Mohon tunggu...
Kopral Jabrik
Kopral Jabrik Mohon Tunggu... Dosen - diisi apa?

Menjadi wartawan sejak pertengahan dekade 1970an. Mulai dari reporter Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta, di bawah bimbingan Hadjid Hamzah (almarhum). Sempat aktif di Gelora Mahasiswa (UGM), menulis di Majalah Q (Bandung), Majalah Psikologi Anda (Jakarta), menjadi wartawan Kompas (tahun 1980an, dibimbing oleh AM Dewabrata), redaktur pelaksana Harian Jayakarta, kepala biro Harian Suara Pembaruan (dekade 1990an), produser pemberitaan di SCTV, dosen jurnalistik dan manajemen di Universitas Sahid, Universitas Pelita Harapan dan Universitas Bhayangkara.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Aneurisma: Bersyukur Memaknai Penderitaan dan Mukjizat

16 Mei 2015   05:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:57 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat (8/5/2015) petang saya dan Cathy ada perlu di perbatasan Bintaro dengan Alam Sutera di wilayah Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Sekitar pukul 19.40 urusan kami di situ rampung. Setelah berembuk singkat, kami memutuskan buat menjenguk Rini, istri Bajang, yang sedang dirawat di Rumah Sakit Omni di kawasan Alam Sutera, Tangerang. Jumat petang itu, Rini ketika itu memasuki hari ke 23 menjalani perawatan intensif di rumah sakit tersebut.

Bajang adalah nama panggilan Djoko Murdama, teman lama saya sejak masa menggelandang di Gelanggang Mahasiswa Universitas Gadjah Mada dekade 1970an dulu. Rini sejak Rabu 22 April 2015 dirawat secara intensif di RS Omni. Tiga hari sebelum Rini masuk ke rumah sakit, kami (berlima bersama Simon) masih bertemu dan ngobrol sambil ngopi di salah satu tempat nongkrong di Bintaro (Tangerang Selatan). Jika tidak salah kami ngobrol Minggu (19/4) siang atau petang.

Saya dan Cathy sangat terkejut ketika Rabu pagi berikutnya mendengar kabar dari Bajang bahwa istrinya masuk rumah sakit. Lebih kaget lagi ketika Bajang bercerita bahwa Rini sempat mengeluh kesakitan dan akhirnya tidak sadar setiba di rumah sakit. Diagnosa dokter menghasilkan kesimpulan bahwa Rini terserang aneurisma (aneurysm). Saya kecut melihat kondisi Rini dan mendengar uraian Bajang tentang penyakit istrinya.

Tonjolan Pembuluh

Aneurisma adalah pelebaran pembuluh darah dan sering terjadi pada arteri. Aneurisma biasanya terjadi pada arteri di otak, perut, dan dada. Aneurisma terjadi karena melemahnya dinding arteri sehingga pelan-pelan terbentuk semacam kantung.Jika tidak ditangani secara tepat, ukuran kantung akan membesar, lalu pecah dan menimbulkan perdarahan.

Setelah saya pelajari, barulah saya tahu bahwa scara umum ada dua jenis aneurisma yaitu aneurisma otak dan aneurisma aorta yang biasanya menyerang perut (dikenal sebagai aneurisma aorta perut) dan dada (aneurisma aorta dada). Celakanya sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab aneurisma.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjangkiti aneurisma antara lain tekanan darah tinggi, alkoholisme, merokok dan penggunaan tembakau, penyakit ginjal polikistik, aterosklerosis, trauma atau cedera, tingkat tinggi serum kolesterol, infeksi darah, usia tua, diabetes, dan keturunan atau riwayat keluarga. “Kita masih belum tahu penyebabnya,” kata Bajang.

Gejala dari masing-masing aneurisma berbeda secara signifikan. Gejala aneurisma otak sangat berbeda dengan gejala aneurisma aorta. Gejala pada kasus aneurisma otak kecil, mungkin tidak terlihat atau terdeteksi melalui tes maupun pemeriksaan yang dilakukan bagi penyakit atau kondisi lain. Kadang-kadang sejumlah kecil darah yang bocor dari aneurisma bisa menyebabkan sakit kepala hebat yang datang secara mendadak.

Pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurysm) dekat otak dapat menimbulkan kondisi yang disebut subarachnoid hemorrhage. Yakni pendarahan dalam ruang subarachnoid yang terletak di antara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) pada jaringan yang melindungan otak (meninges). Subarachnoid hemorrhage bisa mengancam nyawa dapat mengakibatkan cacat permanen yang serius. Ini merupakan jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita. Biasanya, pecahnya pembuluh darah menyebabkan sakit kepala berat yang mendadak, yang diikuti kehilangan singkat kesadaran.

[caption id="attachment_382606" align="alignnone" width="590" caption="Rini mulai bisa berkomunikasi kembali dengan anak-anaknya."][/caption]

Pendarahan

Diagnosa aneurisma dapat dilakukan secara computed tomography, diiringi dengan spinal tap belakang, dan angiography. Obat-obatan yang diberikan bertujuan menghilangkan sakit kepala dan mengendalikan tekanan darah. Biasanya tindakan operasi dilakukan guna mencegah pecahnya aneurisma atau menghentikan pendarahan akibat pecahnya aneurisma.

Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari aneurysm sejak lahir. Subarachnoid hemorrhage dapat juga terjadi akibat luka di kepala. Pendarahannya bisa mengakibatkan gejala yang berbeda dan tidak digolongkan sebagai stroke. Subarachnoid hemorrhage dianggap sebagai stroke jika terjadi secara spontan dan pendarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.

Pendarahannya terjadi secara tiba-tiba akibat pecahnya aneurisma pada arteri cerebral. Aneurisma menonjol di daerah yang lemah pada dinding arteri dan umumnya terjadi pada cabang nadi. Aneurisma bisa juga mulai terbentuk ketika sejak lahir (congenital), lalu berkembang dan bertahun-tahun kemudian memburuk setelah tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.

Subarachnoid hemorrhage dapat pula diakibatkan pecahnya jaringan antara arteri dengan pembuluh tidak normal (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan bawaan sejak lahir, tetapi biasanya hal ini diidentifikasikan hanya jika gejalanya sudah tampak.Bisa juga terbentuk penggumpalan darah pada klep jantung yang terinfeksi lalu menjadi embolus yang menghambat aliran darah pada arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri tersebut membengkak lalu melemah dan pecah.

Ngeri saya membayangkan bahwa hampir separuh dari orang yang menderita subarachnoid hemorrhage meninggal sebelum mereka mencapai rumah sakit. Biasanya sebelum pecah yang menyebabkan sakit kepala, aneurisma tidak menyebabkan gejala penekanan saraf atau kebocoran yang jelas. Sebelum aneurisma pecah, pasien biasanya tidak mengalami gejala, namun ketika kepala ditekan, pasien mungkin akan mengalami beberapa gejala (1) sakit kepala parah, (2) ganguan penglihatan, (3)  gangguan persepsi, (4) gangguan berpikir, (5) kesulitan berbicara, (6) kesulitan menyimpan memori jangka pendek, (7) perubahan perilaku mendadak, (8) sulit berkonsentrasi, (9) kehilangan keseimbangan dan koordinasi, serta (10) kelelahan.

Tanda bahaya berupa gejala awal tersebut bisa berlangsung hanya dalam hitungan menit sebelum aneurisma pecah, tapi dapat juga berlangsung sampai berminggu-minggu. Karenanya orang yang mengalami sakit kepala yang hebat secara mendadak disarankan agar segera berkonsultasi kepada dokter.

Pecahnya aneurisma bisa terjadi sangat tiba-tiba dan sakit kepala hebat yang memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat. Gejala pecahnya aneurisma otak antara lain (1) sakit kepala parah atau migraine berat (kadangkala disebut sakit kepala thunderclap), (2) mual dan muntah, (3) peka terhadap cahaya dan dilatasi pupil, (4) penglihatan kabur atau ganda, (5) leher kaku atau sakit, (6) kejang serta (7) nyeri di atas dan di belakang mata.

Gejala

Bajang melihat beberapa dari gejala tersebut pada Rini, istrinya, Rabu dinihari. Tetapi ia tidak tahu penyakit yang menyerang istrinya, karena sebelumnya Rini sangat sehat. Bahkan di hari Minggu sewaktu ngobrol di Bintaro, Rini bercerita kepada Cathy bahwa ia sedang mencari tukang jahit guna membangun industri tas kecil-kecilan. Rabu sekitar pukul 05 Bajang memanggil ambulans dan membawa Rini ke RS Omni yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Perjalanan ke rumah sakit yang hanya sekitar belasan menit terasa sangat lama buat Bajang. Ia berusaha keras menjaga agar Rini tetap sadar. Bajang mengajaknya ngobrol sambil menepuk-nepuk pipi perempuan itu.

Bajang sama sekali tidak tahu bahwa Rini mengalami pecahnya aneurisma di otak dan hampir separuh orang yang terkena serangan seperti itu meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Sebagian lagi umumnya tiba di rumah sakit dalam keadaan koma atau tidak sadar. Pasien yang bertahan sadar setelah aneurisma otak pecah, biasanya merasa sangat pusing, mengantuk, dan gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, pasien yang mengalami aneurisma pecah bisa menjadi seperti orang bingung, tidak bereaksi dan sulit bangkit.

Dalam waktu 24 jam setelah pecahnya aneurisma otak, darah dan cairan cerebrospinal dari subarachnoid hemorrhage bisa menggumpal di sekitar otak dan melukai lapisan jaringan pelindung otak (meninges).  Luka tersebut menyebabkan pasien merasa kaku di bagian leher, sakit kepala berkelanjutan, sakit di punggung sebelah bawah, dan muntah. Frekuensi detak jantung dan nafas naik turun dan kadangkala disertai kejang-kejang.

Demam

Sebagian dari gejala tersebut terlihat pada Rini. Tapi Bajang yang lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada terlalu awam buat memahami bahwa istrinya mengalami pecah aneurisma otak. Sejumlah besar pasien pecahnya aneurisma otak menunjukkan kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh, ada juga yang kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh, serta mengalami kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia). Gangguan itu bisa ringan dan bisa juga hebat, bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan menit atau jam. Selain itu, biasanya pasien selama 5-10 hari pertama mengalami demam. Rini juga mengalami demam berhari-hari. "Anak-anak sempat panik waktu mengetahui suhu badan Rini sangat tinggi, tapi saya jelaskan kepada mereka bahwa situasi seperti itu memang bisa terjadi," tutur Bajar.

Prosedur diagnostik dalam mendeteksi aneurisma otak antara lain angiografi, CT scan, MRI, dan ekokardiografi. Jika aneurisma otak masih berukuran kecil, bisa saja dokter hanya mmantau dan tidak melakukan tindakan medis apa-apa. Jika aneurisma membesar, umumnya dilakukan tindakan operasi. Operasi abdominal endovascular ditempuh guna menanggulangi aneurisma aorta dalam perut. Aneurisma aorta dada biasanya dioperasi ketika ukurannya mencapai 5 cm atau lebih besar. Aneurisma otak dapat diatasi dengan operasi. Obat seperti calcium channel blockers, antikejang, penghilang rasa sakit, dan lain-lain biasanya diberikan kepada pasien aneurisma otak, terutama guna mencegah aneurisma otak pecah. Pecahnya aneurisma bisa dicegah dengan menjaga tekanan darah dan kadar kolesterol pada tingkat yang sehat.

Setiap hari, Bajang dan anak-anaknya menjaga Rini di rumah sakit. Mereka rajin berdoa bersama memohon Allah memberi kesembuhan bagi Rini. Bajang dan anak-anaknya juga pusing memikirkan biaya yang harus ditanggung. Selama 23 hari di ruang intensif, biaya perawatan dan tindakan medis sudah mencapai lebih dari Rp 0,5 miliar. Bajang tidak tahu dari mana ia bisa mencari uang sebanyak itu, sebagai seniman penghasilannya nyaris tidak ada.

Bajang dan keluarganya hanya bisa berdoa. Air mata Bajang menetes ketika Rini pada hari ke 23 sudah bisa duduk dan mulai bisa berkomunikasi. Awalnya, ketika baru siuman, Rini sama sekali tidak mengenali Bajang maupun anak-anaknya. “Aku dipanggil Jabrik,” kata Bajang sambil tersenyum.

[caption id="attachment_382607" align="aligncenter" width="657" caption="Bajang sekeluarga gembira melihat Rini mulai pulih."]

14311315451647737718
14311315451647737718
[/caption]

Tersenyum

Jumat 8/5 malam Bajang sekeluarga sudah bisa tersenyum. Rini juga sudah bisa diajak bergurau. Tahap berikutnya bagi Rini adalah mengajari syaraf dan otot-ototnya menjalankan perintah otak seperti semula. Syqraf dan otot yang berfungsi pada saat kita mengunyah, harus diajari kembali agar Rini bisa mengunyah makanan seperti semula sebelum ia dirawat. Syaraf dan otot yang bekerja pada saat kita menelan, harus diajari mengenali kembali perintah-perintah dari otak agar bisa melakukan fungsi menelan seperti sediakala. Semua perintah dari otak diajari kembali satu-satu agar bisa dikenali. "Saya bersyukur kepada Allah atas mukjizat ini dan berterimakasih kepada keluarga dan semua teman-teman atas doa maupun bantuan yang diberikan," ujar Bajang menahan tangis.

Saya makin kagum akan kebesaran Allah. Selain kagum akan mukjizatNya dalam menyembuhkan Rini, saya disadarkan betapa selama ini saya dan banyak manusia lain tidak pernah bersyukur serta tidak memahami betapa Allah mengatur semua hal secara sempurna. Kita tidak sadar bahwa gerakan-gerakan otot dan fungsi syaraf yang bekerja secara refleks dalam tubuh ini adalah anugerah Allah yang tiada tara. Kita baru tahu bahwa fungsi-fungsi itu sungguh bermakna, sewaktu harus memperkenalkan kembali perintah-perintah otak mengenai fungsi-fungsi tersebut.

Saya doakan Rini segera pulih. Saya berdoa agar Bajang dan keluarganya berbahagia sesuai dengan rencanaNya. Rini harus mengajari kembali syaraf-syaraf dan otot-otot kaki dan segenap bagian tubuhnya, agar kakinya bisa melangkah sesuai perintah otak. Belajar mengingat kembali banyak hal. Belajar menggerakkan tangan, serta anggota tubuh lainnya, sesuai dengan perintah otak. Baik yang disadari maupun yang berlangsung secara refleks.

Saya juga kagum bagaimana Allah mengatur dan menggerakkan teman-teman keluarga Bajang ikut mendoakan dan bergotong-royong membantu keluarga itu memikul beban yang tidak ringan. Baik moril mapun finansial. Penderitaan, memang bisa dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Kunjungan ke rumah sakit guna menjenguk Rini Jumat 8/5 malam, sungguh banyak mengajari saya memaknai penderitaan dalam hidup ini.

Dan, mengajari lagi kepada saya bahwa penderitaan pun pantas kita syukuri!*****

https://www.youtube.com/watch?v=Eh476L76TKw

https://www.youtube.com/watch?v=cJjJ3MddaRk

(Tertumpang ucapan terimakasih dari Djoko 'Bajang' Murdama sekeluarga buat Eddie Siregar, Rini M, Rini N, Ferdinan 'Ucok' Hutagalung, serta Keluarga Besar Alumni Fisipol UGM, Keluarga Besar Grawana, Berdikari Center, A. Loeqman, Denny Gerberding, Keluarga Besar Alumni GMNI, Keluarga Besar Teater Gadjah Mada, Keluarga Besar Koran Kampus Gelora Mahasiswa UGM, Budikarya Sumadi, Icong Herdaru, serta teman-teman dan seluruh handai taulan yang tidak dapat disebutkan satu per satu; atas doa dan semua bantuan yang tidak ternilai.)

Bintaro, 9 Mei 2015 dini hari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun