Mohon tunggu...
Onggo Indonesiana
Onggo Indonesiana Mohon Tunggu... -

Nama saya Onggo (saja) sebenernya. Nggak pake Indonesiana. \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

RATNA DI TIKUNGAN KAMPUNG PULO

22 Agustus 2015   16:45 Diperbarui: 22 Agustus 2015   17:06 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="RATNA DI KAMPUNG PULO "][/caption]kalau kita marah, kita harus tahu apa sebabnya. Kalau kita marah karena rugi, kita harus tahu berapa ruginya. Dan itu berarti harus mampu menghitungnya.

Marah kepada PLN, misalnya. Marah hanya karena sudah membayar sesungguhnya kurang pas. Karena yang kita beli adalah potensi daya. Daya menjadi bernilai ketika kita manfaatkan. Nilai kemanfaatan yang gagal digunakan saat listrik mati itulah yang harusnya diberitahu kepada PLN. Tapi ingat. Supaya fair, hitung juga kegagalan memanfaatkan daya ketika listrik hidup. Yang disebut pemborosan.

Contoh lain, marah soal pembongkaran pemukiman di Kampung Pulo. Selain soal cara pembongkaran yang konon tak manusiawi, yang dituntut adalah soal ganti rugi.

Bagaimana memperhitungkan nilai kemanusiaan?. Pasti bukan dengan nilai uang. Tapi dengan perimbangan. Dipandang manusiawi juga kah membiarkan masyarakat disana--terutama anak-anak--bertarung dengan penyakit, dampak sosial kekumuhan, bahkan potensi kematian akibat banjir?. Bila itu pertaruhannya, dipandang tak manusiawi kah mengeluarkan mereka dengan paksa dari sana--setelah sosialisasi berkali-kali--lalu memindahkannya ke pemukiman yang lebih layak?.

"Tapi kan di pemukiman baru harus bayar cicilan?". Kalau begitu, coba juga berhitung ongkos yang diakibatkan dengan bertahan tinggal disana; berapa itu nilai kesehatan anak-anak. Berapa itu nilai gagal bertumbuh dengan baik secara sosial bagi mereka?. Berapa nilai potensi kematian akibat banjir. Juga perbaikan dan penggantian kerusakan fisik akibat banjir. Setara kah total ongkosnya dengan cicilan?.

Itu baru berhitung soal perimbangan nilai kerugian vs cicilan. Bagaimana dengan potensi keuntungan yang mungkin diraih dengan pindah ke tempat baru, termasuk masa depan anak-anak yang hidup dengan lingkungan lebih sehat?

Saya selalu tertarik melihat politisi yang tiba-tiba muncul, bersuara keras mengangkat soal kerugian masyarakat. Bila hanya soal kerugian rakyat yang dibicarakan, sulit bagi saya untuk tidak memandang bahwa ia tengah membuat peluang yang memberinya keuntungan. Keuntungan untuk dirinya sendiri. Walaupun itu juga dugaan (yang kerap terbukti).

Kalau Ratna punya niat baik, dia seharusnya nimbrung bicara soal ini saat perencanaan. Atau bahkan ketika Kampung Pulo terendam banjir dan ada korban tewas disana.

Pada akhirnya, waktu yang akan membuktikan siapa yang akan lebih sejahtera; masyarakat di pemukimanan lama yang bersedia pindah ke tempat baru lalu beradaptasi, atau yang menolak dan mencoba bertahan. Dan semoga kita semua--termasuk Ratna--sempat menyaksikan itu. 

 

https://youtu.be/CLhRXxKWIVs

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun