Mohon tunggu...
Onald Sanur
Onald Sanur Mohon Tunggu... -

I Like a Callenge

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berikan Judul

22 Juli 2011   14:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:28 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13113457191351166123

Tak terasa waktu, usia dan keadaan yang terus bergulir searah tergelicirnya matahari. Tak akan ada yang bisa menghentikannya, mengikuti atau diam untuk mati. Sang waktu tak mengenal keluh kesah dan keragu-raguan, lajur yang ditempuhnya jelas dan tak terbatas mengikuti kehendak Sang Pengatur. Tak bisa ku gapai bayangan masa lalu yang bersandar dibelakangku. Lambaian tangan itu begitu menggoda untuk mengajakku kembali. Begitu riang dan bersahabat, dengan pakaian yang senada mencirikan kesamaan idealis yang dipakainya. Begitu banyak kenangan terlintas disana, dengan baju kebesaran yang tersandang membuat sebuah kebanggaan dan semangat dalam melakukan aktifitas. Beriring bersama melantukan lagu perjuangan dalam mewujudkan keinginan yang satu. Namun semua hanyalah kenangan masa lalu yang tergelincir seiring terbenamnya matahari, walau begitu semangat dan rasa itu masih tetap terbawa dan tertanam dalam setiap jejak langkah yang terbawakan. Saat ini terasa berada dalam sebuah negeri asing, dengan warna yang berbeda-beda. Terlihat samar warna itu kian memudar, tergantikan beribu warna yang saling berlomba memancarkan sinar yang membias. Coba untuk bertahan dengan sinar yang meredup, namun mampu menembus benteng terkuat di masanya. Sampai kapan akan terus bertahan hanya untuk sebuah rasa tanggung jawab, bila tak lagi bayang-bayang itu terbawa. Hampa dan penat menggelayuti suasana hati saat tak lagi ada yang seirama dan sehati. Berjuang seorang diri mempertahankan keinginan para pendahulu yang satu persatu hilang tak menentu. Ada waktu untuk bersama, ada masa untuk berkelana tak mungkin berhenti untuk sebuah perjalanan. Ada batas sebuah persinggahan yang dihampirinya untuk ikut memberikan nuansa yang berbeda. Walau tak akan mampu lama bertahan namun mampu memberikan senyum dan rasa bangga. Perjalanan masih harus melalui terminal-terminal kehidupan yang antri menunggu untuk disinggahi, banyak sudah perbekalan yang terbawa melengkapi dan mengiringi sisa langkah kaki menuju arah yang dilaluinya untuk menemukan sebuah terminal baru yang layak disinggahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun