Pagi ini nyampe juga di kota kecil tempat anak istri tinggal, Â Alhamdulillah semalam perjalanan lancar di temani pak Guru yg habis selesai diklat. Â Sepanjang sore hingga tengah malam kami diskusi tentang zonasi sekolah yang tahun ini sudah dijalankan penuh.Â
Zonasi sekolah adalah kebijakan dari kementerian pendidik dan kebudayaan terkait PPDB atau penerima peserta didik baru dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal calon siswa dan sekolah yg di pilih. Tahun ini kebetulan anak saya juga sebagai "pemburu sekolah" dan mau ga mau ikutan dalam keramaian masalah zonasi.Â
Untuk nilai sendiri alhamdulillah tidak menjadi masalah walaupun jika mau jujur dengan tidak mengesampingkan kemampuan nya tetapi juga karena didukung lembaga bimbingan belajar yg di ikuti nya dari kelas 1.Â
Tapi apa boleh dibuat sistem zonasi yg konon di bangga kan pak Menteri menjadi sebuah hal yang mengusik kepercayaan diri nya, bagaimana tidak, walau "sekolah favorit" yg kata pak menteri ga boleh di sebut lagi sebagai favorit masuk zonasi dari tempat tinggal kami tapi ternyata sistem nya adalah adu cepat mendaftar secara online di situs PPDB kota.Â
Tengah malam buta di hari pertama pendaftaran kota kami yg biasanya habis isya sepi mendadak seperti ada prosesi kehebohan karena sistem zonasi, wartnet penuh, tukang jual kuota data ikut laris di borong orang tua yg akan beradu cepat mendaftarkan anaknya. Dan karena kecepatan internet di rumah kami lumayan akhirnya bisa masuk sebagai pendaftar dengan waktu 00: 15 itupun ternyata sebagai urutan puluhan hadehh..Â
Sedikit lega karena secara hitungan jika kuota 300an minimal aman. Sempat berpikir masuk lewat jalur prestasi tapi keterangan minim sekali diperoleh cuma menurut sekolah "kalau masuk area zonasi mending pake zonasi pak," begitu solusi mereka.Â
Lewat jam 1 dini hari pintu gerbang kami di ketok orang, beberapa orang tua dan anak nya numpang wifi dan menanyakan cara mendaftar, Â akhirnya satu per satu saya dan anak membantu mereka mendaftarkan ke sekolah tujuan masing-masing.Â
Dan pagi itu setelah semalam begadang akhirnya kami monitoring bersama proses seleksi nya melalui web PPDB dan alhamdulillah hampir semua yg kamu bantu masuk dalam passing grade sekolah yg dituju.Â
Saat ini 3 bulan berlalu keramaian itu mungkin terlupa, zonasi sekolah sudah mengendap, yang penting aturan jalan, Â masalah efek samping pikir nanti... Semalam peristiwa itu terlintas lagi saat diskusi panjang dengan pak guru di kereta. Â Sistem ini ternyata menimbulkan celah mendalam antara si ber prestasi dengan si penikmat zonasi, menurut beliau dari awal masuk sekolah baru sampai gerbang sudah terlihat beda nya, yg dari prestasi mereka sudah rapi dari rambut mpe ujung kaki, masuk kelas mereka sudah berani menyapa guru dan mengucapkan salam. Â
Yang dari zonasi yaa gitu deh rambut masih belum sisiran baju sepatu tas apa adanya, masuk kelas cenderung menghindari guru, dan duduk di sudut belakang tanpa motivasi. Pelajar pun harus tetap dijalan kan dan sekali lagi saat si berprestasi sudah tidak sabar melanjutkan bab lain si zonasi hanya terdiam ga ngerti dan ga peduli.Â
Masih menurut beliau penjaga sekolah yang merangkap tenaga kebersihan pun ikutan mengeluh dulu saat semua anak tersaring beliau tidak pernah mendapatkan sisa "kotoran" di toilet siswa tapi baru 3 bulan sudah tak terhitung harus bersihkan kotoran yg tersisa itu. Naah pas ada PR atau tugas lebih terlihat lagi, bahkan pernah saya lihat anak kami galau menatap WA grup kelas nya karena ancaman jika ada yg sampai mengerjakan tugas demi kekompakan.Â
Tepat seperti yg di ceritakan pak guru semalam, tantangan guru sangat berat, ibarat mereka harus menciptakan sesuatu yg hebat dengan bahan baku apa adanya belum lagi bagi orang tua si zonasi seolah pantang untuk berprestasi, Â pernah di kumpulan untuk di berikan tambahan bimbingan belajar gratis sore hari mereka menolak dengan alasan repot harus antr jemput lagi, di beri solusi tambahan buku pendukung mereka protes harusnya sekolah aja dah cukup dan yg pasti menuntut semua gratis padahal beberapa orang tua mereka lebih mapan secara ekonomi di banding kami.Â
Dari sisi si berprestasi, baru 3 bulan, beberapa yg tadi nya baik akhirnya ikutan si zonasi karena takut di intimidasi, tiap malam kami membesarkan hati dan memotivasi anak kami untuk tetap di jalur terbaik.Â
Tapi sampai kapan? Pernah konsultasi sama wali kelas sampi kepala sekolah mereka pun seolah pasrah dengan kondisi ini, ditambah isu bahwa mereka pun tidak aman tahun depan jika ada zonasi type guru, yaitu guru akan di mutasi sesuai lokasi tempat tinggal nya, walhasil guru galau, siswa apalagi.Â
Kata sahabat dan teman teman kantor masukin aja ke sekolah swasta yg bonafide selesai masalah. Dan masalah nya di kota kecil kami belum ada sekolah tersebut.
Semoga  segera ada evaluasi dan bukan cuma memaksakan diri.  Kami rakyat biasa pasti nurut aja apa kebijaksanaan nya.  Tapi ini demi kader bangsa yg nanti akan menggantikan kita kelak apa salah nya evaluasi dan memberikan solusi yang sudah kadung terjadi. Terima kasih diskusinya pak guru, semoga tetap semangat dalam berkarya mencerdaskan bangsa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H