Bayangkan, saya tidak punya waktu yang banyak untuk berjuang dengan sebuah kata tuntas. Saya tidak punya prestasi apalagi berdiri di atas ribuan kepala dengan menggenakan kata pantas.
Semuanya dalam riwayat dan selalu tertuju pada kata gawat.Â
Mengapa jalan yang dilihat luas bisa mengecilkan pori-pori kehidupan yang seakan semakin melangkah, semakin tak punya arah?
Mengapa banyak orang punya kepastian dan saya sibuk merakit harapan?
Mengapa banyak orang punya segalanya dan saya sibuk memikirkan hal yang tidak ada jiwanya?
Sampai pada hari ini saya tidak tahu, mengapa saya lebih memilih berbalik arah di saat yang lain berdiri sibuk merakit denah?
Apakah saya memang tidak pandai sehingga saya terlarut dalam kata andai?
Apakah memang saya kurang gizi sehingga harus mencari banyak nutrisi?
Episode terus berlanjut
Saya selalu terlambat dalam larut
"Bangun!!! bangun!!!"Â
Percikan air begitu dingin di balik selimut yang seakan tulisanku diletakkan di atas pasir lalu disambar petir.
"Mimpi sialan" sambil menutup mata dan tidur lagi.
Penulis : Onsi GN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H