"Itu yang lagi satu karton tolong dibawa masuk," ujar Pak Ahok, bos distributor sabun batangan. Sambil menoleh ke arah pegawainya yang sedang berdiri santai.
"Hahh?" sahut Centonk sang pegawai.
Sang bos pun mengulangi perintahnya itu.
Samudji yang memperhatikan dari sebelah, dari balik kaca warungnya hanya tersenyum. Dia berpikir bisa-bisanya Centonk yang kurus kering itu menghardik sang bos. Pak Ahok yang dikenal galak itu. Lucunya Pak Ahok ya koq tidak merasa kena hardik. Malah mengulangi lagi ucapannya.
"Inilah budaya baru di negeri tercinta," pikiran Samudji menyimpul.
Dia menyimpulkan seperti itu karena rata-rata pelanggannya juga seperti itu. Seakan-akan dia dipaksa mengucapkan kalimat yang sama hingga dua kali.
Terlebih jikalau pelanggan setianya, Ibu Erna yang memiliki suara jangkung nan lengking itu berkunjung. Suku katanya bukan 'hah' lagi. Tapi sudah menjadi 'HEHH.' Dengan warna sengau.
Pengucapannya pun bukan di rongga mulut. Tapi beresonansi di hidung. Bak suara orang perancis. Terdengar mirip suara kucing tergencet daun pintu. Mengerikan.
Bahkan belum selesai Samudji mengucap sebuah kalimat, kata 'HEHH' itu sudah tersembur.
"Ada yang salah dengan orang-orang ini," demikian kadang Ia bergumam dengan hati jengkel alang kepalang.