Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Menunggumu

27 Mei 2021   23:25 Diperbarui: 28 Mei 2021   22:01 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mei telah menghujani kenangan yang basah. Cintaku belum genap menumbuhkan kuncup, sedangkan kabut terbawa cahaya mentari.

Di depan hamparan hatimu, kemarau perlahan merontokkan sepi. Pertemuan menjadi telanjang. Bintang-bintang pulang ke awan. Bagaimana bisa mencium pelangimu jika hilang menjadi warna di seluas sentuhan jemariku?

Sekali lagi, aku dibesarkan gelisah. Suap demi suap hening telah kutelan. Kuracik sendiri duka ini sebagai minuman yang menyertai obat. Tapi, lambungku bukanlah tempat menyimpan kenangan.

Kujemur kenangan di tengah riuh waktu berdetak. Kusadari mengapa jarum jam dinding tak berbalik arah, sebab kau pun tak lagi searah.

Kini Juni sudah menggedor hatiku, pasti ia akan menawarkan tabah di sela-sela kesibukanku, yaitu menunggumu dari arah yang semakin purba.


SINGOSARI, 27 Mei 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun