup kita masih berjalan dan ada peluang untuk bangkit. Indra Frimawan menunjukkannya lewat permohonan maaf sebagai ucapannya yang terakhir di panggung SUCI 5. Mungkin dia bisa menutup aksinya selama ini lewat lawakan yang menghasilkan ledakan tawa terbesar, tapi dia justru memilih memohon maaf karena gagal memberi penampilan maksimal. Hanya mereka yang berjiwa besar yang mau mengucapkan maaf dan dia salah satunya.
Pantas jika Raditya Dika saat penjurian terakhirnya untuk Indra memilih berterima kasih atas segala yang dia bawa ke panggung SUCI 5. Selain lelucon, Indra membawa karakter dan pelajaran yang mahal.
sumber gambar utama: twitter.com/standupkompastv
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H