Mohon tunggu...
Wili Saputra
Wili Saputra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ambisi Sang Jenderal Yang Tertahan

9 Januari 2019   23:06 Diperbarui: 9 Januari 2019   23:46 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak mengenal sosok Johannes Suryo Prabowo? Tokoh militer yang pernah menjabat Kepala Staf Umum di TNI pada era 2011-2012 silam.

Purnawirawan Letnan Jenderal TNI yang acapkali menjadi sorotan masyarakat Indonesia karena melontarkan kalimat-kalimat pedas sebagai kritikan terhadap pemerintah. Tak terkecuali organisasi TNI tempat ia dibesarkan menjadi prajurit selama 36 tahun tidak luput dari kritikannya.

Sampai Singapura, negeri singa ini pun tak lepas dari tudingannya sebagai negara yang tak jelas karena memasukan dirinya dalam daftar hitam orang yang masuk ke Singapura. Ada apa dibalik ucapan "pedas" nya? Ambisi apa yang ada di dalam diri sang jenderal tua ini?

Sebagai masyarakat yang bermoral tentunya kita tahu bahwa semakin tinggi pangkat dan jabatan seseorang akan berbanding lurus dengan adab yang ditampilkannya.

Mungkin pula adab ini tercermin dari tutur kata dan ucapan yang selayaknya disampaikannya kepada publik. Akankah ambisi pribadinya untuk dihargai orang lain mengalahkan sikap-sikap yang semestinya ditampilkan oleh bapak jenderal yang akademisi ini? Bak orang yang kehilangan panggung untuk berbicara dihadapan orang banyak, kini ia pun menggunakan media sosial sebagai tempat curhatannya.

Ironis memang, negeri ini diisi banyak oleh orang pintar tetapi sebenarnya krisis dengan orang yang bermoral. Setelah sekian banyak kritikannya terhadap pemerintah kini ia pun menyoroti pimpinan TNI yang menurutnya memiliki karakter kambing. Dalam twitter yang ditulisnya baru-baru ini, Suryo Prabowo mengatakan "ketika kamu umpankan bawahanmu kepada buaya demi keselamatanmu, kualitas karaktermu itu cuma sekelas kambing".

Kita memahami bahwa memimpin adalah seni mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan dari sang pemimpin. Idealnya seorang pemimpin adalah orang yang bisa dijadikan suri tauladan bagi anak buahnya. Seorang anak buah hanya berfikir selangkah kedepan.

Namun seorang pemimpin dituntut berfikir tiga, empat, atau berlangkah-langkah kedepan. Tidak ada pemimpin yang memiliki karakter yang tak layak. Tidak ada pula pemimpin yang menyengsarakan anak buahnya. Yang ada adalah pemimpin yang punya kebijakan yang sudah terpikirkan olehnya resiko yang bakal dihadapi.

Sungguh memprihatinkan jika di negeri ini banyak orang pintar tapi tak mampu melihat permasalahan secara utuh. Mereka hanya mampu mendiskreditkan tanpa mampu menunjukkan solusinya.

Akibatnya permasalahanpun tak kunjung selesai. Kita hanya segelintir masyarakat yang ingin maju bersama dan damai bersama tanpa mendiskreditkan kelompok yang lainnya.

Terlebih lagi terhadap pemerintah negeri yang kucintai ini. Sudah saatnya bapak Jenderal melihat permasalahan secara utuh dan mampu diam sejenak untuk menyimak apa yang sebenarnya terjadi. Menahan berbicara yang tak menghasilkan solusi untuk kita bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun