Mohon tunggu...
o n e t  b u r t o n®
o n e t b u r t o n® Mohon Tunggu... Wiraswasta - o l e h

Tukang Ojek. Tinggal di Denpasar Bali

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Soemirat dan Tas Kain Bekas Bungkus Tepung

15 November 2019   16:22 Diperbarui: 15 November 2019   16:24 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang sedang gerah-gerahnya. Terik matahari bebas lepas. Tanpa sedikitpun ada awan yang menghalangi sinarnya menghantam kulit bumi.

Dua angkot, mobil angkutan kota, lolos. Dua-duanya penuh. Soemirat enggan menghentikan. Dia menunggu angkot yang lebih lengang. Dia kurang begitu suka bersesak ria di dalam kotak mungil nan panas itu. Dia tidak rela membagi aroma keringatnya yang aduhai itu. 

Dari kejauhan akhirnya nongol juga yang ditunggu-tunggu. Jelas terlihat cuma empat kepala manusia di dalam angkot itu. Termasuk sopir.

Sopir yang mumpuni. Pintu angkot tepat berhenti di depan Soemirat. Sial, dekat pintu sudah ada yang menduduki. Di belakang sopir pun sudah ada dua orang. Seorang bapak dan seorang ibu yang subur setengah baya. Suami isteri. Karena mereka bergenggaman tangan.

Soemirat langsung merangsek ke belakang. Duduk paling belakang. Memberi jarak agar tidak sumpek. Lagi pula kaca jendela paling belakang biasanya bisa dibuka lebar-lebar. Lumayan bisa menyapa angin. 

Baru saja angkot berbelok, di depan ada segerombol orang menghentikan laju angkot. Lima orang. Dua orang terlihat menggendong tas gunung. 

Sopir melirik kaca spion. Mengintip ke belakang melalui kaca spion.
"Hayoo Pak naik..bisa..Pak..masih longgar..bisa..semuanya bisa masuk.." tangan sopir bergerak-gerak. Mengibas-ibas. Seperti menghalau penumpang yang terlebih dahulu naik. Kibasan tangannya memerintahkan agar duduk di angkot jeleknya itu dimepet-mepetkan.

"Mati..aku..sopir sialan.." pikir Soemirat dongkol.

Dia tidak bisa menyapa angin dengan leluasa. Dia tidak bisa duduk dengan leluasa. Tas yang dibawa pun dijepit di antara kaki.

Satu orang duduk di depan. Di samping sopir. Empat sisanya tumplek blek masuk ke belakang. Penumpang baru itu mesam-mesem saja.

"Pak tolong geser sedikit ya, saya agak sesak.." ibu itu memohon. Suaminya mengangguk mengiyakan. 

Bapak di sebelah suami ibu itu hanya bisa bergaya bergeser saja. Kawan sebelahnya cuma mendengus. Turut bergeser. Soemirat pun turut terangsek.

Sungguh beruntung sang sopir siang itu. Panen penumpang. Penumpang bertambah lagi seorang. Seorang bapak setengah tua. Rambutnya memutih. Menenteng tas kain. Seperti tas kain dari bekas bungkus tepung. Duduknya pun dekat pintu. Tempat duduk cadangan. Kecil dan mirip punyanya tukang sol sepatu. Tempat duduk spesial yang dikeluarkan oleh sopir sesaat sebelum penumpang terakhir masuk.

Sopir tersenyum sumringah. Soemirat semakin gelisah. Dia seperti susah bernafas. Sapuan matanya hanya melihat wajah-wajah mengenaskan. Raut rona terjajah. Tampang-tampang yang menunggu hari pembebasan. 

Aroma dalam angkot terhembus tak karuan. Aroma gado-gado. Komplit semua ada. Panas terik matahari seakan tembus memenuhi ruang dalam angkot.

Soemirat sudah tak tahan lagi. Dalam suasana yang kurang nyaman dan tertekan itu, Soemirat terlihat menyunggingkan senyum.

Soemirat seperti mendapat akal, tiba-tiba saja mulutnya berujar, "Maaf bapak-bapak dan ibu, mohon geser ya..saya sih tidak apa-apa. Tapi ini di dalam tas saya ini ada ular berbisa. Ganas! Belum saya beri makan pula."

Mendengar ucapan itu, sontak bapak-bapak itu merangsek ke arah depan. Sang Ibu terkejut setengah mati. Serta merta merangkul bapak sebelahnya, suaminya.

Bapak di depan Soemirat mengangkat kaki. Memberi ruang pada tas Soemirat. Semua mata menyorot pada tas Soemirat. Kalau-kalau sang ular keluar agar mereka bisa cepat menghindar.

Kecuali Bapak yang terakhir naik. Dia malah menatap tas kain putih dari bekas bungkus tepungnya itu yang sedang terinjak oleh Ibu gendut itu.

Belum genap Soemirat menghirup udara lega, akibat berhasilnya tipuan kecil itu, dia sempat mendengar bapak yang terakhir naik angkot berujar, "Maaf.. Bu..ularnya ada di tas saya ini. Yang sedang Ibu injak." 

Sang Ibu kaget alang kepalang. Bukannya mengangkat kaki. Tas kain putih dari bekas bungkus tepung itu malah diinjak-injak. Berulang kali. Sang empunya kaget. Tas itu terlepas rebah. Ikatannya terburai lepas. Ular belang hitam bergaris putih sebesar lengan anak kecil, menggeliat keluar ke lantai angkot. Menyapa para penumpang. Penumpang tidak mau disapa. Semuanya histeris.

Tidak laki-laki tidak perempuan di dalam ruang angkot pengap itu semuanya sepakat berteriak. Malah Soemirat sang pemilik ular palsu, berteriak melolong minta tolong.

Menyadari kegaduhan yang terjadi, sopir segera menghentikan laju angkot. Penumpang semburat keluar. Tinggal Soemirat tersangkut di belakang. Kepalanya terlihat keluar lewat jendela kaca. Iya kepalanya saja. Tidak berani keluar. Ular melingkar menghadang pintu keluar. 

"Ada apa.. Pak..ada apa? Orang gila ya?.. Ada orang gila ya?" tanya beberapa orang yang mendekat. Menyaksikan ada orang keluar angkot melalui jendela berteriak-teriak.

Sang empunya ular menyahut dengan mengangkat bahu. **

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun