Mohon tunggu...
Iswanti Ajah
Iswanti Ajah Mohon Tunggu... -

Seorang teman yang masih muda dan senang olahraga meninggal dalam sebuah perjalanan, bukan karena kecelakaan, tapi karena terkena serangan jantung. \r\n\r\nPagi-pagi teman alm kirim bbm pada temannya. Bunyi bbmnya, dia senang mau pulang. Dia juga bilang harus mengikhlaskan kepergian Alm, biar dia tenang. Ternyata sorenya yang kirim bbm ini juga "berpulang". \r\n\r\nKematian merupakan suatu peristiwa yang pasti bagi setiap makhluk-Nya. Hanya soal waktu saja.\r\n\r\n-- Menulis untuk bisa dikenang oleh keluarga dan handai taulan\r\nhttp://isonetea.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengalaman Naik Kereta Ekonomi

4 Maret 2013   00:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:22 1305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai seorang petualang, pada tahun 2005-2007 aku pernah tinggal di kota Malang Jawa Timur untuk belajar akupunktur. Selama tinggal di sana, aku pernah bekerja sebagai guru les privat dan asisten apoteker di sebuah apotek. Karena gaji yang sangat minim, maka tentu saja aku tidak bisa lepas dari subsidi orang tua, termasuk ongkos pulang ke Bogor. Karena kondisi kesehatan kedua orang tuaku tidak stabil saat itu, maka aku jadi sering pulang. Karena tidak mau terlalu membebani orang tuaku dalam hal keuangan, maka moda angkutan yang kugunakan untuk pulang ke Bogor adalah kereta Matarmaja, yaitu kereta ekonomi jurusan Malang-Jakarta.

Pertama kali naik kereta ekonomi jarak jauh ini aku bareng seorang teman yang tinggal di Yogyakarta. Kesan pertama, aku terkagum-kagum dengan ketepatan waktu berangkat kereta yang tempat duduknya keras dan tidak bisa dipindah arah ini. Maklumlah tidak jarang aku sering menderita bosan menunggu bis eksekutif yang berangkat tidak on time atau pun pesawat yang berangkat tepat 1 jam setelah waktu resmi pemberangkatan, alias ngaret hingga 1 jam. Siang itu tepat pukul 13.50 WIB kereta yang saat itu bertarif 55 ribu rupiah berangkat sesuai dengan jadwal.

Awalnya aku takut naik kereta ekonomi Jawa ini, karena pernah membaca berita di koran adanya kasus penodongan yang dilakukan para pedagang asongan terhadap para penumpang. Aku ngenes baca berita itu, penumpang yang sudah miskin, dirampok pula, teganya teganya. Nah, ternyata rasa takutku akhirnya hilang karena saat itu aku menikmati perjalanan dengan mengobrol dengan para penumpang lain yang satu "cluster" (berdekatan duduknya) denganku. Acara cuap-cuap di perjalanan dengan penumpang lain ini jarang sekali kutemukan bila aku menjadi penumpang kereta atau bis kelas eksekutif, apalagi pesawat. Suasana kekeluargaan, senasib dan sepenanggungan sangat terasa di antara penumpang kereta ekonomi. Hingga akhirnya sekitar jam 9 malam teman seperjalananku turun lebih dulu di stasiun Solo Jebres.  Setelah temanku turun, walopun sendirian namun aku tetap merasa aman dan nyaman karena adanya rasa kekeluargaan dengan penumpang satu "cluster" denganku.
Setelah meninggalkan stasiun Solo Jebres, kira-kira setelah perjalanan satu jam kemudian kereta berhenti lama sekali. Ini bukan karena ban kereta bocor terkena paku, tapi karena lokomotif yang menarik 10 gerbong dan 1 gerbong kereta makan mogok. Hal ini adalah salah satu masalah yang memprihatinkan dalam pengelolaan kereta ekonomi kita, karena diterapkannya sistem kanibalisme komponen kereta. Dalam kanibalisme kereta, komponen yang rusak dan sudah tidak diproduksi lagi diganti dengan mesin atau komponen kereta yang tidak beroperasi. Hasilnya, lokomotif yang diperlengkapi mesin pengganti yang semuanya sudah berusia puluhan tahun itu pun rusak, mengakibatkan mesin (lokomotif) mogok berkali-kali. Hal ini tentu saja mengganggu kenyamanan penumpang karena harus menunggu berjam-jam di dalam gerbong.
Akhirnya lokomotif kereta yang kunaiki malam itu ditarik mundur, kembali ke stasiun Solo. Setelah berganti lokomotif lalu kereta jalan kembali, namun berjalan merayap laksana kura-kura ninja yang tertusuk paku di kedua kakinya . Akibat lama mogok, maka kereta tiba di stasiun Semarang Poncol pada sekitar pukul 07.00 WIB atau telat 7 jam dari jadwal seharusnya, yaitu pukul 23.15 WIB.

Buru-buru aku menelepon Mamahku karena takut beliau khawatir anaknya belum tiba di rumah pada pukul 9 pagi seperti biasanya.

”Mah, kayaknya sampai rumah sore,deh,” kataku.

”Loh, kok sore, sih? Ini memang naik apa?” tanya Mamahku kaget.

”Naik kereta, Mah.”

”Loh, kok kereta sih?? Kereta apa?? Jangan-jangan kereta ekonomi, ya?!!” Gimana sih? Kan dikasih uangnya buat naik bis eksekutif??” kata-kata Mamahku di ujung sana terdengar marah hehehhe.

Mungkin ini hukuman dari Tuhan karena aku pakai uang jatah bis eksekutif dengan kereta ekonomi untuk membeli oleh-oleh, maka akhirnya kereta tiba di stasiun Jatinegara Jakarta tepat pukul 16.00 WIB esok harinya. Pas bedug magrib aku baru tiba di rumah. Jadi kalau dihitung total perjalananku dari Malang ke Bogor adalah 28 jam!! Kalau dibandingkan lama perjalanan ke China dan ke Malang, maka aku akan bilang ternyata Malang lebih jauh dari China. Loh? Ke China kan hanya memakan waktu 8 jam, sedangkan aku ke Malang 28 jam!! Jadi, jauh Malang, kan?? Hahahaha.

Ternyata pengalaman pertamaku naik kereta ekonomi tidak membuatku kapok. Masih ada perjalanan-perjalanan lain bersama kereta ekonomi hingga total 6 kali perjalanan. Dari semua perjalanan itu suasana kekeluargaan tetap terasa. Seperti perjalanan dengan kereta ekonomi Gaya Baru Malam Selatan terakhirku dari Surabaya menuju Jakarta.

Waktu itu aku duduk di kelilingi para cowok dalam satu ”cluster”. Itulah kali pertama bagi mereka naik kereta ekonomi. Untung saja tidak ada yang bertanya kepadaku kali keberapa aku naik kereta ekonomi hihihi.

Saat sedang asik-asiknya ngobrol, tiba-tiba ada tetesan air berwarna dari atas bagasi. Langsung teman-teman seperjalananku ini menampungnya memakai koran. Setelah dus mie instant sumber tetesan itu diturunkan, maka kami baru tahu, ternyata dus itu berisi ayam jago. Jadi tadi yang menetes deras itu apa? Begitu tahu apa yang ada di dalam dus itu kami semua tertawa. Jam 4 subuh si ayam yang entah di mana dan siapa  siempunya berbunyi kukuruyuuk membangunkanku supaya segera solat subuh.

Saat ini yang kurasakan, prestasi yang pernah aku buat melebihi saudara-saudaraku adalah pengalaman naik kereta ekonomi Jawa Timur-Jakarta sebanyak 6 kali. Sedangkan tidak ada satupun dari 5 saudara laki-lakiku yang pernah mencoba naik kereta yang satu ini. Seorang kakakku berkomentar ketika aku membanggakan prestasiku ini. ”Yah, yang kayak gituan dibanggain!” Hahahaha.

Bagiku pengalaman naik kereta ekonomi jarak jauh adalah suatu kebanggaan. Bisa dibayangkan aku yang anak Mamih bisa bepergian seorang diri dengan kostum berupa sandal jepit dan tas backpack. Betul-betul backpacker sejati, bukan? hahaha. Terlebih aku jadi tahu, ternyata para penumpang kelas ekonomi memiliki stamina yang prima. Bisa dibayangkan perjalanan jauh yang bisa membuat kaki bengkak, retensi urine (tidak buang air kecil) karena keadaan kamar kecil yang tidak sehat karena tidak ada air, gerbong yang panas, banyak pedagang yang hilir mudik berisik, menunggu lama karena harus beberapa kali mengalah untuk kereta kelas eksekutif yang mau lewat, dll. Wah, benar-benar sakti mereka bisa kuat.

Kira-kira tahun lalu kembali aku menaiki kereta ekonomi kelas ekonomi dari Jakarta menuju Solo. Ternyata harga tiket dan cara penjualan karcis sudah berubah. Yang tadinya loket dibuka untuk pemberangkatan pada hari H, sekarang penumpang harus pesan dulu jauh hari. Pada saat itu bertepatan dengan liburan panjang jadi tidak heran jika pemesanan tiket untuk pemberangkatan minggu depan pun sulit. Ketika hari H pemberangkatan, aku  masuk kereta beberapa menit sebelum waktu keberangkatan. Ternyata penumpang sudah bejubel. Rak bagasi penuh! Aku tidak kebagian bagasi. Terpaksa tas dan plastik oleh-oleh buat teman di Solo kupangku. Yang lebih menyedihkan space  antar penumpang dalam satu "cluster" begitu sempit sehingga kakiku sulit bergerak! Penumpang kereta ekonomi saat itu acuh tak acuh. Selama perjalanan aku hanya bisa diam, menahan seribu satu rasa: ya pegel, ya panas, dan pengap karena harus memangku dua tas. Ternyata penumpang yang lain pun acuh tak acuh karena mereka sibuk dengan gadget-nya yang berupa Blackberry, ipad dan sebagainya.

Kereta ekonomi memang sudah berubah.  Selain berubah harga, penjual asongan tidak hilir mudik, toilet yang sudah ada airnya dan juga gaya hidup penumpangnya. Tapi kalo malam sih tetep orang-orang banyak yang tidur di bawah kursi atau di aisle sehingga menyulitkan penumpang lain untuk hilir mudik. Hal ini  yang merupakan ciri khas kereta ekonomi jarak jauh yang tidak hilang dari dulu hingga sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun