Mohon tunggu...
Kopral Jabrik
Kopral Jabrik Mohon Tunggu... Dosen - diisi apa?

Menjadi wartawan sejak pertengahan dekade 1970an. Mulai dari reporter Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta, di bawah bimbingan Hadjid Hamzah (almarhum). Sempat aktif di Gelora Mahasiswa (UGM), menulis di Majalah Q (Bandung), Majalah Psikologi Anda (Jakarta), menjadi wartawan Kompas (tahun 1980an, dibimbing oleh AM Dewabrata), redaktur pelaksana Harian Jayakarta, kepala biro Harian Suara Pembaruan (dekade 1990an), produser pemberitaan di SCTV, dosen jurnalistik dan manajemen di Universitas Sahid, Universitas Pelita Harapan dan Universitas Bhayangkara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kom Peng-tung, Sang 'Pejuang'

5 Mei 2017   07:55 Diperbarui: 5 Mei 2017   09:00 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kom Peng-tung segera membentuk organisasi orangtua mahasiswa dan memilih ketua maupun sekretarisnya. Pengurus organisasi orangtua mahasiswa segera bekerja menjadi mesin uang bagi kepentingan tiga serangkai tersebut. Datuk Musang mengajari Kom Peng-tung agar tidak usah melunasi KTA di Bank Berdikari dan menyarankan agar para orangtua yang punya kredit segera bernegosiasi dengan pihak bank. Agar tidak ketahuan siapa yang menunggak dan siapa yang membayar,  Kom Peng-tung dalam bernegosiasi minta pihak Bank Berdikari memperhitungkan kredit mereka secara kolektif. “Harus dipertimbangkan sebagai kredit kolektif. Jangan diperhitungkan sebagai kredit perseorangan,” kata Kom Peng-tung.

***

Banyak orangtua mahasiswa terkagum-kagum melihat semangat dan kelihaian Kom Peng-tung. Apalagi sewaktu lelaki itu memperlihatkan kecerdikan membawa diri, kepintaran bicara dan kemampuan mengendus peluang. Ia juga melihat ada kemungkinan bekerjasama ketika bertemu dengan Doktor Dosen Kuciwa yang gajinya belum terbayar lunas.

Sebagian orangtua mahasiswa kaget ketika Kom Peng-tung mengajak beberapa rekannya dan Doktor Kuciwa mengadukan kondisi jelak Kampus Hijau ke Badan Pendidikan Tinggi (Bapenting) dan Penguasa Perguruan Tinggi Swasta (Penggurtis). “Buat meluruskan keadaan, karena kita menitipkan anak kita di kampus Hijau,” dalih Kom Peng-tung.

Kom Peng-tung kemudian menyebarluaskan notulen pertemuan itu. Isinya, perwakilan orangtua mahasiswa dan Doktor Kuciwa yang berkunjung mengusulkan supaya Bapenting dan Penggurtis menutup sementara Kampus Hijau. Bukan hanya sampai di situ, Kom Peng-tung dan Doktor Kuciwa kemudian menjemput pihak Bapenting serta Penggurtis buat melakukan inspeksi mendadak ke Kampus Hijau. Sedemikian mendadaknya, sehingga tidak sempat dibuatkan surat tugas bagi staf Bapenting dan Penggurtis.

Intinya, Kom Peng-tung dan Doktor Kuciwa mengusulkan supaya kampus ditutup. Dengan usulan itu, Kom Peng-tung melihat kapal Kampus Hijau bisa segera tengggelam dan dia bisa mengganti dengan kapal lain. Sedang Doktor Kuciwa mengusulkan penutupan Kampus Hijau supaya pengelola kampus segera membayar kekurangan gajinya. Pada saat yang sama, Kom Peng-tung bersama Datuk Musang dan Lord Serigala bergegas menyiapkan Tim Transisi pembentuk yayasan penggganti buat mengambilalih Kampus Hijau yang memang sedang kesulitan keuangan.

***

Kom Peng-an tetap berkuliah di Kampus Hijau, nyaris tidak tahu perpolitikan yang dijalankan oleh bapaknya bersama Datuk Musang, Lord Serigala dan Doktor Kuciwa.  Dalam berpolitik, tujuan para aktor adalah mendapatkan kekuasaan. Di Kampus Hijau, para aktor politik dadakan itu berdalih ingin meluruskan situasi dan memperbaiki kondisi kampus. Mereka melihat seakan kampus adalah perusahaan semen atau pabrik panci, yang bisa diatur dengan manajemen pabrik.

Ada sejumlah orangtua yang terhanyut dalam euforia perjuangan. Tidak satu pun menelusuri latarbelakang para aktor yang ingin mengambilalih kemudi Kampus Hijau. Sementara Kom Peng-tung dan kawan-kawannya mengabaikan, ada nasib ribuan mahasiswa yang mereka permainkan. Ratusan mahasiswa yang semestinya bisa wisuda, bakal terganggu hanya karena ulah mereka ingin merebut kekuasaan. Datuk Musang pun hanya ingin khayalan memindahkan kuncir di topi para mahasiswa bertoga bisa terlaksana dalam upacara wisuda kelulusan sarjana.

Krompyaaaaaang! Nyaring sekali suara piring jatuh dan pecah di lantai kapal. Kali ini penyebabnya bukan seekor kucing buduk. Amboi, ternyata mendadak oleng kapal semakin kencang. Datuk Musang dan Lord Serigala terpental ke laut. Kapten kapal yang selama ini tidak boleh menyentuh kemudi, kini mulai menakhodai lagi.

Doktor Kuciwa tetap berteriak-teriak tanpa digubris kapten. Kom Peng-tung dan anggota Tim Transisi sibuk bermanuver di geladak mencari pendukung buat persiapan kapal baru. Para mahasiswa dan sebagian orangtua mulai sadar, nilai serta wisuda mahasiswa selama ini dijadikan agunan oleh Kom Peng-tun dan kawan-kawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun