Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Hidung Belang yang Menipu Keluarga Bodoh

29 Mei 2021   15:57 Diperbarui: 29 Mei 2021   21:03 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://3.bp.blogspot.com

"Besok kucarikan orang pintar, agar anak ini tidak nakal. Siapa tahu bisa disuwuk atau diobati. Aku yakin dia terkena guna-guna" kata Gimun mencoba mencari solusi atas kenakalan anaknya itu.

-----*****-----

"Kalau anakmu nakal lagi, sebaiknya dihukum saja. Anak sekarang tidak sama dengan kita dulu yang patuh dan takut dengan orang tua. Anak sekarang memang nakal-nakal. Hukum saja!" saran orang pintar yang dipanggil dengan nama Ki Dukun.

"Anu Ki Dukun, E...anu, saya sudah menghukum anak saya. Tapi, ya masih saja nakal" jelas Gimun.

"Kembalikan saja ke rahim ibunya. Suruh ibunya merawat dengan baik saat masih di rahim nanti. Kasih makanan yang enak. Dengarkan suara bapaknya yang suka nembang. Kalau mau tidur di elus-elus perutnya," jelas Ki Dukun.

"Tapi anak saya kan sudah besar, gimana cara mengembalikan ke rahim ibunya?" tanya Gimun keheranan.

"Goblok! kamu kan bisa membuat semacam ruangan seperti rahim ibunya, pakai tembok kek, dicor semen kek, pakai gedhek (anyaman bambu) atau apa saja sebisamu. Pokoknya hukum anak itu. Kurung dalam rahim itu sampai jera" jelas Ki Dukun dengan mata melotot.

Gimun buru-buru pamitan dan segera membangun bangunan rahim seperti yang disarankan Ki Dukun. Ia dibantu dengan beberapa tetangga membangun bangunan rahim itu. Sementara Giono masih belum bangun. Mimpinya berkeliaran entah ke ujung mana.

Saat membangun bangunan rahim itulah Sukarman datang dan menyarankan agar pintu masuk rahim dibuat persis dengan (ma'af) liang peranakan ibunya. Gimun yang bodoh itu mengangguk-angguk dan mencoba mencari tahu bagaimana cara membuat ukiran mirip liang peranakan istrinya.

Alhasil atas saran Sukarman, akhirnya Ginah bersedia menjadi model pintu masuk rahim. Ginah duduk (ma'af) mengangkang di dekat bangunan rahim yang sedang dibangun itu. Satu-satunya orang yang bersedia mengukir pintu masuk adalah Sukarman. Tetangga yang semula membantu ijin pulang tak tahan melihat pemandangan yang mengandung birahi.

Seolah seperti seniman pemahat patung, Sukarman bersemangat mengukir bentuk liang peranakan itu. Matanya liar menatap pemandangan Ginah. Buah jakunnya naik turun menelan ludah melihat kemolekan Ginah meski sudah berkepala empat. Ginah yang tak lagi mengenali Sukarman hanya pasrah dan menuruti perintah suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun