Saat sedang asik-asiknya ngobrol, tiba-tiba ada tetesan air berwarna dari atas bagasi. Langsung teman-teman seperjalananku ini menampungnya memakai koran. Setelah dus mie instant sumber tetesan itu diturunkan, maka kami baru tahu, ternyata dus itu berisi ayam jago. Jadi tadi yang menetes deras itu apa? Begitu tahu apa yang ada di dalam dus itu kami semua tertawa. Jam 4 subuh si ayam yang entah di mana dan siapa siempunya berbunyi kukuruyuuk membangunkanku supaya segera solat subuh.
Saat ini yang kurasakan, prestasi yang pernah aku buat melebihi saudara-saudaraku adalah pengalaman naik kereta ekonomi Jawa Timur-Jakarta sebanyak 6 kali. Sedangkan tidak ada satupun dari 5 saudara laki-lakiku yang pernah mencoba naik kereta yang satu ini. Seorang kakakku berkomentar ketika aku membanggakan prestasiku ini. ”Yah, yang kayak gituan dibanggain!” Hahahaha.
Bagiku pengalaman naik kereta ekonomi jarak jauh adalah suatu kebanggaan. Bisa dibayangkan aku yang anak Mamih bisa bepergian seorang diri dengan kostum berupa sandal jepit dan tas backpack. Betul-betul backpacker sejati, bukan? hahaha. Terlebih aku jadi tahu, ternyata para penumpang kelas ekonomi memiliki stamina yang prima. Bisa dibayangkan perjalanan jauh yang bisa membuat kaki bengkak, retensi urine (tidak buang air kecil) karena keadaan kamar kecil yang tidak sehat karena tidak ada air, gerbong yang panas, banyak pedagang yang hilir mudik berisik, menunggu lama karena harus beberapa kali mengalah untuk kereta kelas eksekutif yang mau lewat, dll. Wah, benar-benar sakti mereka bisa kuat.
Kira-kira tahun lalu kembali aku menaiki kereta ekonomi kelas ekonomi dari Jakarta menuju Solo. Ternyata harga tiket dan cara penjualan karcis sudah berubah. Yang tadinya loket dibuka untuk pemberangkatan pada hari H, sekarang penumpang harus pesan dulu jauh hari. Pada saat itu bertepatan dengan liburan panjang jadi tidak heran jika pemesanan tiket untuk pemberangkatan minggu depan pun sulit. Ketika hari H pemberangkatan, aku masuk kereta beberapa menit sebelum waktu keberangkatan. Ternyata penumpang sudah bejubel. Rak bagasi penuh! Aku tidak kebagian bagasi. Terpaksa tas dan plastik oleh-oleh buat teman di Solo kupangku. Yang lebih menyedihkan space antar penumpang dalam satu "cluster" begitu sempit sehingga kakiku sulit bergerak! Penumpang kereta ekonomi saat itu acuh tak acuh. Selama perjalanan aku hanya bisa diam, menahan seribu satu rasa: ya pegel, ya panas, dan pengap karena harus memangku dua tas. Ternyata penumpang yang lain pun acuh tak acuh karena mereka sibuk dengan gadget-nya yang berupa Blackberry, ipad dan sebagainya.
Kereta ekonomi memang sudah berubah. Selain berubah harga, penjual asongan tidak hilir mudik, toilet yang sudah ada airnya dan juga gaya hidup penumpangnya. Tapi kalo malam sih tetep orang-orang banyak yang tidur di bawah kursi atau di aisle sehingga menyulitkan penumpang lain untuk hilir mudik. Hal ini yang merupakan ciri khas kereta ekonomi jarak jauh yang tidak hilang dari dulu hingga sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H