Mohon tunggu...
Ony Jamhari
Ony Jamhari Mohon Tunggu... profesional -

Ony Jamhari adalah Entrepreneur, Travel Writer, and Educator FB Page: Travel with Ony Jamhari Instagram and Twitter: @ojamhari or @alsjuice

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Asyiknya Berwisata di Pakistan

15 Januari 2015   16:30 Diperbarui: 4 April 2017   18:30 7509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya baru saja kembali dari Pakistan pada hari Minggu, 14 Desember 2014. Perjalanan selama satu minggu pada tanggal 6-14 Desember 2014 di empat kota Pakistan Karachi, Lahore, Gujranwala, dan Islamabad menjadi salah satu perjalanan yang paling berkesan. Dua hari yang lalu tiba-tiba saya dikejutkan dengan berita serangan teroris di sebuah sekolah di Kota Peswarah yang mengakibatkan sekurang-kurangnya 130 murid sekolah tersebut meninggal dunia. Saya merasa ‘shocked’ dan sedih sekali.

[caption id="attachment_390840" align="aligncenter" width="567" caption="Suasana Jalanan Kota Karachi"][/caption]

Pesawat Thai Airways TG 341 dari Bangkok mendarat mulus di bandara Jinnah International Airport Karachi tepat pada pukul 23:00 waktu setempat. Sebelum penumpang turun, pramugari mengucapkan selamat datang di Kota Karachi, Pakistan. Dia juga menyebutkan bahwa selama di bandara penumpang dilarang untuk memotret. Bergegas saya pergi ke bagian imigrasi. Di sini hanya ada 4 orang warga negara asing yang mengantri, tiga warga negara China dan saya sendiri.

Ada perasaan was-was ketika itu karena banyaknya petugas berseragam yang membawa senjata api. Sebelum berangkat ke Pakistan, selama wawancara visa, petugas konsuler di kedutaan besar Pakistan di Seoul memberikan kontak person termasuk nomor telepon sewaktu-waktu yang bisa saya hubungi jika saya memerlukan bantuan. Dua wartawan dari News 5 Pakistan yang baru saya kenal di pesawat juga memberikan saran yang sama. Bagi warga negara Indonesia yang hendak ke Pakistan, kita memerlukan visa. Perlu waktu tiga hari kerja untuk mengurusnya.

Setelah selesai mengambil bagasi saya langsung menghubungi petugas yang akan membawa saya ke hotel Movenpick tempat menginap di Kota Karachi. Kolega saya sudah memberikan kartu telepon lokal yang bisa saya pakai sewaktu-waktu jika saya mengalami kesulitan. Penjagaan masuk di hotel sangat ketat dan berlapis-lapis. Supir hotel mengatakan bahwa saya harus berhati-hari selama di Karachi. Walaupun suasana cukup aman tetapi jika hendak pergi keluar pastikan bahwa ada orang lokal yang bersama saya.

Pagi harinya Minggu 7 Desember saya dijemput oleh kolega saya, Mr. Ashraf yang membawa saya ke kantornya. Hari Minggu adalah hari libur di Pakistan. Sebelumnya hari Jumat menjadi hari libur nasional. Tujuan saya ke Pakistan adalah untuk menjajaki peluang kerja sama pendidikan antara tempat saya bekerja dan beberapa institusi pendidikan di sana. Hari pertama di Kota Karachi saya gunakan untuk mengenal lebih banyak mengenai Pakistan.

Hari kedua dan ketiga saya bertemu dengan kolega saya Mr. Ghazali dari Indus Pak Advisor yang mengatur semua perjalanan saya selama di Pakistan. Di kota ini, saya banyak melakukan presentasi mengenai peluang belajar di Korea Selatan baik di hotel maupun di kantor beliau. Saya sangat terkejut dengan kemampuan akademik sebagian besar siswa di sana. Hampir semuanya dapat berbicara Inggris dengan baik. Hal ini tidak lain karena Pakistan adalah bekas jajahan Inggris.

Karachi sendiri adalah kota terbesar di Pakistan dan menjadi salah satu kota terpadat di dunia. Ada kurang lebih 23 juta orang yang tinggal di sini. Kebanyakan orang datang ke Kota Karachi karena 70% persen ekonomi Pakistan berada di sini. Kota Karachi adalah kota pelabuhan. Semua perdagangan dari semua negara masuk dari kota ini. Di sini saya sempatkan berkunjung ke Pelabuhan Karachi untuk melihat proses bongkar-muat.

Karena hal inilah kita bisa melihat banyak sekali bank dan lembaga keuangan di Karachi. Kalau di Korea Selatan dan Indonesia mudah sekali kita temui mini market. Selain pelabuhan saya sempatkan juga berkunjung ke pasar tradisional dan juga Jinnah Mausoleum, makam Muhammad Ali Jinnah, pendiri Pakistan. Dalam sejarahnya Pakistan merdeka pada tahun 1947 dari Inggris. Hanya saja Pakistan dulunya adalah bagian dari India. Mereka kemudian memisahkan diri dari India. Hubungan kedua negara tersebut saat ini masih kurang baik.

Lahore “Kota Taman dan Pelajar di Pakistan”

Setelah tiga hari di Karachi saya melanjutkan pergi ke Kota Lahore dengan naik pesawat selama dua jam. Lahore dikenal sebagai kota taman dan pelajar di Pakistan. Pemandangan dan perasaan yang berbeda saya dapatkan dan rasakan ketika sampai di Bandara Lahore. Kota ini tidak ‘semrawut’ seperti Karachi. Nampak juga pembangunan bangunan-bangunan baru di sana. Mr. Ghazali yang mendampingi saya menjelaskan bahwa Kota Lahore sangat kental dengan budaya dan menjadi kota terbesar kedua di Pakistan.

Hari pertama di kota ini saya mengunjungi Lahore Museum yang kaya akan sejarah mengenai Pakistan. Saya perhatikan bahwa tidak ada turis di sini. Saya hanya satu-satunya orang asing yang berkunjung di sini. Sejak kasus terorisme menyebar dan banyaknya tudingan bahwa teroris berasal dari negeri ini tidak ada banyak lagi orang yang mau berkunjung ke Pakistan. Orang-orang merasa takut, kata Mr. Ghazali. Kalaupun ada yang mau berkunjung biasanya mereka akan pergi ke Lahore yang sangat indah dan aman.

[caption id="attachment_390841" align="aligncenter" width="567" caption="GC University Lahore, Universitas Tertua di Pakistan"]

1421287824387528485
1421287824387528485
[/caption]

Di depan Lahore museum saya sempatkan untuk berfoto dengan dengan petugas keamanan yang memegang senjata. Saya minta ijin kepada beliau untuk meminjam senjata ketika tiba-tiba semua petugas berteriak melarang saya membawa senjata. Di Indonesia kadang-kadang kita memang suka “bermain-main” dengan senjata tetapi di sini akan lain ceritanya. Mereka memerintahkan saya untuk mengembalikan senjata kepada petugas. Nampak jelas ada rasa ketakutan di wajah petugas tersebut. Setiap orang yang bersenjata diberi mandat untuk tidak meminjamkan senjatanya.

Setelah berkeliling kota saya kemudian menikmati wisata kuliner Kota Lahore. Kalau di Karachi saya biasa makan nasi Biryani, di sini saya makan Gosht Karahi yang terbuat dari ayam dan mutton dan juga kebab. Selain itu saya juga sangat menikmati budaya minum teh. Teh dalam bahasa Urdu adalah ‘Chai’. Teh yang dicampur dengan susu dan dihidangkan dengan kue manis ini memang sangat enak. Setiap hari saya bisa minum sampai enam gelas. Mr. Ghazali menjelaskan bahwa orang Lahore adalah penikmat makanan.

Pada hari kedua di Lahore, saya mengunjungi dan memberikan presentasi tentang pendidikan Korea Selatan di University of Engineering and Technology dan GC University Lahore. Kedua universitas ini adalah universitas terbaik di Pakistan. Di GC University Lahore saya berkeliling kampus juga. Bangunan kampus GC University Lahore adalah salah satu bangunan yang paling indah di Pakistan. Kampus tertua di Pakistan yang berdiri pada tahun 1864 adalah cikal bakal pendidikan tinggi di Pakistan.

Pendidikan tinggi di Pakistan memang punya sejarah yang sangat panjang. Menurut rekan saya, di Pakistan dulunya banyak mahasiswa asing yang belajar di sana. Mereka berasal dari India, beberapa negara Afrika, dan bahkan Indonesia. Sayang sekali saat ini karena situasi yang kurang bersahabat tidak banyak lagi mahasiswa asing yang belajar di sana. Kebalikannya, makin banyak mahasiswa Pakistan yang ingin belajar di luar negeri.

Selain berkunjung di kampus, saya juga menjalankan sholat Jumat di sebuah masjid di Pakistan. Sholat Jumat di sini sedikit berbeda dengan di Korea Selatan atau Indonesia. Mereka tidak punya jam khusus untuk sholat Jumat. Setiap masjid mempunyai jadwal tersendiri antara pukul 13:00 sampai 15:00. Saat ini Pakistan adalah negara Muslim dengan jumlah umat Islam terbesar kedua setelah Indonesia. Penduduk Pakistan mencapai 190 juta jiwa.

Menikmati Sunset di “Wagah Border” Pakistan dan India

Berkunjung ke Kota Lahore rasanya kurang lengkap tanpa berkunjung ke Wagah Border. Tempat ini menjadi tujuan wisata utama Kota Lahore. Perlu waktu satu jam dari pusat Kota Lahore menuju perbatasan antara Pakistan dan India dengan naik mobil. Jalanan menuju ke sana sangat baik. Saya memperhatikan pada umumnya jalan antarkota di Pakistan sangat baik. Tidak banyak jalan yang berlobang. Hanya debu yang sangat mengganggu pemandangan.

14212888192103869483
14212888192103869483


Saat ini di Pakistan sedang musim dingin. Di Kota Lahore suhu sampai mencapai 18 derajat. Musim hujan biasanya berlangsung dari bulan Januari sampai Maret. Waktu tersebut adalah waktu terbaik untuk berkunjung ke Lahore karena taman-taman akan menjadi hijau.

Ada beberapa protokoler yang harus kami lalui untuk sampai di depan perbatasan. Biasanya mobil dapat diparkir di depan pintu. Karena adanya bom pada bulan November lalu pengamanan kali ini begitu sangat ketat. Ada kurang lebih lima lapis pemeriksaan yang harus kami lalui sebelum sampai di depan pintu gerbang. Saya kemudian dipersilakan duduk untuk melihat upacara penurunan bendera kedua negara tersebut.

Saya tidak pernah membayangkan bahwa ada kegiatan yang sangat menarik di sini. Di depan saya ratusan orang Pakistan meneriakkan “yel yel” Pakistan. Jauh di bagian seberang saya mendengar juga teriakan-teriakan “India” oleh warga negara India. Rasanya saya berada di lapangan sepak bola. Pada dasarnya acara ini adalah acara praktek militer antara Pakistan dan India yang sudah berlangsung sangat lama.

Dengan melihat upacara ini mereka tidak hanya saja belajar mengenai sejarah panjang antara kedua negara tetapi juga dapat memberikan rasa ‘patriotisme’ di antara masing-masing warga. Mr. Aqeel yang mengatur perjalanan saya di sini mengatakan bahwa sebelumnya banyak sekali turis yang melihat atraksi ini. Dengan wajah sedih dia menceritakan bahwa tidak banyak lagi orang yang mau datang ke Pakistan.

Acara penurunan bendera berlangsung sebelum matahari terbenam dimulai dengan parade penjaga perbatasan dari kedua negara. Para penjaga Pakistan atau biasa disebut Pakistan Rangers yang berjumlah sepuluh orang tidak saja berpostur tinggi tetapi juga terlihat gagah dan berwibawa. Salah satu dari mereka maju di depan pintu gerbang perbatasan. Tepat ketika matahari terbenam upacara penurunan bendera di mulai. Kedua tentara dari kedua negara dengan cepat menurunkan bendera dan kemudian menutup pintu gerbang.

[caption id="attachment_390854" align="aligncenter" width="630" caption="Masjid Faisal, Islamabad"]

1421288884955864998
1421288884955864998
[/caption]

Kurang lebih tiga puluh menit upacara tersebut berlangsung dan saya pun harus kembali ke Lahore. Dalam perjalanan pulang ke Lahore, saya sempatkan untuk merenung tentang apa yang saya alami selama seminggu di Pakistan. Walaupun saat ini banyak ‘travel warning’ untuk tidak pergi ke sana, saya melihat bahwa situasi tidak seseram yang orang pikir. Masyarakat mengerjakan sesuatu dengan biasa saja.

Sebelum pulang ke Korea Selatan saya pergi ke Kota Islamabad, satu jam perjalanan dengan pesawat. Di sini saya mengunjungi Masjid Faisal yang merupakan masjid terbesar di Pakistan yang mempunyai arsitektur yang sangat indah. Saya juga sempatkan untuk makan malam di sebuah restoran yang terletak di puncak gunung di dekat masjid ini. Dari sini saya bisa melihat Kota Islamabad yang juga sangat berbeda dengan Karachi dan Lahore. Semoga saya dapat kembali lagi untuk pergi ke Pakistan.

Edited version of this article has been published at KORAN SINDO, Jumat, 9 Januari 2015 (MY FB PAGE: Travel with Ony Jamhari)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun