Mohon tunggu...
Onrizal
Onrizal Mohon Tunggu... -

Forest ecology. Untuk bumi lebih baik (onrizal03[at]yahoo.com; onrizal.wordpress.com)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi: Banjir Bandang Bukitlawang

27 April 2012   14:18 Diperbarui: 4 April 2017   17:45 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu bulan Ramadhan 1423H, bulan nan suci dan agung bagi kaum muslimin seluruh dunia. Pada tahun 1423H tersebut, awal Ramadhan terdapat di pekan akhir bulan Oktober 2003. Sebagaimana ungkapan lama dalam masyarakat, bulan yang berakhiran ber-ber, seperti September, Oktober, November dan Desember agar menyediakan ember. Kenapa ? Karena pada bulan yang berakhiran ber-ber tersebut adalah musim penghujan.

Ya, waktu itu di daerah Langkat Hulu, Sumatera Utara sedang berlangsung hujan lebat. Air hujan seolah-olah ditumpahkan dari langit, tidak ada hentinya selama beberapa hari terakhir saat itu. Hari itu Minggu tanggal 2 November 2003 bertepatan dengan dengan hari ke-8 bulan puasa (Ramadhan) 1423 H. Ketika takbir dan tahmid dikumadangkan dengan khusuk mengiringi sholat tarawih, tiba-tiba suara air bergemuruh di antara derasnya hujan, datang mendekat dan menerjang apa saja yang dilaluinya. Banjir bandang itupun menghantam Bukitlawang.

Musibah banjir bandang Bukitlawang itu juga menghantam kawasan wisata Bahorok di perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser. Air bah yang membawa segala macam material: kayu gelondongan, lumpur, pasir dan bebatuan menerjang semua yang berada di sepanjang Sungai Bahorok, sungai utama yang mengalir di Bukitlawang. Gelondongan kayu yang besar tersebut beserta material lainnya yang dibawa air bah menyergap semua yang berada di bantaran sungai. Rumah, pondok wisata, hotel yang tersebar di kiri kanan sungai itu pada ketinggian kurang dari 5 meter permukaan sungai saat normal hancur diterjang air bah.

1335537133767360849
1335537133767360849

Kejadian mencekam di malam hari sekitar pukul 20.30 wib itu telah merenggut 154 jiwa tewas atau hilang dari penduduk asli maupun wisatawan asing dan lokal. Hingga bulan Februari 2004 tercatat 80 orang dinyatakan tidak ditemukan jasadnya [1]. Inna lil lahi wa inna ilaihi rojiun.

*****

Akankah hujan terus menjadi tersangka, biang keladi terjadinya banjir bandang? Mengapa kita yang diberi akal tidak menggunakannya secara jujur dan objektif? Bukan kah alam telah memberi tanda? Dimana kita harus membangun permukiman, dimana yang berbahaya? Kitalah yang sering membuat kerusakan di muka bumi.

Kasus banjir di Bukitlawang antara lain dari berbagai publikasi dinyatakan karena hutan di hulunya di pergunungan Leuser banyak yang gundul akibat penebangan haram atau yang lebih dikenal dengan illegal logging dan perambahan [2, 3, 4] – meskipun banyak pihak yang memperdebatkan. Lalu, kayu gelondongan yang berserakan pasca banjir bandang itu berasal darimana?[5] Sementara di Jember dilaporkan hutan di pegunungan Argopuro yang merupakan daerah hulu dengan kelerengan yang cukup tajam juga dalam kondisi rusak. Sehingga ketika musim hujan, sisa hutan yang ada yang telah rusak tidak sanggup lagi menyimpan air dan menahan tanah dari erosi dan longsor. Maka air banjirpun membawa lumpur tanah.

Hasil penelitian Fakultas Kehutanan IPB dalam periode 1978 – 2004 [6] juga bisa menjelaskan hal tersebut. Pada areal berhutan lebat, laju erosi tertingginya hanya 0,02 ton/ha/th. Jika hutan lebat tersebut kemudian berubah menjadi semak belukar, maka laju erosinya meningkat menjadi 2,09 ton/ha/th atau meningkap hampir 105 kali lipat. Selanjutnya apabila menjadi lahan gundul tanpa vegetasi, maka laju erosinya meningkat secara spektakuler, yakni mencapai 514,00 ton/ha/th atau meningkat 25.700 kali lipat dari areal berhutan. Sangat bisa dibayangkan, betapa besar peluang banjir bandang membawa lumpur ketika hutan digunduli saat musim hujan.

Selanjutnya, pada tanah yang tidak stabil penebangan hutan menaikkan hampir lima kali kejadian longsor dan volume tanah yang longsor meningkat tiga kalinya. Pembuatan jalan untuk penebangan meningkatkan 50 kali pada kejadiaan longsor dan volume tanah yang longsor meningkat 30 kali [6]. Dengan demikian, hutan sangatlah penting untuk pengendaliaan tanah longsor.

Dari berbagai fakta dan kejadian serta hasil penelitian ilmiah, sudah sangat jelas kaitan kerusakan hutan dan lahan terhadap meningkatnya potensi banjir dan tanah longsor.

Cukuplah bencana banjir dan tanah longsor tersebut sebagai penyadaran bagi kita semua. Jadilah bagian dari solusi, bukan menjadi bagian masalah. Lingkungan adalah milik bersama, mari jaga dan kelola lingkungan secara arif, bersama dan berkelanjutan untuk kemakmuran umat manusia sebagaimana tujuan penciptaannya.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran!

[1] Brahmantyo, B. 2009. Mengenang kembali banjir bandang Bukitlawang Bahorok 2003-2009. Ekspedisi Geografi Indonesia 2009 Sumatera Utara. Bakosurtanal, Bogor, Hal. 88 – 89

[2] Ridho, P.G. 2003. Walhi: Banjir Bahorok akibat degradasi lingkungan. [http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/11/04/brk,20031104-80,id.html]

[3] Julianty. 2006. Menengok kembali peristiwa banjir bandang Bahorok – apa yang harus diperbaiki? Buletin Planolog 1: 12-17

[4] BAPPENAS dan BAKORNAS PB. 2006. Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009. Kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dengan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (BAKORNAS PB)

[5] Malley, F.C. 2004. Kataspora banjir Bahorok dan persekongkolan mengelabui publik. Intip Hutan edisi Juni 2004: 6-9

[6] Kusmana, C., Istomo, S. Wilarso, E.N. Dahlan, & Onrizal. 2004. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan dalam pemulihan kualitas lingkungan. Makalah utama pada Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan, pada 4 Juni 2004 di Klub Rasuna, Ahmad Bakrie Hall, Jakarta

*Disarikan dari Onrizal. 2010. Ayat-ayat konservasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun