Mohon tunggu...
Gregorius Nggadung
Gregorius Nggadung Mohon Tunggu... Penulis - Onsi GN

Mahasiswa Universitas Nusa Cendana, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Setelah Lelah: Pisah Lalu Patah

21 Desember 2021   13:49 Diperbarui: 21 Desember 2021   14:02 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semuanya tersasa dengung ketika hujan dan air mata sama-sama jatuh dan membasahi ujung lengan baju biru, yang sering saya kenakan pada hari rabu.

Semuanya terasa hilang ketika kata-kata membasahi ruang imajinasi di atas kenangan yang panjang.

Pada tulisan ini semuanya tidak merasakan apa-apa. Dan sesungguhnya saya menuliskan ini sebagai seorang yang selalu mendengarkan cerita tentang rasanya mengenal dan melupakan cinta. Cinta kepada seseorang itu sederhana untuk kita lakukan namun cinta  untuk diri sendiri itu terkadang  sering tidak kita ucapkan. Seakan hidup saja.

Benar kita harus mencitai seseorang pada waktunya. Namun kadang waktu juga sering membuat orang tidak mencintai kita. Saya terangkan, alasan untuk mencitai seseorang adalah hal yang mustahil untuk diceritakan, terkadang kita lebih memilih mengatakan tidak ada alasan untuk mencintai seseorang dibandingkan dengan mengatakan sejujurnya. Satu hal, mengadapi fase mencintai dan saling mencintai adalah hal yang rumit untuk dibuktikan dengan bahasa apapun. Bahasa tubuh pun enggan mengatakan itu. Menghadapi tahapan mencintai adalah cara kita mengisi unsur intrinsik cinta tentang maju mundurnya alur hubungan itu.

Setelah Lelah

Ketika hubungan saling mengerti, lalu saling nyaman itu sudah mencapai puncak sebelum waktunya maka tidak ada kata lain selain lelah. Ketika hubungan sudah menjadi hal yang sesungguhnya terkadang banyak alasan untuk menciptakan sebuah tantangan dan menjalankan sebuah hubungan itu sulit, apalagi memulai dari hal yang saling tidak percaya ditambah tanpa ada kejujuran. Dan kita pun tahu lelah itu membawa kita pata kata pisah yang seutuhnya. Kita jabarkan, pisah yang seutuhnya adalah kecenderungan kita lebih memilih ego dibandingkan memilih arah yang sebenarnya.

Kita sulit mengartikan makna cinta yang sesungguhnya. Menghargai dan melukai terkadang sama-sama berdiri di hadapan kata cinta itu. Kata orang "Jangan pernah mengatakan salah pada kata cinta. Namun salahkan orang yang mau mengenal, mendapatkan seseorang atas nama cinta"

 Pisah Lalu Patah

Kita selalu senang memfoniskan diri seseorang dengan mengatakan yakin atas ucapan yang terkadang kita sendiri tidak meyakini apa yang kita ucapkan. Tidak ada salahnya mencintai itu hal yang rumit dan saya merasakan itu, betapa rumitnya mengenal cinta tanpa ada restu dalam waktu.

Penulis : Onsi GN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun