Meskipun begitu, Sumi tetap gigih untuk menyampaikan wasiat suaminya, bahwa warga dusun Wonosari dan sekitarnya juga berhak mendapatkan vaksin.Â
"Lalu bagaimana caranya?" Sumi sempat bertanya dalam hati apa yang akan dilakukannya. Apalagi jarak puskesmas yang jauh serta medan jalan yang belum sepenuhnya beraspal.
Tak mungkin ia memaksa pihak puskesmas untuk memberi kabar tentang vaksin. Apalagi mereka tentu juga punya tata cara serta jadwal melakukan kegiatan vaksin.Â
Biarlah puskesmas sibuk dengan urusan mereka. Sumi hanya ingin menyampaikan wasiat Kang Mardi ke warga dusun.
Seperti siang ini, Sumi tetap ingin mengabarkan kepada penduduk dusun sebelah. Dusun Wonotirto yang berada di balik bukit.Â
Tapi tiba-tiba mendung tergambar gelap di langit. Jalan setapak yang masih dikelilingi hutan itu tak membuat gentar semangat Sumi. "Nanti pasti akan sampai juga," gumam Sumi.
Setibanya di dusun Wonotirto, Sumi segera mengetuk pintu salah satu warga. Satu persatu rumah warga yang jaraknya berjauhan itu disambanginya.Â
Ia ceritakan bagaimana virus di kota telah merenggut banyak nyawa. Kini ada vaksin yang bisa diberikan kepada manusia untuk mengurangi dampak virus.
"Ah, di tivi-tivi itu lo habis vaksin meninggal dik Sum, nanti yang tanggung jawab siapa?" salah satu warga dusun menyanggah. Namun begitu Sumi tak kekurangan akal. Ia menceritakan kisah almarhum suaminya yang belum sempat vaksin dan meninggal oleh virus.
Begitu pula warga berikutnya, ada yang belum percaya tentang vaksin. "Lha nanti kalau istriku lumpuh gimana Sum, di berita-berita itu ada yang habis vaksin langsung lumpuh lo Sum."
"Kapan to Sum jadwal vaksin di dusun Wonotirto, puskesmas aja nggak pernah turun ke sini kok kamu ngeyel aja."