Walaupun defenisi terorisme masih diperdebatkan hingga saat ini, tindakan-tindakan terorisme justru mengalami perkembangan. Terorisme lama (old terrorism) bersifat statis, hirarki dan relatif terduga. Sedangkan terorisme model baru bersifat dinamis, terstruktur dan memiliki jaringan global dan sulit diduga. Terorisme ini bersifat lintas batas (transnasional), global dan pola penyebarannya lebih bervariasi, salah satunya menggunakan media online/internet.
Teorisme model baru tidak hanya menyerang stabilitas politik negara, tetapi yang jauh lebih penting adalah menargetkan infrastruktur psikologis masyarakat. Penyebabnya tidak lagi penolakan terhadap kebijakan negara, melainkan sikap anti barat, anti islam, anti imgran maupun anti terhadap sesuatu yang berbeda entitasnya.
Pertanyaannya, jika selama ini terorisme (pasca 9/11) melekat kepada muslim dan negara timur tengah, bisa kah terorisme subur dan melekat di negara-negara eropa yang secara ekonomi politik lebih stabil? Jika ya, apakah gelombang kemenangan kelompok sayap kanan secara tidak langsung melahirkan bibit kebencian sehingga berujung pada aksi terorisme?
Menurut Daniel Koehler dalam "Right-wing Terrorism in the 21st Century: The National Socialist Underground and the history of terror from the far right in Germany", lebih dari satu dekade, Nationali Socialist Underground melakukan pembunuhan, pemboman dan perampokan. NSU menurut Koehler adalah contoh kasus terorisme sayap kanan. Analisisnya yaitu kelompok sayap kanan memainkan ideologi kekerasan hingga aksi terorisme. Inti dari terorisme sayap kanan adalah ritualisasi kekerasan, memberikan batasan yang jelas antara "kita dan "mereka" dan menindas kelompok yang inferior.
Menurutnya, terorisme sayap kanan adalah bentuk lebih lanjut dari kekerasan atas dasar kebencian. Dan yang menjadi targetnya adalah kelompok inferior (minoritas?).
Penulis cenderung sepakat bahwa teroris dan aksi terorisme dalam bentuk apapun (saat ini) dilatarbelakangi oleh sentimen kebencian terhadap yang berbeda dari "kita". Apakah ini akibat dari menguatnya populisme sayap kanan? Tentu butuh penelitian yang lebih terukur dan mendalam.
Apakah aksi terorisme disebabkan oleh kondisi geopolitik? Menurut Slavoj Zizek, filsuf progresif asal Slovenia, perkembangan politik pasca Perang Dingin melahirkan polarisasi dua kutub. Kekuatan konservatif di satu sisi dan kekuatan liberal di sisi lain.
Benarkan kelompok ini memperomosikan kekerasan dan berujung pada aksi terorisme?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H