Mohon tunggu...
Buchari Fadli
Buchari Fadli Mohon Tunggu... -

Pembelajar Sejati, Penyuka Musik, Film, Sastra, Filsafat, Budaya, dan Pemeluk agama Islam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelajaran Hidup, di Lapo Tuak Bang Jabat

31 Agustus 2016   00:42 Diperbarui: 31 Agustus 2016   01:37 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, seperti biasanya , wak ijon sedang bersiap untuk berangkat nongkrong di lapo tuaak bang jabat, dengan mengenakan jaket levis yang sudah luntur dan celana kadorai yang sudah sobek-sobek di bagian lututnya, wak ijon keluar kamar serta pamit dengan “bininya” yang sedang asyik nonton acara tinju di salah satu stasiun televisi.

 “dek , abang Keluar dulu ya,” ucapnya sembari jalan dan mengunci pintu dari luar. dengan mengendarai motor c70 yang sudah di modifikasi streetcub wak ijon berangkat, ditengah perjalanan menuju tempat nongkrongnya itu, wak ijon mampir di warung ibu pariyah untuk membeli sebungkus rokok gudang garem ijo dan pulsa sebesar 10 ribu rupiah,

 "Bu, pulsanya jangan lupa ya, biasa 10 ribu aja, sabtu  nanti kalau udah gajian ane bayar,” ucapnya sembari membuka rokok  yg baru dibelinya. 

“ yaudah , iya, tapi jangan lupa bayarnya wak “ jawab bu pariyah singkat .  warung bu pariyah ini, merupakan warung favorit wak ijon untuk belanja apa saja, selain karena hanya satu satunya warung yang buka hingga larut malam, bu pariyah sebagai pemiliknya pun dapat dipercaya wak ijon untuk merahasiakan hutang hutangnya dari istrinya. biasanya wak ijon selalu membeli pulsa sekitar 2 hari sekali, pulsa tersebut digunakannya untuk membeli paket “TM”, agar bisa menelpon rusimah, janda muda yang bahenol dan montok yang menjadi idaman wak ijon.

“sip, bu , pulsanya udah masuk,” ujar wak ijon sambari pamit melanjutkan perjalanannya.

Tak seperti biasanya , lapo tuak bang jabat, malam itu terlihat sepi dari pelanggan , padahal biasanya lapo tersebut selalu ramai digandrungi orang-orang  yang datang dari berbagai kampung seputaran kecamatan kotabumi, lampung utara. Konon katanya, lapo tuak bang jabat ini mempunyai tuak kelas satu yang enak dan mudah membuat kepala sempoyongan meski baru meminum 3-4 gelas. Setibanya di lapo tuak bang jabat, wak ijon terlihat heran, ia mulai memutar kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri sembari memarkirkan motornya. Lalu ia turun dan menghampiri bang jabat yang sedang melayani beberapa pemuda yang sedang “mesen” tuak. 

“kog sepi amat ya bang, malam ini,” ujar wak jabar sambil menghisap rokoknya.

“ kayaknya sih sepi karena tadi, rombongan ican cs, abis dapet proyek” jawabnya sambil memberikan tuak pesanan yang sudah dibungkus pada pembeli. 

“wah, proyek  apa emang , kog jam segini belum selesai,kog  ican juga nggak ngontak gw, kalau ada proyek” ucapnya sambil mengembuskan asap rokoknya membentuk bulatan. 

“ini bukan proyek bangunan wak, tapi ini proyek yang enak dan mudah sih katanya,” , kata bang jabat sambil menyiapkan gelas berisi tuak untuk wak ijon.  

“emang proyek, apa”  jawab wak ijon penasaran.

“kemaren sih , mereka ngobrolnya disini wak, makanya gw tau, katanya ini proyek demo dinas,” ujar bang jabat sambil menggaru-garuk pahanya yang gatal sebab habis digigit tungau sewaktu ia tidur di kosan kawannya kemarin malam. 

“proyek demo dinas gimana sih” Tanya wak ijon semakin penasaran. 

“gini wak, ican disuruh ngumpulin anak-anak untuk demo di dinas bina marga, peranak di bayar 50 ribu lepas makan, lepas rokok juga, terus ican , yang ngumpulin di kasih sekitaran 250 ribuan lah, karena dia koordinatornya,” terang bang jabat sambil menuangkan tuak ke gelas wak ijon. 

“kog ican mau ya diajak demo demo gitu, padahal kan bapaknya ican itu, orang berduit, punya usaha warung bakso yang besar, apalagi ican mantan anak organisasi mahasiswa, katanya dulu kalau demo-demo dibayar gitu sama aja kayak pelacur,” timpal wak ijon sambil meneguk hampir setengah gelas tuak. 

“ya katanya sih wak, ican itu mau belajar,  dia pengen dikader sama ketua LSM yang demo itu, siapa tau nanti bias jadi kontraktor dan bias jualan proyek, dia pernah bilang gitu sama ane, ya baru sebulanan ini lah,” jawab bang jabat. 

Tak lama kemudian terdengar suara mobil dengan knalpot besar mendekati lapo tuak bang jabat, rupanya mobil tersebut adalah mobil angkot yang dipenuhin dengan bendera serta penuh dengan penumpang, angkot tersebut kemudian berhenti di depan lapo bang jabat, tak lama kemudian seorang pemuda turun sembari melambaikan tangan kearah angkot yang kembali berjalan, setelah pemuda tersebut mendekat ke lapo, barulah wak jijon dan bang jabat mengenali, jika pemuda itu adalah ican .

“wak, bang, lagi minum ya, gua gabung ya bang, nebeng dululah gw ya wak, gg ada duit,” ujar ican yang sedang “ngos-ngosan”  bernafas. 

“wih , abis cair geh nebeng lu ini can, gimanalah,” jawab bang jawab singkat. 

“cair apaan wak, malahan hampir di sel polisi, makanya ini pulang malem, mana gw ketempuhan , bayar anak-anak tadi sekitar 20 orangan,” ucap ican mengeluh. 

“kog bisa gitu , kata bang jabat barusan lu mau dibayar 250 ribu, karena jadi coordinator yang ngumpulin orang, kapok gw wak, gg lagi lagi,” tutur ican kesal. 

“lu ini kan, mantan aktivis mahasiswa can, katanya gg mau ikut demo demo yang dibayar gitu, katanya yang ikut demo bayaran itu sama kayak pelacur, berarti lo sekarang pelacur yang tak dibayar dong can,” ujar bang jabat sambil tertawa ngakak dan lepas sebab sudah mulai “fly” akibat minum tuak kelas satu. 

“iya, gimana bang, gw belakangan ini buntu, bapak jarang ngasih uang jajan, karena warung sepi, pas kek gitu ditawarin demo, dengan uang yang lumaya besar, ya maulah gw, bodo amat, pelacur-pelacurlah bang, tapi malahan apes gini,” ujar ican yang mulai “baper”.

“Kenapa emang nggak jadi demonya,” Tanya bang jabat yang setengah sadar, dan mulai merasa mabuk. 

“itu bang, karena surat izin demonya lupa di buat sama ketua LSM nya, terus kata polisi, bisa nyusul sesudah demo, tapi apesnya polisi yang ngejamin bisa demo itu,tadi malam seusai telponan dengan ketua LSM, kena “angin duduk” , dia pingsan jam 11 siang baru sadar,  ya kalau sudah jam 11 mah demo buat apa udah siang kata ketua LSM nya, wartawan juga udah pada sepi, jalanan juga sepi, Cuma sebentar malah nggak ditanggepin rugi, jadi gagal demonya,” papar ican, sambil mengunyah daging ular goreng favoritnya.  

“makanya can, hidup itu harus punya prinsip, punya pegangan, sekali kita bilang tidak , ya tidak, kalau lo sudah tau demo begituan , gag bagus , gag ada manfaat dan cenderung membuat lo melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nurani lo , lebih baik nggak usah , nggak ada can, orang-orang besar yang maju tanpa prinsip hidup, semua pasti punya prinsip, punya standar, punya pedoman, jangan sampai terdesak karena kebutuhan ekonomi , lantas kita menggadaikan harga diri dengan mudah, kalau sudah tergadai harga diri, apalagi yang bisa kita banggakan dalam hidup ini, bnayak orang yang berkali-kali menggadaikan harga dirinya, namun belum tercukupi kebutuhan ekonominya, begitu pun sebaliknya, kalau gw saranin mendingan sekarang lu berenti ikut-ikut begituan, gw ini udah 46 tahun didunia can, belum pernah ngeliat orang jadi kaya dengan sekejap, semua nya itu berproses, nggak ada yang instan, jadi kalau kata lu, mau ikut demo biar di kader, biar bisa jual proyek, atau jadi kontraktor, itu semua hanya cita cita semu, lebih baik lo fokus pada bisnis atau cari kerja,” ujar wak ijon bijaksana, menasehati ican yang sedang galau dan menunduk menyesal sebab harga dirinya sudah tergadai dan tak terbayar. 

Tak lama kemudian , terdengar bunyi handphone dari saku wak ijon,

”nah ini dia rusimah jandaku sudah nelpon, lama bener,” ucap wak ijon sambil melihat hpnya yang buatan cina dan casing nya sudah butut. “yaudah gw nelpon dulu ya, kalian asyikin aja ngobrolnya, “ ucapnya sembari menuju sofa butut di pojokan lapo bang jabat .

“inilah wak ijon , kalau udah ditelpon rusimah, langsung lupa segalanya, nasihatin orang tapi kentang, kampanglah,” ucap ican kesal sembari meninggalkan lapo tuak tanpa berpamitan dan membawa sepiring daging ular tanpa diketahui oleh bang jabat yang sedang “teler“ nikmat akibat mabuk tuak.

Salam, tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun