Mohon tunggu...
Ony Setiawan
Ony Setiawan Mohon Tunggu... Buruh - manusia biasa yang belajar menterjemahkan rasa menjadi huruf ber spasi

Corporate communication Officer "Bekerja keras lah tetapi harus selalu merasa cukup."

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Karyawan vs "Kawulowan"

3 September 2019   13:22 Diperbarui: 3 September 2019   13:44 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup di dunia kerja di era digitalisasi, ternyata tidak dapat lepas dari banyak hal yang seharusnya sudah punah, hal ini tidak lain adalah etos kerja dalam sebuah organisasi baik perusahaan maupun pemerintahan dalam kontek hubungan atasan dan bawahan yang lebih bersifat kawulowan daripada karyawan.

Menggelitik sekali memang, karena secara tidak sadar hasil jajahan bangsa asing selama konon ratusan tahun membuat bangsa ini sangat susah untuk melepas satu hal yaitu merasa bahwa perbedaan posisi kedudukan dan jabatan manusia membuat mereka wajib melayani orang tersebut lebih dari porsi yang seharusnya dan sedikit banyak mengikhlaskan diri untuk di rendahkan kalau ga mau di katakan di tindas hehhehe.

Menurut KBBI Karyawan berarti orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah) sesuai dengan fungsi tugas dan tanggungjawabnya. 

Nah menarik nya kalau arti dari Kawulowan belum ada di KBBI hehehehehe, tapi saya akan mencoba mendiskripsikannya semampu saya lewat indra lesmana eeh indra ke sekian deh, yang jelas sudah terasah karena sudah malang megung dalam kancah kekaryawanan dan kekawulonan di dua perusahaan besar dengan puluhan ribu karyawan, dan beberapa kali pindah jabatan walau tetap di kelas menengah belum masuk kelas berat hhhmmm. 

Kawulowan kembali menurut saya adalah seseorang yang juga adalah karyawan yang melakukan tugas nya lebih ke peng-'abdi'-an diri ke atasan bukan kepada tugas dan tanggungjawabnya.

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa berdosakah seorang kawulowan? blaik ga, urusan dosa biar Gusti yang maha asih yang menentukan, yang harus kita bahas adalah seberapa efek domino terkait dengan jika kita punya relasi sejawat yang selalu saja memaksakan diri memposisikan sebagai kawulowan bukan sebagai karyawan, jawabannya wis ra usah di tanya jelas musmet alias pening. Salah salah apapun prestasi kerja bagus kita akan tertutup 'tembok' hanya dengan gerakan menata meja dan membersihkan kursi si boss sebelum duduk, piye blaik tenan to...??!!

Naah kalau wis nasib harus dalam kondisi sedemikian nikmat itu, apa yang harus kita lakukan, kalau cuman di nikmati dalam desahan runtukan sih Alhamdulillah, tapi mbok yaajadi manusia sedikit ada usaha, kalau membuat sadar mereka mereka kaum kawulowan itu ibarat geser tronton di hand rem eehhmm mesti uaaabooot, wis sekarang kita telisik keadaan kenapa para kawulowan ini bisa ada bahkan eksistensinya tidak lekang di gerustehnologi dari jaman kentongan sampai android tetap ada. 

Rada bingung sih sebenarnya asal muasalnya penganut faham kawulowan ini walaupun tidak semua hampir rata rata adalah karyawan yang lahir dari produk sosial responsible (belas kasihan perusahaan/kantor terhadap lingkungan sekitar) yang kebanyakan juga di barengi dengan kurangnya skill dan kompetensi terhadap fungsi dan tanggungjawab yang di amanahkan. 

Nah jangan protes dulu tadi saya ga ngomong semua kan? ada kok yang bisa bagus, tapi rata rata karena kondisi itu untuk menutupi kekurangannnya jurus paling manjur adalah pengabdian totalitas siapapun yang ada di atas ga peduli batas mau di kertas, matras apalagi cuma matras pokok nya siap ndan...

Dan tiba di saat kita menyimpulkan, apapun di dalam diri manusia ada hati yang selalu berfungsi sebagai indra perasa penyaring akhir setiap gejolak otak yang kadang realistis menuntut banyak hal.

Masuk lebih dalam walau para ilmuwan belum pernah menemukan bukti bentuknya sebuah hati nurani tapi yakinlah jika kita sering pake apapun potongan tubuh yang katanya abstrak itu kita akan bisa lebih memilih "apakah kita akan menjadi karyawan yang menjunjung tinggi profesional dan di nilai dari hasil kerja fungsi dan tanggungjawab kita yang 'nikmat' atau menjadi kawulowan yang siap mengabdi apapun kapan pun dan dinilai dari layanannya 'senikmat apa' oleh si boss" . wasalam. (O

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun