Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pangkas Rambut

7 September 2022   18:05 Diperbarui: 7 September 2022   21:45 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Permisi, mau pangkas rambut"

Tukang pangkas sigap mempersilahkan saya duduk di bangku antrian. Seketika saya menjadi tekun dan bersahabat dengan tunggu. 

Kulihat pria muda menyisir berita koran. "BBM naik lagi, subsidi makin gondrong," kata pejabat yang rambutnya klimis. "Anggaran ulang tahun jangan dipangkas" tertera di headline lainnya. 

Nampak pula pria yang menyandarkan kepala ke tembok, menahan ubannya agar tidak memanjang. Harga-harga juga ikut beruban. Semakin lanjut harganya. Saking kuatnya menekan, tembok retak dan semut jadi melompat seperti pendemo. "Tolong pak, pikirkan kami yang kecil ini" pekik semut. Tapi sayang, pekik itu kalah nyaring dibanding mesin pangkas elektrik. "Ziiing....ziiiing.....ziiiing." 

Di sebelahnya, pria pensiunan berpipi kempong sibuk mengunyah. Padahal tidak ada permen maupun kudapan di dalam mulutnya. Sebab sejak lama giginya terpangkas. Bagi pensiunan, BBM naik seperti ini adalah pengalaman berulang-ulang sejak ia menjadi pegawai baru hingga pensiun. Jadi baginya BBM naik lagi seperti makan nasi bergaram.  

Paling ujung kulihat seorang pria berbadan tegap terlihat murung, matanya menatap kosong. Mungkina akan ditugaskan di luar pulau. Jika ini benar, maka ia ingin memangkas rindunya agar tidak mengganggu saat berjauhan dengan kekasih. Tapi mana bisa? rindu tetaplah rindu. Ia akan terus tumbuh dan semakin gondrong. "Minimal harus cepak mas" jawabnya ketika kutanya nanti mau dipangkas seperti apa?

"Lha masnya sendiri mau dipangkas seperti apa?" tiba-tiba pria berbadan tegap itu balik bertanya. Saya gelagapan tak siap dengan jawaban. Karena saya masih nganggur. Bahkan takut menyatakan cinta kepada perempuan. Sudah lama saya tidak punya penghasilan. Sudah lama saya juga hidup seorang diri. Jomlo yang berulangkali ketinggalan berita kenaikan BBM. Pria kesepian yang tak pernah mengantri di SPBU menjelang kenaikan harga BBM.

"Menurut bapak, yang pas saya dipangkas seperti apa?"

Sontak semua antrian menatap kepala saya. Mereka terbahak-bahak melihat kepala saya yang plontos. Bundar polos tak punya rindu.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun