"Ikan akan membusuk dari kepalanya". Peribahasa ini, nampaknya relevan dengan situasi yang terjadi sekarang.  Sikap minim teladan  dengan segera menular dan menjadi sebuah ignorance yang juga mewabah di kalangan masyarakat luas.  Polemik, perdebatan dan pemojokan terhadap fakta ilmiah bahwa virus penyebab pandemi ini begitu kecil dan mudah menular, resisten dan memiliki kemampuan mutasi tinggi terus bergemuruh sepanjang waktu di ruang publik maupun ruang privat (keluarga).  Rasa egois, bercampur sentimen politis, berdenting-denting menciptakan kegaduhan sepanjang waktu.  Nakes frustasi, anak-anak tak kunjung sekolah dan keributan terus diciptakan untuk menutupi tujuan utama yang sebenarnya paling mendesak saat ini : menanggulangi pandemi Coronavirus dan mutasinya.
   Program vaksinasi yang berjalan begitu lambat dengan jangkauan yang bukannya berusaha diperluas.  Sebentar lagi, vaksinasi sudah tidak gratis lagi.  Salah seorang Menteri Koordinator bahkan sudah terang-terangan menyebutkan harganya. Hal ini tentu terasa memberatkan di tengah gempuran krisis ekonomi.Â
   Vaksin yang dibeli oleh pemerintah, meskipun pada akhirnya telah menerima pengakuan efektivitas ternyata bukan vaksin yang masuk dalam persyaratan.  Sinovac, produksi China yang ternyata tidak dipakai di negara produsennya sendiri malah dipakai massal oleh pemerintah. Tentu kita tidak tahu persisnya, namun asas manfaat dan sama rata sama rasa pasti dipakai oleh para penentu kebijakan dalam mengadakan perjanjian pembelian.  Namun hanya keuntungan jangka pendek dan bagi kalangan mereka saja.  Pfizer, Modena dan Astra Zeneca adalah vaksin yang efektivitasnya telah dinyatakan lolos uji.  Makanya tidak heran, Indonesia tidak termasuk dalam negara-negara yang mendapatkan kuota haji 2021.  Seandainya waktu itu stake holder peka dan memilih produk vaksin berintegritas dan diakui dunia internasional, maka pemberangkatan jamaah haji Indonesia 2021 akan lain ceritanya.Â
   Para calon jamaah haji tentu saja hanya bisa pasrah.  Sebagian berharap tahun depan masih bisa terbawa dan masih memiliki kesehatan serta daya dukung keuangan yang memadai, sementara sebagian lain mencoba melakukan penarikan dana.  Prosesnya tentu saja tidak semudah yang dibayangkan, karena dana haji telah disimpan pemerintah dalam bentuk sukuk (surat berharga).  Meski ada hitungannya, namun bisa jadi telah diputar dahulu untuk pembiayaan sektor lain, misalnya infrastruktur.  Di sini lagi-lagi kesabaran dan keikhlasan para jamah menghadapi ujian besar.
   Kita tentu saja berharap yang terbaik yaitu keberangkatan seluruh jamaah haji Indonesia dengan lancar dan selamat.  Pemerintah sangat perlu segera melakukan kajian, strategi dan langkah-langkah baru, dengan sumber daya yang besar tentu hal tersebut sangat bisa dilakukan.  Selebihnya, keimanan dan ketakwaan kita terhadap qadha dan qodarullah, takdir dan ketetapan Allah.  Haji memang betul-betul ibadah istimewa, maknanya adalah tamu Allah. Meskipun seruan berhaji adalah untuk seluruh manusia, namun hanya Dia yang memegang hak prerogatif tertinggi terhadap sesiapa yang terpilih untuk  mengunjungi rumah Nya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H