Selama bertahun-tahun dia selalu menyebut-nyebut lukanya dan keseleonya yang katanya mengakibatkan persendiannya terasa tidak seperti dahulu. Duh, sialnya nasib saya. Sejak saat itu saya hampir tidak pernah menawarkan tumpangan lagi, kapok.Â
Bagi seseorang yang gemar meminjam mobil atau motor juga tidak kalah menyebalkan. Mobil apik yang tidak pernah terkena asap rokok, mendadak jadi berbau nikotin saat dipakai seorang rekan. Dengan mengomel dan mengeluarkan biaya ekstra, akhirnya kami pergi ke bengkel dan melakukan prosedur kuras AC.Â
Serupa dengan hal tersebut adalah saat anak saya yang kuliah semester awal, pulang dengan sepeda motor yang bannya sudah gundul dan lampu pecah di sana-sini. Shockbreaker mati dan seperti habis dibawa narik beronjong padi. Dia bilang, semua karena ulah teman-temannya yang dengan santai main pinjam dan pakai motornya. Bensin sudah kosong, ban sudah kempes, dan barulah motor dikembalikan ke pemiliknya. Saat-saat seperti itu, sungguh saya sangat teringat ajaran harga diri yang pernah disampaikan oleh orangtua dahulu.Â
Sebetulnya banyak hal yang disampaikan oleh orangtua saya dahulu tentang konsep harga diri. Namun dua hal ini yang sungguh tak pernah lepas dari ingatan dan ingin saya bagikan.
Saya merasa perlu mengajarkan juga hal ini kepada anak saya, supaya dia memiliki keterampilan menghadapi kehidupan dan punya attitude yang baik.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam parenting.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H