Mangatanika misalnya, merupakan kearifan lokal masyarakat kabupaten kepulauan sula dalam hal sosial. Mangatanika dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sapaan, dimana setiap individu dengan individu, individu dengan kelompok ketika bertemu saling menyapa. Menanyakan kemana ia pergi, apa yang sedang dilakukan, apa yang bisa dilakukan, bagaimana melakukanya, dan lain sebagainya ketika dua orang atau lebih saling bertemu.Â
Pada umumnya, hal seperti ini juga masih terdapat di daerah-daerah lain di Indonesia khusunya di desa-desa yang masyarakatnya masi cenderung homogen, namun tidak dapat dipastikan bahwa kesamaan model, bentuk serta maksudnya antara satu dengan yang lain itu identik. Seting kondisi menentukan sifat dan sikap masyarakat yang berbeda-beda sehingga mengasilkan kultur masyarakat yang berbeda pula.
Mangatanika merupakan modal sosial masyarakat Pulau Mangoli Kabupaten Kepulauan Sula, yang harus terus di jaga dan dikembangkan. Penulis melihat bahwa kearifan lokal ini, berada dalam tantangan yang luar biasa, mengalami degradasi secara perlahan-lahan, hari demi hari yang mungkin jarang disadari masyarakat. Sangatlah sulit untuk menciptakan modal sosial baru dalam tantangan arus globalisasi seperti sekarang ini. Oleh karena itu apa yang sudah ada, harus dirawat dan dijaga dengan baik untuk kepentingan hidup bersama.
Contoh kongkrit; mangatanika mungkin bisa diterapkan dalam mebangun desa lebih-lebih sebagai strategi aparatur desa dalam melaksakan tugas dan tanggungjwabnya,permaslahan desa sebenarnya tidak begitu rumit untuk diatasi seperti di kota. Sebab di desa selain faktor homogenitasmasyarakatnya kebutuhan untuk menghidupi tidak begitu menjadi beban pemerintah desa, sebab masyarakat sendiri masih sanggup untuk menghadirkannya sendiri, mulai dari kebutuhan primer sampai dengan tersier. Sejarah telah memperlihatkan bagaimana masyarakat desa sanggup bertahan hidup, walaupun jauh dari kebutuhan-kebutuhan kompleks dan infrastruktur yang memadai seperti di kota, dan itu terjadi hingga sekarang.
Beberapa tahun terakhir seiring perkembangan jaman dan perubahan kebijakan pemerintah pusat, menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan baru di desa terutama dalam hal mengelola pendanaan, dan kemajuan desa. Tidak bisa dipungkiri bahwa pangkal dari permasalan ini adalah SDM, minimnya SDM aparatur desa menyebabkan kesulitas berekpresi secara positif, sehingga menambah kerumitan dalam mengelolah kemajuan desa. Mangatanika sebagaimana pengertiannya di atas, jika diterapkan oleh aparatur desa khususnya Kepala Desa, dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya, penulis berkeyakinan bahwa tata kelola pemerintahan desa akan membaik dan sinergi dengan harapan masyarakat serta yang utama tetap menjaga kearifan lokal atau memasukannya dalam kebijakan dan peraturan desa. Mangatanika dalam konteks ini bisa diposisikan sebagai teori kolaborasi (collaboration theory) dimana pemerintah desa dapat menggait seluruh komponen masyarakat desa untuk turut andil didalamnya, guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. mangatanika adalah hakikat perubahan dari sebuah peradaban di lingkungan pulau Mangoli Kabupaten Kepulauan Sula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H